EM-DASH 14

840 140 34
                                    

"Coba ngaku aja kalo kamu sakit, pasti nggak bakalan kena tampar sama tendang," ejek Amina.

"Coba Amina dengerin omongan Amina sendiri. Aksa udah mau muntah soalnya," balas Aksara, sinis.

Amina mengepalkan tangannya sembari menghunuskan tatapan setajam pedang ke arah Aksara. Sorot mata yang kejam. Terlihat sesadis apa pikirannya melalui tampilan di netra bulat yang biasa berbinar polos itu.

"Selain kaki, punggung kamu sakit juga, ya?"

Lagi, ejekan itu yang terdengar.

Aksara tak ambil pusing. Dia berniat melanjutkan langkahnya hendak mengambil air minum. Tetapi dia urungkan kala mendengar ucapan Amina selanjutnya.

"Hati-hati, Sa. Takutnya bekas jahitan di punggung kamu yang kena. Nggak lucu kalo dari bekas itu keluar darah kayak pas Barata berkorban buat kamu."

"Apa?"

Amina memasang wajah seolah terkejut. Yang jelas pura-pura terkejut. "Kamu bahkan nggak tahu siapa Barata? Jahatnya~"

"Barata siapa?"

Aksara tidak mendapatkan jawaban untuk pertanyaan itu.

| MIMPI |

Topik mengenai Barata menjadi beban pikiran Aksara sampai keesokan paginya. Dia bimbang. Siapa Barata? Kenapa dia berkorban? Maksudnya berkorban apa? Apa kaitannya dengan Aksara?

Itulah yang membuatnya melamun sampai di dapur. Bi Galuh sudah sedari tadi memanggil namanya untuk segera sarapan, tetapi Aksara tidak mendengarkan. Akhirnya dengan gemas, Bi Galuh bergerak mencubit pipi tembam Aksara sampai membuatnya mengaduh. Otomatis menyadarkannya dari lamunan. Menyadari tatapan lugu si kecil yang tampak bengong, Bi Galuh tidak bisa untuk tidak mengelus rambut Aksara dengan pelan dan penuh kasih sayang.

"Apa alasan Bibi kenapa bisa tulus banget ke Aksa? Itu atas amanah Mommy atau apa?"

"Katanya cinta nggak butuh alasan."

"Eh?"

Bi Galuh tertawa. "Bibi jawabnya dengan gaya atuh," katanya.

Kali ini giliran Aksara yang tertawa.

"Sudah sudah, waktunya sarapan. Aksa mau makan apa?"

"Bi, Aksa mimpi. Bibi mau dengerin nggak?"

Bi Galuh berkacak pinggang. "Duduk dulu, makan."

"Iya," Aksara menurut, dia mendudukkan diri di atas kursi yang bahkan lebih tinggi dari bokongnya. Ia tengah berusaha naik dengan susah payah ketika tiba-tiba seseorang mengangkat tubuhnya, membantunya untuk duduk. Begitu menoleh ke belakang, ada Axel di sana. Masih dengan memegangi ketiak Aksara kala usai membantu sang adik. Membantu?

"Makasih," ucap Aksara, singkat dan jelas.

Axel hanya berdehem. Reaksi macam apa tadi? Kenapa Aksara memberi respons yang seperti itu?

"Tuan Axel mau makan apa?" tanya Bi Galuh, terlampau formal seperti biasa. Hanya kepada Aksara, Bi Galuh benar-benar bersikap apa adanya. Kalau marah, ya marah. Kalau menegur, ya secukupnya. Bi Galuh perlu bersikap munafik di depan para Kartawinata yang lain kecuali Aksara. Wanita itu tulus pada si kecil yang tak dianggap.

"Buatkan kopi, Bi," kata Axel sambil mengambil posisi duduk di seberang Aksara.

"Baik, Tuan."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EM-DASHWhere stories live. Discover now