37. Gaun Tidur

38.8K 1.4K 9
                                    

Darka melirik Delin yang hilir mudik dengan gaun tidurnya yang samar membentuk tubuhnya yang tetap indah walau sudah melahirkan.

P*ntatnya begitu bulat berisi, terlihat tumpah-tumpah saat berjalan. Untungnya Demian belum turun, orang tuanya pun berangkat pagi ke rumah sakit untuk cek up.

"Lain kali hati-hati," Darka menggigit rotinya lagi.

Delin menoleh sambil menggendong Ella yang awalnya di kursi khususnya. "Hati-hati?" bingungnya.

Darka menelan kunyahannya. "Kamu pakai gaun itu ke bawah, lain kali ganti dulu, apalagi ada Demian sekarang," jawabnya acuh tak acuh.

Delin yang menimang Ella menatap sejenak pakaiannya. Benar. Dia lupa tidak menggantinya dulu.

"Maaf,"

Darka melanjutkan sarapan tanpa ingin membahasnya lagi. Kalau saja masih libur, dia pasti sudah menarik gaun itu ke atas lalu dia hujam hingga basah sebasah-basahnya.

Darka memilih menghentikan sarapannya. Dia mulai berpikir kotor. Lebih baik dia segera pamit berangkat ke kantor. Mana sudah terlambat 30 menit.

"Aku berangkat sekarang."

Delin mengangguk, menerima kecupan di kening dan bibirnya. Darka beralih pada Ella yang menatapnya sambil mengenyot ASI di dot.

"Papa berangkat dulu," Darka mengecup pipi gembulnya lalu mengusap puncak kepalanya.

"Hati-hati, kak. Aku ga bisa anter ke depan,"

Darka mengusap pipi Delin. "Kamu sekarang ke kamar, ganti dulu." perintahnya yang diangguki Delin. 

***

Darka terlihat sibuk meeting, berurusan dengan berkas dan sibuk membubuhkan tanda tangan di setumpuk berkas.

Tak hanya itu, dia harus keluar kantor untuk menghadiri beberapa pertemuan dengan pemilik perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan bisnisnya.

Hingga sore pun datang tak terasa. Darka berdiri di ruangannya, menghadap dinding kaca yang menyuguhkan pemandangan kota.

Darka tengah berpikir jauh.

Perusahaannya semakin berkembang pesat. Musuh juga semakin bermunculan. Dia harus segera memikirkan kelangsungan keluarga kecil dan bisnisnya.

Benar kata ayahnya, Kevin.

Bergelut di dunia bisnis, harus memiliki tameng.

Darka yang awalnya enggan, kini mulai terdorong saat satu musuh kuat muncul hendak mengusiknya.

Darka membulatkan keputusannya. Dia akan melewati garis gelap itu. Dia akan datang menemui mafia yang berpengaruh di negara ini.

Kevin sudah memberi akses agar mudah bertemu dengan mereka.

Darka bisa memberi uang. Dia hanya ingin keselamatan keluarganya terjamin. Mungkin ini yang Kevin rasakan dulu.

Darka pikir ayahnya sangat jahat karena berurusan dengan mafia. Berurusan dengan mereka yang mengedarkan senjata, obat-obatan terlarang.

Ternyata hanya untuk sebuah perlindungan.

Darka melirik kehadiran Regal. Dia salah satu tameng yang dibuat Kevin. Dia pelindungnya sedari kecil. Dia anggota dari mafia itu.

Dia pikir Regal hanya anak dari asisten ayahnya. Ternyata anak itu yang selama ini menjaganya di mana pun. Pantas saja di mana pun mereka selalu bertemu.

"Ada apa?" tanya Darka yang kini berbalik. 

***

"Malam sekali pulangnya kak," Delin menyimpan ponselnya di nakas lalu menghampiri Darka.

Delin meraih jas dan tas kerjanya.

Darka melonggarkan dasinya. "Ada pertemuan dadakan, maaf aku sedikit minum," Darka mendudukan tubuhnya ke sofa dengan lelah.

"Mau aku siapin air hangat, kak?" Delin ikut duduk.

Darka melirik Delin yang memakai gaun mirip seperti tadi pagi. Hanya beda warna saja. Darka paling suka jika melihatnya memakai gaun tidur itu.

Darka menggeleng, mengecup bibir Delin lalu beranjak ke kamar mandi untuk menghilangkan pening dari mabuknya.

Delin pun membereskan tas kerja dan jas Darka ke tempatnya. Dia menunggu Darka sambil bermain dengan Ella.

"Sudah ngantuk anak mama?" Delin mengusap pipi Ella lembut.

Delin mempuk-puk paha anaknya dengan mengamati wajah cantiknya cukup lama. Kedua mata dengan bulu mata lentik itu kini mulai terpejam.

"Ella kenapa?" Darka muncul dengan penampilan lebih segar. Hanya memakai celana piyama.

"Engga, Ella tidur." Delin menyelimutinya lalu perlahan naik ke atas kasur.

Darka mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur.

"Ella pasti kenyang, makanya tidur cepet." kata Delin menatap Darka yang merangkak naik dan rebahan di sampingnya.

"Tinggal papanya yang belum kenyang," Darka menarik Delin agar merapat padanya.

Delin hanya terkekeh sambil mengusap rahang Darka.

"Ini alasan kenapa aku suka gaun tidur yang kamu pakai," bisiknya di telinga Delin sambil mengusap punggungnya naik turun.

Delin merasakan gaunnya tertarik ke atas hingga perut.

"Kak Darka ga cape?" Delin tidak protes saat Darka mengusap paha dalamnya.

"Main bentar aja." Darka jadi ingin saat mengingat tadi pagi dia menahannya dan malamnya Delin memakai gaun tidur serupa.

Berasa diingatkan dengan keinginannya yang tertunda.

"Hari ini banyak banget pertemuan," Darka menyampingkan CD tipis itu, menyelipkan miliknya dan perlahan menekannya.

"Belum pemanasan, kak." bisiknya dalam pelukan Darka.

"Nanti juga basah," balasnya berbisik di depan bibir Delin lalu keduanya saling berpagutan.

Delin usap tengkuk Darka, dia balas belitan lidahnya. Lalu jemarinya turun mengusap perut Darka.

Darka tak kalah aktif. Dia usap juga perut Delin, naik terus ke atas dan memijatnya. Memainkannya dengan sesuka hati.

Keduanya saling melepaskan dan berebut oksigen lalu kembali saling melumat dengan penuh penghayatan.

Desah halus pun saling bersautan. Malam ini tidak terlalu berisik. Darka pun bermain cepat dan mereka pun tidur.

***

Delin mengabari Kevin dan sekertaris Darka kalau hari ini Darka tidak bisa masuk karena sakit.

Delin kembali mendekati Darka, memeriksa suhunya yang masih demam walau tidak setinggi saat jam 3 pagi.

"Aku siapin bubur," Delin membawa Ella dari box bayi keluar kamar.

"Darka sakit?" Denada sepertinya baru datang, Kevin dan Demian muncul di belakangnya.

"Iya, bun."

"Biar Ella bunda yang urus, siapin ASInya aja," Denada mengambil Ella dengan sigap.

"Sudah ayah urus soal pekerjaan, Darka bisa istirahat," Kevin menenangkan menantunya.

"Aku bisa urus ayah, bunda bisa urus Ella, kamu tenang aja, Lin. Kak Darka juga pasti akan cepet sembuhnya, selama ini gitu.."

Kevin dan Denada mengangguk membenarkan.

"Iya, makasih bun, ayah, Dem.. Aku bikin bubur dulu, Kak Darka harus minum obat,"


Dark Obsession (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang