15. Kehangatan Dan Ketahuan Kiss

60.6K 2.3K 19
                                    

Semua orang berkumpul di lantai satu, lebih tepatnya di taman belakang. Sedangkan Darka dan Delin berada di balkon belakang kamar Darka yang menghadap ke taman belakang.

Kamar Darka memang di desain memiliki dua balkon. Satu di depan yang menghadap kosan walau balkonnya kecil dan satunya lagi cukup besar untuk dijadikan tongkrongan itu menghadap taman belakang.

Kamar Darka memang paling luas dari pada milik Demian dan kamar lainnya.

"Kak, kenapa ga gabung ke bawah?" Delin bertanya pelan dan ragu. Apa Darka terganggu?

Darka mematikan rokoknya ke asbak. "Ga, berisik." jawabnya datar.

Delin pun memilih diam menikmati keramaian di bawah sana. Gelak tawa dan kebersamaan dari teman-temannya dan juga teman Demian begitu lepas.

Delin juga harusnya ada di sana. Bersama yang lain walau sahabatnya— Diska— tidak datang. Delin tetap kenal mereka dan mereka tidak terlalu mengucilkannya walau dari desa.

Tapi, Darka menahannya. Di bawah sana memang lebih banyak laki-laki karena para perempuan banyak yang tidak bisa datang.

"Kak, boleh kalau aku banyak tanya?" Delin melirik sekilas.

Darka menatap datar. "Apa?" sewotnya. Darka sedang malas bicara namun sialnya dia ingin tahu apa yang membuat Delin penasaran.

"Selena, itu pacar kak Darka?" suaranya memelan saking takut respon Darka murka mendengarnya.

Darka justru datar-datar saja. "Masa lalu." jawabnya singkat lalu kembali memakan cemilannya dengan santai, tak lupa menyesap nikmat kopinya.

Delin lega. Itu berarti dia bukan selingkuhan atau perusak. Tapi tunggu!

"Apa aku jadi—"

"Perusak?" potong Darka lalu terkekeh rendah. "Udah dua tahun kejadian itu, dia masa lalu ga ada hubungannya sama lo!" jelas Darka agak ketus.

Membahas Selena memang selalu membuatnya kesal.

"Ga usah bahas sampah itu lagi!" tegas Darka.

Delin mengangguk cepat. Dia berdebar agak kaget mendengarnya. Darka terlihat marah dan tidak suka.

Delin bersin lagi. Entah berapa kali dia bersin, mungkin karena malam ini dingin sehabis hujan.

Darka melirik, mematikan ponselnya lalu merangkul Delin, membenamkan wajahnya ke dada bidangnya.

Delin hanya mengerjap. Terdiam mendengarkan detak jantung Darka yang terdengar merdu.

Tubuhnya perlahan menghangat, apalagi punggungnya yang digosok naik turun oleh sebelah jemari tangan Darka.

Darka terlihat asyik dengan ponselnya. Sibuk mencari ilmu tentang beberapa hal di pertanian yang kurang dia pahami.

Delin masih tidak bergerak lalu sekali lagi bersin sampai Darka tersentak pelan.

"Ma-maaf, kak." cicit Delin dengan mendongak sedikit.

Bisa Darka lihat, hidungnya memerah. Apa Delin alergi dingin atau sedang terkena flu?

Darka mengusap hidung Delin yang memerah lalu meraih selimut kecil di meja sampingnya. Darka menyelimuti Delin tanpa banyak kata.

Delin merasakan jantungnya berdebar. Diperlakukan baik oleh orang yang selama ini jahat memang rasanya aneh, menggelitik. Dan perasaannya menghangat.

Darka memeluk lagi Delin yang seperti kepompong. Diam seperti patung tanpa suara, samar senyum Darka tertarik.

Delin menggemaskan. Membuat fokusnya buyar saja.

"Lo lagi jelek, ga usah ikut makan, diluar makin dingin!" tegasnya tidak lembut dan perhatian sama sekali.

Delin manyun tanpa sadar. Apa hubungannya jelek dengan dingin.

Darka mengangkat Delin agar duduk dipangkuannya, tetap dia peluk bagai balita pada ibunya.

Delin terhenyak kaget namun tidak melawan. Tubuhnya semakin hangat walau lagi-lagi dia bersin.

***

"Ambilin tab di nakas," titah Darka yang kini tengah menyesap kopinya.

Delin mengangguk dan beranjak. Berjalan memasuki kamar dengan sudah mulai tidak canggung. Saking sering.

Delin tidak tahu sampai kapan. Apalagi mereka akan kembali terlibat dalam bisnis. Delin berusaha melamar pekerjaan dan kalian tahu apa yang dilakukan Darka saat ketahuan?

Mengurungnya seharian agar tidak menghadiri sesi wawancara yang pada akhirnya semua gugur.

Delin jelas marah, kembali benci walau tidak lama karena Denada menjelaskan, Darka sebelumnya mencari tahu, kantor X itu banyak sekali kasus contohnya pelecehan.

Makanya Darka begitu. Caranya memang salah, bahkan Denada juga memarahinya tapi namanya Darka tetaplah Darka.

Dia melakukan semua sesuai keinginannya.

Saat itu Delin merenung.

Di satu sisi cara Darka memang jahat, tanpa penjelasan dan hanya marah, mengaturnya lalu mengurungnya.

Padahal jika bicara baik-baik Delin akan berpikir ulang dan mempertimbangkannya.

Delin sampai bingung sendiri memikirkan Darka yang bertingkah jahat namun di satu sisi ada kebaikannya.

Darka sebenarnya baik.

Delin jadi penasaran dengan sosok Darka yang baik. Apakah bisa?

Delin menyerahkan tabnya. Darka terlihat sangat fokus. Delin juga terbawa fokus. Ide-ide Delin keluarkan dengan didengarkan Darka tanpa di sela.

Delin menceritakan semua keadaan di desa. Apa yang menjadi kesulitan para petani di sana. Darka mendengarkan dengan serius.

Darka bahkan agak terpesona melihat Delin yang tidak ada canggung, panik dan gugup. Bicaranya lancar tidak gagap.

Delin menyudahi ceritanya lalu mengerjap mulai gugup. Kenapa Darka menatapnya begitu lekat, lalu menelan ludah.

Darka mengusap pipi Delin, membingkai wajahnya tanpa melepaskan pandangan. Delin pun terpejam saat Darka mendekat dan bibirnya memagut mesra.

Delin meremas kaos rumahan Darka. Mencoba membalas walau tidak selincah Darka.

Darka semakin memperdalam ciumannya, memeluk Delin erat dengan mulai bermain lidah.

"Emh.." lenguh Delin tak tertahankan.

Darka menjauhkan wajahnya dengan terengah. Bibir keduanya basah, Delin pun sama terengah.

"HAYOooo ketahuan," Demian muncul lalu cekikikan.

Delin melotot kaget plus malu, Darka hanya biasa saja. Mereka hanya ciuman, bukan bercinta.

Dark Obsession (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang