EM-DASH 13

1K 148 30
                                    

Dalam beberapa kasus, Aksara masih dibuat bingung mengenai keluarganya. Sebesar apapun dia mengambil langkah, meski terlihat tidak peduli, sebenarnya Vero dan yang lain ternyata menuntutnya agar kembali. Meski diacuhkan, kadang-kadang mereka membatasi gerak Aksara.

Mau mereka ini bagaimana?

Kebetulan, semenjak bersahabat dengan Zeus, Aksara jadi terdorong untuk mengatakan apa yang dia suka atau apa yang tidak dia sukai. Belakangan ini, Aksara tahu persis dia mulai mengamalkannya. Kalau tidak suka, dia akan jujur. Kalau ingin membangkang, Aksara mewujudkannya.

Tetapi nyatanya...

... kebetulan-kebetulan kecil itu lebih dari sekadar kebetulan. Bisa jadi berupa keberuntungan. Bisa jadi sebuah jebakan. Bagi Aksara; bertemu Zeus sekaligus berguru padanya soal omongan pedas mungkin sebuah kebetulan. Tetapi lain lagi bagi Zeus. Mana ada sebuah kebetulan di saat dia sendiri sengaja tidak naik kelas karena melihat Aksara!

| PARENTING CLASS |

"Lo masih pucat," komentar Zeus Pradipta Yaksa saat mendapati Aksara sudah duduk manis di bangkunya.

"Kenapa nggak istirahat dulu di rumah?"

Zeus jujur perihal dia bosan ke sekolah karena tidak ada Aksara. Tapi kalau Aksara memaksakan diri untuk berangkat walau masih sakit, Zeus langsung geram. Dia ingin Aksara lebih mementingkan diri sendiri dulu. Masalah belajar--bagi Zeus bisa diletakkan di list kesekian, kok!

"Aksa nggak punya rumah, Kak."

Astaga!

Jawaban anak ini...

Zeus gemas. Dia langsung duduk di bangkunya, di sebelah Aksara. Tangannya yang kekar mengangkat tubuh si kecil dan didudukannya ke atas paha dengan posisi menyamping. Aksara memekik tertahan saat tubuhnya beralih ke pangkuan Zeus alih-alih tetap tegak di atas kursi.

"Kangen," rengek Zeus.

Dia berkali-kali mencium pipi si kecil. Zeus pernah membaca kalimat bahwa mencium sahabat sendiri itu pahala. Zeus jadi suka melakukannya.

"Absen dua hari doang, kok," Aksara mengelak saat Zeus kembali membubuhkan ciuman ke pipinya, disertai gigitan cap taring khas cowok berandalan itu.

"Sakit, Kak," gerutu Aksara. "Giginya nancap..."

Zeus menghentikan aksinya. "Sakit?"

"Iyalah! Sakit!"

"Kenapa nggak nangis?"

"Apa?"

"Bercanda," balas Zeus, menyeringai.

Apa nada suara Zeus cocok dibilang bercanda? Tidak. Tidak ada bagian wajah dari Zeus yang mengekspresikan sebuah candaan.

"Perbannya dilepas?" tanya Zeus, lembut. Dengan hati-hati, tangannya menyingkirkan anak rambut di dahi Aksara yang menutupi pandangan anak itu, Zeus menyampirkannya dengan perlahan namun teratur. Tidak hanya itu, jarinya juga sesekali membuat gerakan elusan samar di dahi si kecil yang terlihat mengerut.

"Iya."

"Siapa yang lakuin?"

"Aksa sendiri," jawab Aksara.

EM-DASHWhere stories live. Discover now