|06| Hadirnya

21 3 0
                                    

Hai semuanya 👋👋👋

Selamat membaca

Jangan lupa VOTE, KOMEN, DAN FOLLOW AUTHORNYA YA;)


Jangan lupa VOTE, KOMEN, DAN FOLLOW AUTHORNYA YA;)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

CHAPTER VI
HADIRNYA

◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇

"Baik anak-anak. Sekarang duduk dengan teman sekelompok, lalu lanjutkan lukisan kalian kemarin!"

Di ruang penuh peralatan berbau seni seorang wanita muda berkemeja biru berdiri tegap di depan sembari melontarkan perintah kepada para murid. Segera saja remaja-remaja itu memanggil teman sekelompok untuk bersatu di satu meja. Sepanjang pergerakan si guru sesekali menegur agar tak menimbulkan kebisingan. Di satu sisi Ian memanggil Sadam dan Tedy untuk duduk di satu meja.

"Dam, mana lukisan kita kemarin? Kau kan yang bawa?" tanya Ian membersihkan meja, seolah memberi ruang. 

Tanpa bicara, Sadam mengangguk seraya meraih tas lalu mengeluarkan kertas karton putih berukuran sedang yang sudah digulung. Lelaki berpipi sedikit tembem itu melepas karet pengikat dan membiarkan kedua rekannya membantu membuka gulungan kertas. Kini, di meja mereka terpampang kertas putih bergambarkan sebuah pemandangan yang belum diwarnai.

"Tedy, pewarna sama kuas bawa, 'kan? Terus, Sadam, udah ngelukis bagian yang kita sepakati kemarin, 'kan?"

Tedy mengeluarkan dan meletakkan pewarna tersebut di samping kertas karton. Sedangkan Sadam mengangguk mengiyakan perkataan Ian. Seolah Ian lah yang menjadi mandor alias ketua dalam kelompok tersebut. Terbukti pula Ian segera memberi aba dan arahan kepada kedua temannya untuk melukis dan mewarnai. Lantas, kedua pemuda itu bergerak melakukan perintah sang mandor.

Tampak satu kelas tengah sibuk dengan aktivitas masing-masing. Si guru sesekali berkeliling memeriksa kerja para murid. Ikut pula memuji atau memberi saran maupun arahan. Namun, si guru tak lupa menegur kala kebisingan mulai merajalela.

Pada kelompok Ian, ketiga lelaki itu tampak fokus pada kegiatan masing-masing. Ada yang sibuk menambah ornamen maupun objek, ada pula sibuk memberi goresan warna serta hiasan lainnya.

Di sela-sela kegiatan mereka, Sadam sedikit meringis kala suara bisikan memanggil-manggil namanya. Semula ia tak peduli. Beranggapan bahwa suara tadi hanyalah angin lalu. Langsung ia kembali fokus bekerja.

Namun, suara itu kembali berdengung di telinga Sadam. Sontak pergerakan tangan Sadam melukis tiba-tiba terhenti. Tubuh lain pun diam di tempat bagaikan patung. Suara bisikan seakan memanggil membuatnya menoleh ke arah jendela. Ia juga mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Seketika dahi lelaki berompi hitam ini berkerut kala tak menemukan keberadaan suara. Hanya suara murid maupun guru yang memberi kritik dan pujian.

"Sadam! Kenapa? Cari apa?" Ian melambai-lambaikan tangan di depan muka Sadam.

"Akh, gak papa. Cuma mau nengok-nengok aja," kata Sadam tersenyum kikuk lalu melanjut tugasnya.

SIURUPANWhere stories live. Discover now