EM-DASH 8

789 134 38
                                    

Patriarki di kediaman Kartawinata merupakan hal serius. Terlepas dari fakta bahwa keturunan Vero Adrian Kartawinata kesemuanya berjenis kelamin laki-laki, tidak ada yang bisa mengelak rumor lain bahwa--katanya--Vero sangat mencintai putra-putranya. Tentu saja, Axel dan Akra.

Publik tidak tahu ada sosok lain di belakang para titan. Ada makhluk mungil di antara para lelaki yang dipandang tanpa cela itu. Sisi feminisme hanya ada pada Aileen, karena dia adalah satu-satunya wanita yang berhasil menduduki tahta di Kartawinata. Tapi itu dulu. Sebelum wanita itu meninggal. Tahtanya kosong.

Seutas benang membentuk simpul yang berbeda. Arah dari tali tetap satu tergantung ikatan. Ianya mengikat, membelit, sesuai apa yang diharapkan.

Meski terpotong, bagian-bagiannya bisa kembali terikat. Tahu maksudnya?

Bahwasanya sebuah hubungan yang berasal dari satu utas tidak akan berakhir dengan mudah. Masalahnya ada pada apakah tali itu akan bercerai berai atau tidak. Tali berasal dari benang yang tergabung menjadi satu. Untaian benangnya yang lepas membuat tali pun ikut rusak. Meski tetap bisa mengikat, apa yang sudah hancur tidak akan bisa diperbaiki lagi.

Hubungan darah.

Sama maknanya.

Kartawinata memang rusak.

|SAKIT |

"Cantik," bisik Vero sambil mengelus pipi Aksara yang pucat.

Anaknya yang satu itu masih tak sadarkan diri, terlihat seperti tidur pulas di atas kasur. Vero menarik tubuh itu mendekat, memeluknya lebih erat. Dalam dekapannya yang posesif, Aksara sangat kecil untuk Vero. Tetapi nyaman.

"Kamu indah," kata Vero, lagi.

"Pada akhirnya makhluk kecil seperti kamu memang rapuh."

Vero menghela napas panjang. Dadanya begitu lega. Seakan sesuatu yang memenuhi rongganya sejak belakangan hari mendadak sirna.

"Lihat? Kamu tidak berdaya," Vero tertawa setelah mengatakannya.

Sudah sejak kemarin sore saat Vero mendorong Aksara ke kolam renang. Membuat anak itu tenggelam, dan sampai pagi ini, belum ada tanda-tanda Aksara akan bangun. Tubuhnya masih sesekali menggigil, namun demikian suhu tubuhnya mulai naik. Pelukan terbukti sangat membantu. Vero suka melakukannya.

Hangat.

Atau panas? Demam tidak akan bisa membunuh Vero, namun demikian panas tubuhnya memberi sengatan pada Aksara. Anak itu melenguh dalam tidurnya.

"Teruslah seperti ini," gumam Vero sembari memejamkan mata.

Tak lama kemudian, dia tertidur. Pelukannya mengerat seiring waktu, mengiringi deru napas Aksara yang teratur. Masih terlalu pagi untuk bangun, kalau bagi Vero sendiri; malah seharusnya dia mendekam saja di kamar seharian. Toh Aksara bersamanya.

Tidak bisa!

Angan-angan Vero yang ingin bermalas-malasan di kamarnya, berbaring di sebelah Aksara yang masih tak sadarkan diri, ternyata harus pupus saat si anak yang dia dekap mulai menggeliat tak nyaman. Vero lebih suka Aksara yang pulas--tidur atau pingsan terserah--asalkan tenang. Bukan Aksara yang saat ini tengah menatapnya waspada. Memang apa yang salah dari Vero? Kenapa tatapan Aksara gusar seperti itu?

EM-DASHWhere stories live. Discover now