2

44 6 1
                                    

Di sebuah hutan pada sore hari menjelang malam, saat udara dipenuhi dengan aroma tanah basah dan dedaunan yang memberikan kesan segar. Cahaya matahari yang semakin meredup menciptakan bayangan yang panjang di antara pepohonan. Hewan-hewan hutan mulai aktif dengan cicit serangga dan suara burung yang terdengar di kejauhan. Ki Ageng Pandu baru saja pulang dari Istana bersama Asep dengan mengendarai kuda masing-masing.

"Tuanku sepertinya itu ada seorang gadis yang tergeletak di sana" seru Asep pelayan pribadi Ki Ageng Pandu.

Merekapun turun dari kuda untuk melihat bagaimana kondisi gadis tersebut.

Ki Ageng Pandu kemudian memeriksa denyut nadi gadis itu untuk memastikan apakah ia masih hidup atau sudah meninggal.

"Dia masih hidup Sep, cepat angkat dan naikkan dia di atas kuda untuk di bawa ke kediaman" ujar Ki Ageng Pandu pada sang pelayan, berharap gadis tersebut masih bisa diselamatkan karena detak jantungnya yang lemah.

Merekapun segera bergegas ke kediaman Ki Ageng Pandu.

"Ni sanak...Ni... kemarilah" ujar Ki Ageng Pandu pada Istrinya.

"Astaga siapa gadis itu? apa yang terjadi padanya?" pertanyaan beruntun dari Ni Sara istri Ki Ageng Pandu.

"Kami menemukannya di hutan saat perjalanan pulang dari istana menuju kemari" Ki Ageng Pandu menjawab pertanyaan sang istri.

"Astaga hal apa yang sudah terjadi padanya, kasihan sekali. Ayo tunggu apalagi segera bawa ia masuk ke dalam kamar tamu" prihatin Ni Sara pada gadis tersebut.

Ni Sara kemudian menuruh pelayan untuk membersihkan badan Cia dari debu tanah yang menempel dan menggantikan pakaiannya.

....

"Engh.." Cia bangun meleguh merasa badannya remuk seperti baru saja terhempas dari atas ketinggian.

Hal yang pertama ia setelah membuka matanya adalah plafon kayu jati dengan aksen ukiran Jawa kuno.

"Dimana ini, perasaan terakhir aku membaca sebuah buku sejarah di sofa Perpustakaan Nasional Indonesia kenapa tiba-tiba aku di sini" Cia kebingungan.

"Ndoro sudah sadar" seorang wanita paruh baya berpakainan pada zaman jawa kuno dengan menggunakan kain jarik dan kemben menghampirinya.

"Siapa kamu? Ini di mana? Dan kenapa pakaianmu seperti itu?" Cia bertanya sambil memperhatikan pelayan tersebut.

"nama saya Nimas Ndoro Ayu, saya pelayan Ki Ageng Pandu yang ditugaskan untuk melayani Ndoro" ucap Nimas.

Cia kembali memperhatikan sekitarnya dan berharap
ia hanya bermimpi buruk. Tapi... pandangan ini. Bangunan-bangunan ini... Mereka terlihat berbeda. Cia tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Ini terasa sangat nyata. Cia yakin sekali kalau ia bukan di masa sekarang.

Cia kemudian beralih menatap Nimas dan bertanya "Mbok, tahun berapa saat ini? dan daerah mana ini?"

"Ini tahun 1357 Ndoro Ayu dan ini adalah kediaman Ki Ageng Pandu Beliau adalah tabib Kerajaan Majapahit" jawab Nimas sekiranya.

"Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa aku berada di sini? " Cia bertanya dalam benaknya. Jika begitu, Cia harus mencari tahu bagaimana dia bisa sampai di sini dan bagaimana dia bisa kembali.

Karena melihat Cia yang termenung cukup lama Nimas akhirnya bertanya "Apakah ndoro menginginkan sesuatu?"

"Eum, bisa kh Mbok memberitahu saya di mana tempat saya bisa membersihkan diri, maksud saya mandi" Cia merasa badannya sangat lengket dan gerah makanya ia harus segera mandi.

"Mari ndoro kita ke tempat permandian, saya akan membantu ndoro mandi di sana" ujar Nimas seraya membantu Cia bangun dari tempat tidurnya.

"Tidak perlu Mbok. Saya bisa mandi sendiri kok" Cia merasa aneh dan malu saja masa sudah sebesar dirinya masih dimandikan.

Destiny? (SELESAI)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें