5

22 1 0
                                    

"Enghh..." leguh Cia terbangun dari tidurnya.

Setelah merasa sulit sekali untuk tidur semalaman. Dia terbangun karena suara kokokan ayam, sepertinya sekarang sudah menunjukkan pukul enam pagi.

Dengan perasaan yang masih terganggu, Cia memutuskan untuk bangun dari tempat tidur. Dia merasa kantuk masih menghampirinya, tapi dia harus bangun. Cia menghirup udara pagi yang segar melalui jendela kamar. Langit masih gelap, tapi cahaya fajar sudah mulai terlihat di ufuk timur.

Kemudian Cia duduk di teras belakang kediaman Ki Ageng Pandu. Dia menghirup aromanya, membiarkan kehangatan kopi meresap ke dalam tubuhnya. Pikirannya mulai jernih. Dia memutuskan untuk menghabiskan pagi ini dengan berjalan-jalan di taman dekat rumahnya, mencoba melupakan kegelisahannya semalam dan menyambut hari yang baru.

Setelah merasa cukup, Cia memutuskan untuk kembali ke dalam rumah. Namun, setibanya di ruang memyambut tamu di rjmah ini Cia berpapasan dengan Ki Ageng Pandu yang baru saja tiba dari istana.

"Ayah, ayah sudah pulang? Kapan ayah tiba?"ujar Cia melihat kepulangan Ki Ageng Pandu.

"Ayah baru saja tiba" balas Ki Agang Pandu menimpali pertanyaan Cia.

Cia sebenarnya ingin menanyakan mengenai buku yang ia temukan kemarin di sebuah ruangan yang penuh buku tersebut. Namun, melihat gurat lelah yang terpancar di wajah Ki Ageng Pandu, Cia akhirnya mengurungkan pertanyaannya.

"Bagaimana di istana ayah? wajah Ayah terlihat lelah sekali? Apa Ayah tidak ingin beristirahat sebentar?" tanya Cia.

"Ada salah satu anggota istana yang sedang sakit beliau adalah keponakan sang raja. Hah sebenarnya perjalanan pulanglah yang menguras banyak tenaga karena jarak kediaman ini cukup jauh dengan istana sang sang raja" Ki Ageng Pandu berucap seraya menghela nafasnya.

"Ya sudah silahkan aya beristirahat saja" ujar Cia yang tidak ingin menambah kelelahan Ki Ageng Pandu.

"Baiklah, Nak. Terima kasih atas pengertianmu. Ayo, Ayah akan istirahat sebentar" pamit Ki Ageng Pandu kepada Cia untuk menuju kamarnya bersama Ni Sara Untuk beristirahat.

....

Setelah selesai makan siang seperti biasanya mereka akan menuju ke ruang depan untuk berbincang-bincang ringan usai makan.

"Ayah aku menemukan sebuah buku menarik di ruangan yang penuh dengan buku, ketika aku sedang mengitari rumah ini. Buku itu berjudul "Majapahit: Peradaban Agung Nusantara". Apa ayah tau mengenai Buku itu?" Cia akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada Ki Ageng Pandumengenai buku yang ia temukan kemarin.

"Ah, itu merupakan buku Peninggalan nenek moyang Ayah. Lain kali kamu tidak boleh ya sembarangan membacanya, karena buku itu kita anggap sebagai pusaka keramat peninggalan leluhur" jawab Ki Ageng Pandu dengan sedikit gurat terkejut yang tergambar di wajahnya.

"Hm, baiklah Ayah. Ayu juga minta maaf karena sudah lancang masuk sembarangan ke dalam ruangan tersebut dan membaca buku pusaka peninggalan leluhur tanpa seizin Ayah" ujar Cia meminta maaf, karena takut di marahi oleh Ki Ageng Pandu.

"Kamu sepertinya salah menangkap Maksud Ayah. Ayah tidak marah namun lain kali kamu jangan baca buku itu karena sebenarnya Ayah khawatir terjadi apa-apa kepadamu" ujar Ki Ageng Pandu dengan suara lembut menimpali perkataan Cia tersebut untuk meluruskan maksutnya.

"Tapi Ayu tetap boleh kan membaca di ruangan tersebut? Ayu suka membaca soalnya ayah" Ayu memohon berharap ia tetap bisa memiliki akses ruangan tersebut.

"Wah ternyata kamu anak yang cerdas ya, di zaman ini hanya sedikit yang bisa membaca dan menulis apalagi kaum perempuan. Pasti kamu adalah seorang bangsawan. Karena perempuan yang diajari membaca dan menulis biasanya adalah anak bangsawan" celetuk Ni Sara.

"Perempuan juga harus cerdas Ibu, tidak hanya laki-laki saja yang harus bisa membaca dan menulis. Karena perempuan nantinya pasti akan menjadi seorang Ibu. Seorang Ibu yang cerdas pasti akan melahirkan seorang anak yang cerdas pula" Cia mengucapkannya dengan penuh kesungguhan.

"Kangmas, lihatlah anakmu ini. Izinkan lah Ayu untuk tetap bisa membaca di ruangan baca" ujar Ni Sara medukung Ayu.

Tatapan Cia yang sebelumnya ke arah Ni Sara kini beralih menatap Ki Agrng pandu dengan penuh kemenangan karena kini Ni Sara sedang berada di pihaknya.

"Bagaimana Ayah? Bolehkan?" tanya Cia dengah senyum pongahnya.

"Hm baiklah, terserah padamu saja. Asalkan jangan menyuntuh buku-buku atau benda pusaka keramat peninggalan nenek moyang kita ya" persetujuan Ki Ageng Pandu yang di barengi dengan syaratnya juga

"Siap baik, laksanakan Ayah. Ayu janji yidak akan menyenyuh benda-benda pusaka keramat peninggalan leluhur" Cia langsung berdiri dari duduknya seraya memberi hormat dengan tangannya.

Ki Ageng pandu dan Ni Sara dibuat geleng-geleng kepala dengan tingkah Cia tersebut.

Di tengah-tengah obrolan itu, keluarga Ki Ageng Pandu juga menikmati camilan ringan yang sebelumnya sudah disiapkan oleh para Mbok.

"Eumm, enaknya kue ini, apa nama kue ini Bu?" tanya Cia yang baru oertama kali merasakannya.

"Ini kue apem. Kue ini terbuat dari adonan tepung beras yang difermentasi dengan ragi, kemudian dipanggang atau dikukus. Rasanya manis dan aroma kelapa parutnya sangat khas" terang Ni Sara.

"Ada juga kue talam. Kue ini terbuat dari campuran tepung beras, gula, santan, dan pewarna yang terbuat dari daun suji atau pandan. Biasanya memiliki dua lapisan, yang satu berwarna hijau dan yang satu putih. Rasanya manis dan lembut" lanjut Ni sara.

"Kalau yang ini namanya putu ayu. Kue ini terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan santan dan gula, kemudian dimasak dalam cetakan bulat dan diisi dengan gula merah yang sudah dicairkan. Setelah matang, kue ini disajikan dengan taburan kelapa parut. Rasanya manis dan teksturnya lembut" Ni sara menjelaskan satu per satu kue yang tersaji di hadapan mereka untuk menjawab rasa ingin tahu Cia yang besar.

Kemudian dilanjutkan dengan mereka berbagi cerita tentang apa yang terjadi dalam hidup mereka hari ini, berbagi tawa tentang kejadian lucu yang mereka alami, dan saling memberikan dukungan dan cinta satu sama lain.

Meskipun sederhana, momen-momen seperti ini adalah yang paling berharga bagi keluarga Ki Ageng Pandu yang sejak kehadiran di tengah-tengah keluarga mereka Cia menambah suasana menjadi lebih berwarna. Mereka menyadari bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kemampuan untuk menikmati kebersamaan dan berbagi cinta dengan orang-orang terkasih.


Destiny? (SELESAI)Where stories live. Discover now