EM-DASH 9

869 149 54
                                    

"Akra cuman nahan tangan Aksa, tapi Aksa kelihatan kaget. Akra nggak suka sama reaksinya."

"Lo jijik disentuh gue, hah?!" teriak Akra, kesetanan.

Aksara mengelak karena terkejut, tetapi Akra salah paham.

Terbata-bata, Aksara mencoba meluruskan. "Bu--bukan gitu... Aksa nggak jijik. Aksa kaget tiba-tiba disentuh dari belakang."

"Tapi lo nolak gue, brengsek!"

"Hah?"

Akra tertegun. Dia menyadari juga kalimat yang ia gunakan sedikit melenceng dari apa yang ada di kepalanya. Script di otaknya buyar.

"Akra berani sumpah nggak ada niatan ngapa-ngapain Aksa. Akra cuman..." Tidak lantas melanjutkan ucapannya, Akra malah menunduk dalam-dalam. "Wajah Aksa pucat, jadi Akra mau tanya kondisinya. Dia kayak orang sakit."

"Lo sakit?"

"Huh?"

Akra berdecak. Aksara lemot sekali. Bikin kesal.

Tapi sejujurnya...

"Tumben perhatian," komentar Aksara dengan senyum tertahan.

Akra melongo. Adiknya ini naif sekali, astaga! Ditanya begitu nangkapnya perhatian. Mungkin kalau Akra mengajaknya makan bersama, Aksara akan berpikir dia bisa mendekatkan diri sebagai adik yang sesungguhnya. Mungkin saja.

... sejujurnya Akra tidak benar-benar kesal.

Vero dan Axel saling pandang barang sejenak. Mereka melihat Akra yang menunduk. Tetapi jelas tidak melihat semburat merah di pipi si tengah itu.

"Terus kenapa Aksa bisa terguling di tangga?"

Akra mendekat selangkah. Jarak terkikis. Aksara berdiri di tangga tepat di bawah Akra, anak itu mendongak. Pancaran matanya yang lugu sukses membuat darah Akra berdesir.

Bisa jadi Akra ingin memeluk sang adik.

Bisa jadi... mengecek suhu badannya, mengomentari wajah pucatnya, lalu merawatnya kalau-kalau Aksara sakit.

Tetapi yang terjadi, Akra mendorong kening Aksara dengan gerakan merendahkan.

"Gue berharap lo sakit parah biar nggak ada lagi orang caper di rumah ini."

Hal terakhir yang Akra ingat adalah tatapan terluka di mata Aksara. Hati Akra terasa dihujam belati berkarat. Mencabik-cabik perasaannya. Dia tidak menyadari perbuatannya selama ini.

| OBSESI |

Akra memegang bahu Aksara, menunduk. Menyejajarkan wajahnya.

"Lo tahu kenapa ular dibilang mematikan?"

Aksara mematung melihat Akra menyeringai begitu merampungkan ucapannya.

"Karena orang jarang membenarkan bahwa ular itu sebenernya menggoda."

"Ma--maksudnya...?"

"Karena cuman beberapa orang yang sadar kalo ular itu menarik."

Aksara tidak paham. Dia dibuat bingung. Sedangkan Akra hanya tersenyum culas melihat keterdiaman si kecil.

Akra lantas menahan kepala Aksara, jarinya terangkat, mengelus bibir bawah sang adik. Sensasi lembut dari bibir sang adik membuat Akra merinding untuk sesaat.

EM-DASHKde žijí příběhy. Začni objevovat