8

6 0 0
                                    

Tak terasa sudah 3 tahun Cia berada di zaman ini.

Cia tumbuh menjadi seorang gadis yang cerdas dan penuh semangat. Dia selalu antusias dalam belajar berbagai ramuan obat dan teknik pengobatan dari ayahnya. Setiap hari, dia mengikuti ayahnya ke hutan untuk mencari bahan-bahan obat yang diperlukan, dan di rumah, dia tekun mencoba mencampurkan ramuan-ramuan tersebut dengan penuh kehati-hatian.

Cia yang ramah dan penuh perhatian terhadap orang lain. Ia sering membantu orang-orang di desanya yang sakit dengan menggunakan pengetahuan pengobatan tradisional yang telah dipelajarinya. Karena keahliannya yang luar biasa, reputasi Cia sebagai seorang tabib muda yang potensial mulai menyebar.

Karena kemahirannya ia menjadi sering di bawa oleh Ki Ageng Pandu ketika mengobati di istana. Orang-orang kemudian menjadi tahu bahwa anak dari Ki Ageng Pandu juga Mahir dalam mengobati.

Ketika Ki Ageng Pandu semakin tua, warga desa mulai memperhatikan bakat alami Lila dalam pengobatan. Mereka percaya bahwa Lila memiliki potensi besar untuk menggantikan Ki Ageng Pandu yang adalah ayahnya sebagai tabib kerajaan.

Hingga suatu hari, seorang pejabat kerajaan jatuh sakit parah hingga tak sadarkan diri, dan tabib kerajaan yang lain tidak mampu menyembuhkannya. Ki Ageng Pandu yang mengajak Cia untuk mencoba menyembuhkan pejabat tersebut.

"Ah, Ayah ini pria muda yang menyelamatkan Ayu dari para preman saat itu di pasar" ujar Cia pada Ki Ageng Pandu setelah melihat rupa pejabat kerajaan tersebut.

"Ah, beliau adalah Raden Mas Arya Prabuwardhana sosok yang dihormati dan dianggap bijaksana oleh rakyat dan keluarga kerajaan. Selain itu, beliau sangat baik dan rendah hati. Kalau begitu kamu harus membantu Raden Arya untuk sembuh" ucap Ki Ageng Pandu sambil menepuk bahu Cia.

"Baiklah Ayah" jawab Cia.

Cia langsung memeriksa kondisi pejabat muda tersebut. Setelah melakukan pemeriksaan yang teliti, Cia menyimpulkan bahwa penyakit yang diderita oleh pejabat muda itu adalah akibat dari racun yang masuk ke dalam tubuhnya.

Lemudian dengan penuh keyakinan, Cia meracik ramuan obat khusus dan dengan lembut merawat pejabat tersebut.

Dengan penuh harapan dan doa, Cia meminumkan ramuan tersebut kepada sang pejabat muda. Setelah beberapa hari, kondisi sang pejabat muda mulai membaik. Para tabib istana yang sebelumnya pesimis mulai terkesan dengan keahlian Cia.

Saat pertama kali pejabat muda tersebut membuka kelopak matanya dan tersadar, ia menanyakan Siapakah yang membantunya untuk sembuh kepada pelayan pribadinya.

"Siapakah yang membantuku untuk sembuh dari sakitku ini? Apakah penyebab sakitku diketahui?" itulah yang pertama kali ditanyakan oleh Raden Arya ketika ia baru sadar dari sakitnya.

"Yang menyembuhkan Raden adalah anak dari Ki Ageng Pandu salah satu tabib kerajaan kita, gadis tersebut bernama Ayu dan untuk penyebab Raden tidak sadarkan diri menurut Ayu Raden itu diakibatkan karena ada Racun yang masuk ke dalam tubuh Raden" pelayan pribadi Raden Arya menerangkan apa yang telah terjadi kepada Tuannya.

"Seingatku sebelum aku jatuh tidak sadarkan diri aku meminum sebuah minuman yang diberikan oleh Adipati Wira Kusuma. Tega sekali dia meracuniku, padahal aku sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri" Raden Arya menatap nanar ke depan.

"Jangan khawatir Raden. Kasus keracunan Raden telah diselidiki tim khusus yang diperintahkan oleh sang raja secara langsung. Dan Memang benar bahwa Adipati Wira Kusuma lah yang meracuni Raden. Sebagai hukumannya Adipati Wira Kusuma dicabut jabatannya dan diusir keluar dari Kerajaan Majapahit" terang pelayan pribadinya.

"Sudahlah mau bagaimana lagi semuanya sudah terjadi Semoga dengan hukuman tersebut Adipati Wira Kusuma belajar dari kesalahannya" harapan Raden Arya.

"Siapa tadi nama gadis yang mengobati ku? Ayu? Bisakah setelah aku pulih benar benar, kamu mengantarkanku untuk menemuinya karena aku ingin berterima kasih secara langsung" pinta Raden Arya.

"Tentu saja tuan, itu sudah menjadi tugas saya untuk melayani tuan" ujar pelayan tersebut.

....

Setelah beberapa hari perawatan, Raden Arya akhirnya pulih sepenuhnya. Ia sangat berterima kasih kepada Ayu alias Cia atas bantuan dan kesembuhannya.

Tidak lama kemudian, Raden Arya memutuskan untuk mengunjungi rumah Cia untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya secara langsung. Raden Arya terkesan oleh keahlian dan keberanian Cia dalam menghadapi situasi darurat tersebut.

Setibanya di kediaman Ki Ageng Pandu.

Tok...tok...tok...

Raden Arya pun mengetuk pintu utama kediaman tersebut.

Salah satu pelayan kemudian membukakan pintu tersebut. Melihat penampilan Raden Arya para pelayan tersebut sadar bahwa orang tersebut bukanlah orang sembarangan melainkan Abdi Dalem yang pasti adalah pejabat istana.

"Silahkan masuk Raden. Sebentar saya panggilkan Ki Ageng Pandu dulu" pelayan tersebut menyuruh Raden Arya untuk duduk dan pamit ke belakang untuk memanggil Ki Ageng Pandu.

Raden Arya disambut dengan hangat oleh Ki Ageng Pandu beserta sang istri Ni Sara.

"Ah, maaf karena sudah membuat Raden menunggu lama. Kalau boleh tahu Ada apa sampai Raden sudi menempuh perjalanan jauh untuk ke rumah kami ini?" Tanya Ki Ageng pandu Setelah tiba di hadapannya Raden Arya di ruang tamu kediaman tersebut dengan maksud menanyakan kedatangan Raden Arya.

"Saya datang ke sini karena ingin berterima kasih secara langsung kepada Putri Ki Sanak karena sudah mengobati dan menyembuhkan saya dari keracunan" Raden Arya menjelaskan maksud kedatangannya.

"Baiklah, sebentar ya saya panggilkan Ayu. Dia sepertinya sedang berada di ruang baca" ucap Ni Sara.

"Baiklah kalau begitu, saya akun menunggunya" balas Raden Arya.

Sembari menunggu Ayu alias Cia, Raden Arya dan Ki Ageng Pandu bercerita siangkat. Mereka berbagi cerita dan pengalaman, dan Raden Arya belajar banyak tentang kehidupan di luar istana.

Ketika Cia tiba di fuang tamu depan, tatapan mata merekapun bertemu.

"Bukan kah kamu gadis yang hendak dipukuli preman waktu itu di pasar?" Raden Arya yang pertama kali membuka suara dan menyadari bahwa ini bukanlah pertemuan pertama mereka. Mereka sebelumnya pernah bertemu di pasar ketika Raden Arya menolong Cia.

"Emm, Iya Raden benar. Itu saya" Cia membenarkan pertanyaan Raden Arya.

"Senang bisa bertemu kembali dengan mu dan terima kasih juga karena telah mau menolong dan mengobati ku sampai aku bisa sembuh seperti sekarang" Raden Arya menyampaikan rasa terima kasihnya dengan penuh ketulusan.

"Bukan hal besar Raden, itu sudah menjadi tugas saya membantu ayah dan saling tolong menolong sesama adalah tugas kita sebagai manusia" balas Cia pada ucapan terima kasih Raden Arya.

"Tapi bagi saya saya hal yang besar kenapa mushola menyelamatkan nyawa saya. Hal ini tidak akan pernah saya lupakan sumber hidup saya" tegas Raden Arya.

"Baiklah kalau begitu kami pamit ke belakang ya, Agar kalian lebih nyaman berbicara" Pamit Ki Ageng Pandu dan Ni Sara.

Mereka kemudian berbincang-bincang lebih ringan dengan satu sama lain. Walaupun ini baru pertemuan mereka yang ketiga, Emang pertama kali mereka mengobrol secara intens. Namun entah mengapa obrolan mereka terasa begitu nyaman dan akrab seolah mereka telah mengenal selama bertahun-tahun.

Ayu, seorang gadia yang enerjik, sedang bercerita tentang pengalamannya selama belajar tentang oengobatan tradisional. Raden Arya, seorang Abdi Dalem pejabat Kerajaan Majapahit yang penuh semangat, dengan antusias mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Cia. Mereka saling tertawa dan mengangguk setuju saat satu sama lain bercerita.

Saat cahaya matahari mulai redup, Cia dan dan Raden Arya sadar bahwa mereka telah berbincang selama berjam-jam tanpa terasa waktu berlalu. Mereka saling berpandangan, merasakan keakraban yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Destiny? (SELESAI)Where stories live. Discover now