16.1

2.3K 256 23
                                    

"Keliatannya lo mumet banget."

Adam yang tengah tertunduk lesu, lantas melirik ke arah lawan bicaranya. Dia hanya tersenyum simpul, seolah mengatakan "gue baik." Padahal pikirannya sedang muter kesana kesini.

"Gak usah bohong deh. Gue tau lo! Ya.. meskipun kita gak sering bareng kan?"

Adam menegakkan tubuhnya. Menghadap lawan bicaranya. Ingin berteriak lebay karena kemumetannya dengan masalah Alsa yang ikut menyeretnya dengan paksa. Tapi, Adam masih punya urat malu di depan kawannya ini. Cukup dengan embusan napas kasar ceritanya mengalir begitu saja.

"Gue dipaksa. DIPAKSA OK?! sama temen gue sekaligus tetangga gue yang sayangnya lagi sekelas sama gue dan sayangnya lagi dia itu rada miring gak tau lahh. Mau gak bantu, kasihan. Mau bantu tapi.. gue puyeng sendirian."

Lawan bicaranya tertawa. Lucu melihat Adam yang terlihat tersiksa. Terlebih ceritanya itu tetap terlihat lebay bagi lawan bicaranya.

"Emang disuruh bantu apa sampe lo keliatan semumet ini?"

"Kalau lo jadi gue pasti ikutan mumet!!"

Lawan bicaranya mengernyit. Jelas bingung. Yang ada dalam benaknya adalah misi rahasia yang sulit dipecahkan oleh Adam yang notabennya memang bukan mata-mata. Tapi memangnya separah itu?

"Apaan emang? Misi rahasia? Mau kirim bom atau gimana?"

"Masa gue disuruh cari diarynya yang ilang. Mana gue gak tau wujudnya kek mana." Kesalnya. Adam kini mirip kembang api yang meletup-letup. Panas tapi sayang untuk dilewatkan. Karena ekspresinya lucu, bahkan terlalu lebay untuk ukuran cowok.

"Astaga!! Yang minta tolong cewek?! Gue kira sohib kita juga."

"Bukan!! Btw lo bisa bantu gue gak?"

Lawan bicaranya sedikit terkejut dengan ujung pembicaraannya kali ini. Ada rasa kasihan pada Adam, tapi dia sadar diri bahwa dirinya juga punya kesibukan lain. Tapi untuk sohibnya yang malang ini tak apa.

Anggukan menjadi jawabannya. Adam lantas bertos ria dengan senyum mengembang. Merasa senang sendiri karenanya.

***

"Di mana buku kau hilang?"

"Kalau saya tahu, saya bisa cari sendiri lah!" Calon pengguna jasa mata-mata itu merasa kesal karena pertanyaan yang sungguh basi untuk dijawab.

"Ih kau ini! Cakap lah betul-betul!!" Rekan mata-mata berkepala plontos itu ikut kesal dengan pertanyaan rekannya yang tidak berguna. Kaca mata hitamnya ia turunkan ke pucuk hidung. Matanya memerhatikan calon pengguna jasanya.

"Kapan terakhir kali kau nampak buku itu?"

Calon pengguna jasa lantas mengingat kembali.

"Masa itu ..."

Adam yang menonton serial Upin&Ipin itu lantas berpikir. Apa iya harus mengikuti trik si kembar plontos itu untuk menyelesaikan misi?

Melihat adik kecilnya yang khusyuk menonton, Adam berusaha mengganggu. Menoel-noel pipi adiknya yang tembam.

Merasa terganggu, Riri lantas mendelik kesal ke arah Adam.

"Bangadam ngapain sih?!"

Adam meringis. Merutuk, kenapa adiknya segalak ini terhadapnya? Memangnya salah menoel-noel pipi tembam itu? Dasar cewek.

"Ri. Misi upin ipin pernah gagal gak?"

Riri hanya mengernyit bingung menanggapi pertanyaan abangnya yang dirasa aneh.

"Ngapain abang tanya gitu? Abang fans berat upin ipin?"

"Hilih!! Ya gak lah. Jawab aja Ri!"

Riri mengingat-ngingat kembali episode upin ipin yang rasanya terus diulang-ulang tanpa ada episode baru. Rasanya Riri sampai hapal keseluruhan dan selalu bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Entah kena pukul Kak ros atau sendalnya hilang dicuri rembo atau yang lain lah banyak.

"Upin ipin pernah gagal bang. Waktu nyari uangnya atok yang gambar pohon pisang."

Adam yang bingung lantas mengangkat alisnya.

"Soalnya uangnya di atok. Gak hilang."

"Ohh! Bodoh ya Ri!"

"Kayak abang." Jawab Riri dalam hati.

"Kalau abang jadi kayak upin-ipin, misi abang berhasil gak Ri?" Tanyanya lagi dengan ekspresi yang aneh menurut pandangan Riri.

Dia hanya melongo mendengar pertanyaan abangnya yang lagi-lagi aneh.

"Abang mau cari apa emang? Lagian abang, upin ipin dipercaya. Dia kan animasi doang bang. Gak usah dicontoh-contoh juga!"

"Tau lah. Abang gabut dek!"

"Maaf bang. Gak nanya!!"

Riri meninggalkan Adam begitu saja. Takut-takut dipukul dengan bantal sofa yang sayangnya cukup keras. Sementara Adam masih menimang-nimang pemikiran konyolnya yang terinspirasi upin ipin itu.

"Coba dulu lah siapa tau bisa ketemu kan?"

***

"Alsa!!" Panggilnya dengan suara standar. Tanpa berteriak kencang, karena posisinya sekarang berada di balkon kamar Alsa seperti malam kemarin.

"Alsa?!"

Alsa yang mendengar teriakan itu lantas turun ke bawah melihat siapa orang yang hendak bertamu malam-malam begini?

Diteras rumah kosong tidak ada siapapun, sementara panggilan masih saja terdengar ditelinga.

Merasa dipermainkan, Alsa mencoba tidak peduli dengan kembali ke kamar. Bukan ketenangan yang ditemukan, sosok Adam yang berdiri dengan hoodie hitam malah mengagetkannya di pintu balkon.

"Heh!! Adam ngapain kesini?! Untung gak ada Ibu."

"Duduk!"

Bukan Alsa yang meminta, tapi Adam yang sekarang berposisi sebagai tamu. Terbalik memang, tapi Alsa menurut saja.

"Kapan terakhir kali lo lihat diary punya lo sa?"

Alsa mengernyit sebentar. Mengingat kembali terakhir kali dia menulis.

"Kayaknya .... waktu tahun baru 2016. Mungkin?"

"Lah?! Gimana gue mau cari sa?! Udah 2 tahun lebih 3 bulan ini! Susah dong carinya."

Alsa menyengir tanpa dosa. Menggaruk kulit kepalanya yang berketombe sedikit.

"Haha maaf. Tapi bisa kan? Harus bisa!! Intinya bukunya warna kuning."

"Iya! Percuma gue niru upin ipin tapi gak nemuin petunjuk sama sekali!!"

***

"Tahun baru. Kali ini rasanya berbeda. Dia pergi. Sukses membuat aku sekaligus ibu merasa sepi, dan tanpa sadar, karenanya, aku juga ibu mengubah jati diri. Sebesar itu memang efeknya. Yang jelas aku berharap semua yang terjadi ke depan akan baik-baik saja. Lebih baik dari tahun menyakitkan ini."

2016
B.A.

Dia menutup bab terakhir tulisan tangan itu. Mengetahui alasan kuat perubahan sosok penulis itu. Ingin rasanya mengembalikan buku yang entah milik siapa. Yang ia tahu hanya inisial B.A. yang entah bermaksud apa.

"Baca apaan?"

Dia terhenyak sebentar. Menutup buku itu spontan. Mendelik ke arah lawan bicaranya.

"Bukan apa-apa. Kenapa?"

***

Segini aja dulu. Sisanya buat part selanjutnya😆

Btw. Buat part selanjutnya harus lebih dari 200 readers ya dan 100 komen kalo bisa. Spam gak apa. Yang penting melebihi batas ketentuan

Itu kalau kalian penasaran sama kelanjutannya.

Bye-bye.
Love 😚

Introvert?Where stories live. Discover now