EM-DASH 10

799 153 36
                                    

"Kalo masih sakit, nginep di apartemen gue mau? Biar ada yang ngurus. Gue nggak tenang kalo lo tinggal di sini di saat kondisi lo lagi sakit gini."

"Setuju. Belum pasti ada yang beneran ngurus lo dengan baik. Lo bisa pilih salah satu dari kami, Sa."

Apa ini? Bahkan El yang es batu saja bisa selembut ini.

"Jangan, Sa! Ikut Bang Dewa aja, ya? Abang udah janji mau bawa anak baru buat Mama soalnya."

"Anjir! Bisa-bisanya lo, Wa!"

"Kok malah lo yang bawain anak baru bukannya minta dibikinin?"

"See? Gue lahir dari sperma Pak Wira. Dengan modelan begini, gue nggak bisa bayangin seberapa frustasi nyokap gue kalo dapet fotokopian Papa lagi," respons Dewa, dagunya terangkat tinggi.

"Si anying! Omongannya..."

"Abang punya anak anjing."

"El curang! Nggak usah bawa-bawa anjing ya, nying!"

"Lupa gue. Kan lo sendiri anjingnya."

Dari lima orang yang tengah berdebat, ada satu anak di antara mereka yang linglung. Menatap mereka dengan bingung.

| AKSARA |

Jam menunjukkan pukul tujuh malam saat kediaman Kartawinata yang ramai oleh kunjungan bujang (daun muda), mendadak ketambahan tamu.

"Tante Alice?" gumam Aksara.

Pandangannya yang berkunang-kunang membuatnya harus berusaha keras memastikan siapa yang berkunjung. Dua orang perempuan beda generasi melangkah dari pintu utama, aura keduanya begitu anggun dan mewah. Pahatan wajah yang begitu mirip satu sama lain membuat mereka bak visual kembar beraura mahal. Tapi tetap saja, bagi lima remaja yang duduk mengerubungi Aksara seperti semut menemukan gula; Aksara jauh lebih mengagumkan.

"Aksa kenapa kepalanya diperban?" tanya perempuan yang lebih muda. Wajahnya dipoles natural dengan ekspresi polos. Dilihat dari usianya, dia terlihat lebih tua dari Aksara, tetapi tingkah kekanakannya sangat dipaksakan. Zeus dan Kris bisa merasakannya.

"Aksa bikin ulah lagi ya, Mah?" tanya perempuan yang sama. Dan lagi, dia jelas-jelas bertanya pada sosok sang ibu yang juga baru datang.

"Amina," tegur sang ibu dengan nada lembut. "Jangan gitu, Sayang. Nanti dia ngadu lagi yang bukan-bukan."

Atmosfer memberat. Bisa dipastikan, lima cowok dengan tampang surgawi di sekeliling Aksara langsung siaga.

"Ini temen-temen Bang Akra, ya? Halo, aku Amina," ujar perempuan itu. "Aku sepupunya Bang Akra."

Hening.

Suasana dingin seketika.

Seharusnya gadis itu sadar kalau ucapannya tidak ada yang menggubris. Lalu diam atau apa. Tetapi tidak. Dengan tidak tahu malu, dia menatap Aksara. Tatapan meremehkan yang dibenci Aksara.

"Aksa, nggak baik loh gangguin temen-temen Bang Akra," tegurnya, mendayu-dayu. "Kamu jangan duduk di situ. Kayak nggak tahu diri. Anak tukang kebun kan nggak seharusnya duduk di situ. Iya kan, Mah?"

Tangan Zeus mengepal erat. Dia tidak bisa dibodohi. Meskipun Akra memang mengenalkan Aksara sebagai anak tukang kebun kepada teman-temannya, Zeus sudah lebih dulu mencari tahu identitas asli Aksara. Anak itu masih menjadi bagian dari Kartawinata. Dia versi malaikatnya.

EM-DASHWhere stories live. Discover now