12

2.9K 433 12
                                    

Selepas sarapan Askar menyelinap pergi keliling mansion, sekedar melihat pemandangan sekitar mansion yang sudah lama tak ia datangi. Bangunannya memang masih sama, tetapi beberapa tempat ditumbuhi pohon, dan bunga tulip.

Askar terus berjalan, hingga langkahnya berhenti di taman samping mansion, penuh bunga dan pohon rindang. Di bawah bayang-bayang pepohonan itu ada sebuah makam ... Itu makam Alaskar Kenzie.

"Ngeri juga lihat makam sendiri," gumam Askar.

Namun bukan hanya makam itu yang membuat Askar diam di sana, tetapi pria yang duduk di sebelah nisan, pria itu hanya diam, tidak melakukan apa-apa, hanya bersandar di nisan.

Askar mengenali postur tubuh itu, gaya rambut, bahkan parfum yang tercium samar dari jarak yang membentang. Itu, Kevin Argantara, tak lain adalah ayah kandungnya.

Askar enggan mendekat, ia hanya memperhatikan gerakan kecil yang dibuat Kevin, tatapan mata sang ayah tak berbohong, tersirat penuh penyesalan. Netra Askar bergetar pelan, apa itu artinya Kevin sudah menyesali perbuatannya pada Askar?

"A—" Bibirnya yang terbuka perlahan terkatup lagi, beruntung Kevin tak menyadari kehadirannya.

"Ayah ingin cerita." Askar mendengar suara samar Kevin, ia memilih bersembunyi di pohon terdekat makam itu.

"Kemarin, Ayah berkunjung ke rumah pasien kamu, Eljio tampak sehat, Ayah tahu Eljio hanya sehat secara fisik, mentalnya terlihat kacau, Eljio lebih suka melamun, butuh beberapa menit untuknya menjawab pertanyaan orang-orang di sekitarnya."

"Itu karena Askar terpana sama Ayah, makanya pas Ayah tanya Askar ngelag dulu~" batin Askar malu.

"Saat Eljio memanggil Ayah dengan sebutan ayah, rasanya seperti mendengarmu memanggil Ayah. Ah, Ayah tidak bilang bahwa Eljio akan menggantikanmu, Kenzie adalah putra Ayah, bukan begitu?" Askar tersenyum, tidak, dia hampir tertawa saat Kevin mengatakan kalimat terakhir.

Askar duduk bersandar batang pohon, mendengarkan cerita Kevin. Semakin lama, suara ayahnya bagai candu, apalagi saat menyebut namanya.

"Zie Zie, ingat tidak?" Kevin menjeda kalimatnya. Di antara jeda itu, ada Askar yang terkejut karena panggilannya berubah.

Zie zie? Menurutnya, itu cukup lucu, dan Askar menyukainya.

"Ayah pernah bilang, tidak ada yang bisa menggantikan Zie zie ..." Suara Kevin melirih, pria itu diam lagi, dan Askar masih setia menunggu Kevin berbicara.

"Maaf ..." Nyatanya isakan Kevin yang lebih dulu berkata. Sudah hancur hati pria itu, Kevin ingat ia yang memandikan putranya untuk terakhir kali sama seperti ia memandikan Kenzie pertama kalinya, ia yang mengangkat tubuh Kenzie untuk dimakamkan. Kevin mengurus pemakaman Kenzie, di saat terakhir Kenzie, Kevin hanya ingin menebus semua kesalahannya.

Namun apa? Itu tidak cukup. Menebus semua luka yang Kenzie dapatkan dengan hal kecil, Kevin tahu itu tak pantas dikatakan sebagai penebusan. Kevin paling hancur saat berita kematian Kenzie sampai di telinganya, Kevin lebih hancur dibanding yang lainnya, tapi ia merasa tidak pantas, untuk sekedar menangis dan berkata bahwa ia juga terluka karena kematian putranya.

Apa Kevin patut untuk disebut ayah oleh Kenzie? Setelah semua luka yang ia torehkan padanya? Pantaskah? NYATANYA KEVIN TAHU IA TAK PANTAS! Namun dengan tak tahu malunya, ia masih ingin mendengar dan menunggu Kenzie memanggilnya Ayah lagi!

Ia masih menunggu, sampai saat ia menidurkan putranya di tanah lembab, sampai saat tanah pemakaman Kenzie menjadi kering ... Ia masih menunggu, sesuatu yang mustahil.

"A-ayah ..." Askar keluar dari persembunyian, Kevin yang menyadari kehadirannya lantas menghapus air mata.

Kevin berbalik, menatap Askar yang juga menatapnya. Dua pasang mata itu sama-sama basah. Kevin yang menyadari Askar menangis pun bertanya, "Kenapa menangis, hm?" Askar berlari ke arah Kevin, kemudian memeluk erat tubuh besar sang ayah.

"Wooo ..." Kevin membalas pelukan Askar begitu mendengar tangisnya. Memilih untuk tidak berlama-lama di dekat makam, Kevin menggendongnya dan menuju mansion.

"Askar kenapa ke sini? Tidak bermain dengan Mas Kendra?" tanya Kevin lagi. Askar hanya menggeleng, tak ingin menjawab karena tangisnya tak kunjung reda.

Itu hanya kata maaf, tapi kenapa Askar merasa sangat lega hanya dengan mendengar kata itu keluar dari Kevin? Rasa lega yang akhirnya mengeluarkan seluruh kesedihan Askar yang ia pendam sejak lama.

"AYAHH!! APA YANG AYAH LAKUKAN?!!" Kevin dan Askar tersentak bersamaan, teriakan Arsky yang tengah berlari ke arah mereka terdengar memekakkan telinga.

"Ayah tidak melakukan apapun," balas Kevin, ia sedikit tak terima dituduh oleh putranya sendiri, padahal ia hanya diam.

Diam-diam curhat di makam Kenzie.

Arsky menarik baju Askar, mau tak mau Kevin menurunkan Askar agar Askar tak kesakitan karena tarikan Arsky.

Melihat putra bungsunya tampak menatap dengan was-was membuat Kevin terheran. Ia hanya menggendong Askar untuk menenangkannya, tapi malah mendapat respon tak baik dari Arsky.

"Kakak gak apa-apa?" Begitulah pertanyaan yang keluar dari mulut Arsky.

Tentu saja Askar yang mendengarnya tersentak, kemudian memiringkan kepalanya seolah bingung akan pertanyaan Arsky. Kevin, jelas ia bingung mengapa Arsky memanggil Askar dengan sebutan kakak.

"Ar— Abang panggil Askar apa?" Sungguh, jantung Askar berpacu cepat, takut Kevin percaya bahwa dirinya adalah Kenzie.

Bagaimana jika Kevin kembali bermain tangan dengannya?

Bagaimana jika ia mendapat kekerasan lagi dari Kevin juga Kendra?

Bagaimana jika Thavilo tahu bahwa dirinya bukan Eljio?

Beribu pertanyaan berkecamuk di kepala Askar, dengan keringat dingin membasahi telapak tangannya. Ia berharap Arsky segera meralat panggilannya.

"Maaf, Abang kepikiran Kak Kenzie," ujar Arsky dengan menundukkan kepala.

Askar tertunduk, Arsky bukan hanya kepikiran tentang dirinya, tapi Arsky pasti juga khawatir meninggalkan Askar sendirian dengan Kevin.

"Sudah, biarkan Kakakmu tenang dalam tidurnya. Ayo masuk, Ken—" Kevin berhenti sejenak, apa ia baru saja menganggap Askar sebagai Kenzie lagi?

Sungguh tak ada yang berbeda dari dirinya dan ketiga putranya, mereka sama-sama menganggap Askar sebagai pengganti Kenzie. Apalagi semua kemiripan sifat itu membuat hati mereka menghangat, seolah Askar adalah Kenzie.

"— Askar ingin minum susu?" tawar Kevin mengalihkan topik. Hatinya berdenyut kala melihat Askar menatapnya dengan tatapan polos.

"Enggak, Askar kenyang, tadi udah mimik sama Mas Kendra," balas Askar sembari merentangkan tangannya pada Kevin, berharap Kevin menggendongnya.

Kevin terkekeh gemas, ia menggendong Askar kemudian menggandeng Arsky.

"Ayah, Arsky udah gede ya, gak usah digandeng, merusak jiwa bad boy aja." Arsky melepaskan genggaman Kevin, kemudian berjalan memimpin Kevin dan Askar.

Askar mendengkus mendengar ucapan Arsky. Cih, badboy konon.

"Ayah." Kenzo, putra sulungnya muncul dari balik tembok samping mansion.

"Ada apa?" tanya Kevin ketika melihat raut wajah Kenzo tampak serius.

"Om Thavilo datang—"

"Hiks ... Askar mau di sini!!" Teriakan juga isakan Askar memotong perkataan Kenzo, ia memeluk erat leher Kevin, tak ingin berpisah dengan Ayahnya.

"ENGGAK MAU PULANG HUWAAA~~"

Kevin kelabakan, begitu juga dua putranya yang ada di sana. Disusul kemunculan Thavilo yang membuat tangis Askar makin kencang.

AlaskarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang