[3]-Arah yang berlawanan

270 60 71
                                    

Ustad Fahrurrozie tersenyum mendapati dua orang yang ditunggunya muncul dari balik pintu ruangannya.

Terlihat cucu laki-lakinya, Fathan, datang dengan wajah masam. Dan Qeela yang mengekor di belakang Fathan dengan wajah menunduk sepenuhnya.

"Assalamualaikum." suara Qeela menyapa begitu mereka berdua sudah masuk.

"Waalaikumsalam." Ustad Fahrur menggelengkan kepalanya. Hanya Qeela saja yang mengucap salam sementara Fathan hanya cuek dan enggan mengeluarkan suaranya.

"Duduk!" Perintah Ustad Fahrur.

"Kenapa lagi, Kek?" Fathan langsung bertanya sebelum ia menjatuhkan tubuhnya pada kursi.

Fathan bukan orang yang senang berbasa-basi. Jadi ia langsung bertanya inti perihal Kakeknya memanggilnya ke ruangan ini.

"Duduk dulu." Ustad Fahrur dengan baik hati mengarahkan Fathan untuk duduk. Di sini ada Qeela jadi tidak mungkin ia bersikap keras pada Cucunya di depan Qeela.

"Kakek senang kalian berdua datang bersama." Ustad Fahrur melirik Qeela. Fathan mengikuti arah pandang Kakeknya.

"Maksudnya, Kek?" Fathan mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Ini , yang di samping kamu, Aqeel. Calon istrimu." papar Ustad Fahrur.

Detik itu juga Fathan dan Qeela sama-sama membulatkan mata mereka.

Qeela mengangkat wajah, reaksi terkejutnya membuat ia sempat beradu pandang dengan Fathan.

"Dia?!" pekik mereka bersamaan.

Ustad Fahrur terkekeh. "Iya. Aqeel ini Fathan. Dan Fathan ini Aqeel." terang Ustad Fahrur.

"Kalian berdua harus berkenalan lebih dulu sebelum rencana khitbah dilaksanakan."

"Khitbah—mmmpppp,"

"Ssstt ...."

Fathan, Qeela dan Ustad Fahrur menengok ke arah pintu masuk. Sepertinya di luar sana ada orang yang menguping pembicaraan mereka.

"Siapa itu?"

"Miiiiauuww ...."

Qeela mengernyitkan dahinya.

"Jangan mengelak. Jika saya tahu siapa kamu, jangan harap mendapat hukuman yang ringan karena bertindak tidak sopan!" sahut Ustad Fahrur. Benar saja, mereka bertiga mendengar gerak gerumusuh di balik pintu ruangan. Hanya berselang dua menit kerusuhan itu pun menghilang. Orang-orang di balik pintu sudah pergi.

"Kek, demi kepatuhan aku sama Kakek. Tolong, kali ini aja, aku menolak dengan sepenuh hati untuk khitbah ini. Kami ngga saling kenal. Dan aku ngga mau menikahi perempuan yang ngga aku sukai. Ini bukan lagi zaman dulu yang membudayakan perjodohan. Aku bisa memilih pasangan sendiri!" cercah Fathan. Habis-habisan mencoba lepas dari perintah Kakek dan kedua orang tuanya. Namun Ustad Fahrur merespon ucapan Fathan dengan gelengan kepala.

"Tidak bisa. Kakek melepas kamu di Jakarta, bersama kedua orang tua kamu. Dengan Harapan kamu bisa menjaga diri baik-baik di sana. Nyatanya? Kamu banyak membuat onar. Kakek tidak terima kalau kamu menolak. Kesempatan itu sudah Kakek beri di awal waktu, bukan?" sanggah Ustad Fahrur.

"Tapi Kek—"

"Nah, Aqeel, bagaimana dengan kamu? Kamu siap menerima khitbah ini?" Ustad Fahrur mengabaikan keluhan Fathan kini ia menatap Qeela. Menunggu jawaban dari perempuan itu.

Fathan menggelengkan kepalanya saat melihat kepala Qeela secara perlahan mengangguk dengan entengnya. Tanpa merasa bersalah, tanpa merasa terintimidasi dengan tatapan tajam yang diberikan Fathan untuknya.

Twins (Who Are You?)✔Where stories live. Discover now