[9]-Rantai yang terpasang kembali

148 14 23
                                    

Jakarta.

Qeela menghirup oksigen dengan rakus saat ia turun dari dalam mobil Fathan. Ia sangat rindu dengan rumahnya. Perjalanan yang menghabiskan waktu 1 jam di pesawat dan 2 jam perjalanan bandara hingga ke rumahnya membuat ia sedikit lelah. Tak lama, Qeela mendengar bunyi 'bugh' dari arah yang berlawanan. Itu suara Fathan yang barusan membanting pintu mobil.

Kepala Fathan melengok ke arahnya sambil mengedik dagu ke arah bagasi. "Keluarin barang-barang lo!" katanya. Dengan suara khas orang bangun tidur. Fathan memang tidur selama di perjalanan. Untung saja laki-laki itu tidak mencuri perhatian dengan pura-pura menjatuhkan kepala pada bahu Qeela selama di perjalanan. Karena setiap kepala Fathan akan jatuh, Qeela lebih dulu merepet ke sisi pintu mobil. Dan berakhir, dengan kepala Fathan yang membentur kursi mobil.Tidak ada hal lain selain, tawa keras Qeela dan gerutuan marah Fathan setelahnya.

"Lo nggak ada niat ambilin barang-barang gue?" Bibir Qeela mengerucut.

"Lo kan punya tangan," timpal Fathan. Fathan berjalan ke arah depan. Menghampiri spion mobil, lalu menyugar rambutnya sambil tersenyum miring. "Untung jidat gue nggak lecet," gumam Fathan di sela aktivitasnya.

"Koper Non Aqeel yang mana?"

Samar-samar Fathan mendengar suara Joheng. Fathan memutar tubuhnya 90 derajat. Benar saja. Joheng datang untuk membantu Qeela. Fathan menggeleng seraya berkacak pinggang. "Lo gak usah baik sama anak ini, Jo. Lo belum tau ya kalau dia nyebelin!" celetuk Fathan.

Qeela memelototinya. "Pak Joheng, saya sangat berterima kasih kalau Bapak mau membantu saya. Nanti saya kasih hadiah deh buat Bapak!" bujuk Qeela disertai senyuman manisnya.

Joheng jadi malu-malu kucing. Ia berdeham sambil menggaruk pipi. "Padahal saya nggak minta lho Non, hehe ... maaf ya Fathan. Saya ngikut Non Aqeel. Saya teh pengen jadi orang baik." Dengan semangat 86 Joheng berlari ke arah bagasi, dibukanya dengan hati-hati lalu menoleh lagi. "Saya lupa, koper Non Aqeel yang mana?"

"Yang warna cokelat Pak," sahut Qeela.

Fathan menganga tak percaya. Joheng baru saja menolak titah majikannya. Supir pribadinya lebih berempati pada Qeela. Lihat sekarang, Qeela memeletkan lidahnya pada Fathan. Fathan berdecak. "Sekalian yang gue juga Jo!"

Qeela tertawa begitu Pak Joheng mengibas telunjuknya pada Fathan. "Saya bisa dimarahin sama Nyonya. Punyanya Mas Fathan diambil sendiri aja ya." setelah mengatakan kalimat yang bagi Fathan amat menyebalkan itu, Joheng segera membopong koper milik Qeela ke dalam rumah.

Qeela tertawa lebih keras. "Ambil sendiri Mas ... hahaha." Qeela berlalu meninggalkan Fathan untuk masuk ke dalam rumahnya.

Fathan menggertakkan gigi. Sudah berapakali hari ini perempuan itu menertawainya. Ditambah sikap Joheng yang tidak memihak padanya. Dengan malas Fathan turun tangan sendiri untuk mengambil kopernya. Mengaduk isi koper tersebut untuk mencari powerbank. Karena bagaimanapun, ia harus mengabari teman dekatnya. Bahwa ia sudah kembali. Kembali pada habitat awalnya. Dan mungkin, Fathan akan meminta bantuan temannya untuk mencari pengganti Qeela selama 12 hari ke depan.

***

Mbok Wawi—asisten rumah—Qeela yang baru, menaruh beberapa cemilan dan minuman di atas meja ruang tamu yang terbilang ramai.

Gelak tawa Bunda Qeela dan Bunda Fathan terus menguar selama sesi pertemuan dua keluarga itu berlangsung. Ayah Qeela yang sibuk bekerja sengaja mengambil cuti begitu juga dengan Ayah Fathan. Beliau sangat ingin mengetahui wajah menantu perempuannya. Hingga Qeela merasa kini ia sangat menyerupai Aqeel. Menjadi lembut dan penurut.

"Aqeel ini anak satu-satunya?" tanya Ayah Fathan.

"Hahaha bukan ... sebenarnya kami memiliki dua anak perempuan. Yang satunya sedang kuliah di Eropa," jawab Ayah Qeela.

Twins (Who Are You?)✔Where stories live. Discover now