14

1.5K 247 21
                                    

Kebingungan menguasai kepala Kevin juga ketiga putranya, di depan pintu utama mansion Kevin ada tiga putra Thavilo berdiri dengan koper di belakang mereka. Levan sebagai yang tertua berdiri di tengah antara Alvas dan Arsel, seolah hendak bersiap mengatakan sesuatu.

"Van! Avas! Sel!" Teriakan Askar terdengar membelah jejeran Kevin dan putra-putranya. Pria kecil itu berlari dan melompat ke pelukan Levan.

"Askar, hati-hati," tegur Kevin khawatir. Askar menengoknya sebentar kemudian beralih memeluk leher Levan yang sudah menggendongnya.

"Ekhem, Tuan Kevin, izinkan saya menyampaikan kata-kata Daddy saya." Kevin mengangguk atas ucapan Levan, ia menebak bahwa Thavilo memutuskan untuk mengungsikan anak-anaknya.

"Daddy bilang agar Tuan Kevin mengizinkan kami untuk tinggal di sini sampai masalah di mansion selesai," jelas Levan seraya menggaruk tengkuk canggung.

Kevin mengernyit, ia mengerti alasan ke tiga putra Thavilo kemari, tetapi seharusnya Thavilo tidak perlu menceritakan masalah yang terjadi. "Kau tahu apa masalahnya?"

Levan menggelengkan kepala dengan polos. "Tidak, Daddy mengatakan pada saya untuk tidak banyak bertanya."

Kevin menghela nafas lega, masalah ini memang sebaiknya diketahui oleh sedikit orang saja, terlebih anak-anak mereka tidak perlu mengetahuinya. "Itu bagus. Masuklah ke dalam lebih dulu, aku—"

"Ayah harus sebut Ayah!" sela Askar.

Kevin tentu saja ingin menolak, sebutan 'ayah' terasa sakral untuknya, tidak semua orang bisa menyebutnya 'ayah', ia ingin Askar mengerti itu, sepertinya Askar tidak ingin mengerti. "Tapi—"

"Ayah~~" rengeknya manja.

Kevin tidak bisa untuk tidak mengalah, rengekan Askar merupakan kelemahan baginya. "Baiklah," Kevin mengalihkan pandangannya kepada tiga putra Thavilo, "Masuk lebih dulu sementara Ayah meminta pelayan membersihkan kamar tidur yang tersisa."

"Terima kasih, Tuan Kev—"

"Ayah itu dipanggil Ayah bukan tuan!!" Askar memotong ucapan tiga bersaudara itu dengan cepat. Bibirnya mengerucut sebal karena mereka tidak mau mendengarkannya.

Kevin yang melihat ekspresi Askar segera melerai, "Ekhem, tolong turuti saja kata-kata Askar."

Levan merasa canggung tetapi melihat tatapan berbinar bokem yang digendongnya, ia merasa tak sanggup untuk menolak, "... Apakah itu baik-baik saja?"

"Iya, tidak apa," balas Kevin.

"Kalau begitu, terima kasih ... Ayah ...." Suara Levan semakin pelan, Kevin tersenyum tipis, terdengar tidak buruk.

"Avas sama Sel juga panggil Ayah!!" teriak Askar semangat. Alvas dan Arsel saling memandang, ke duanya bimbang juga ragu memanggil seseorang yang notabenenya asing dengan sebutan 'ayah'.

"Ayooooo~" rengek Askar membujuk.

Kevin menghela nafas, permintaan Askar ibarat perintah baginya, ia menatap pada ke dua putra Thavilo. "Alvas, Arsel."

"Terima kasih, Ayah ...." Suara ke duanya hampir tidak terdengar, Kevin tersenyum sedangkan Askar berseru kegirangan.

"Ayo masuk," ajak Kenzo saat tidak ada yang ingin memulai pergerakan.

"Van! Van!" Askar semangat memanggil Levan, mengguncang leher sulung Thavilo seraya melompat-lompat pelan dalam gendongan Levan.

"Panggilnya abang dong, Dek," pinta Levan sembari memberi senyuman. Askar menatapnya cukup lama sebelum menggeleng.

"Enggak, ah. Geli," jawabnya tanpa beban.

Kevin memimpin mereka untuk masuk, Levan juga mengikuti, langkahnya agak santai agar Askar tetap nyaman di gendongannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlaskarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang