[12]-Sedia atau Tidak sedia

150 15 43
                                    

Qeela mencuci tangan di wastafel. Ia izin pada Bundanya dan juga Bunda Fathan. Acara pemilihan baju pengantin sudah selesai namun kedua wanita itu memaksa ingin makan siang terlebih dahulu sebelum mereka berpisah.

"Ini gawat."

Qeela terhenyak. Begitu sebuah suara mengagetkannya dari arah samping. Qeela mendengus saat tahu bahwa pemilik suara itu adalah Fathan. "Jantung gue, lo mau tanggung jawab kalau jantung gue copot?!" sembur Qeela. Qeela menarik selembar tisyu untuk mengeringkan tangannya.

"Kalau jantung lo copot kita nggak jadi nikah, kan?" tanya Fathan. Enteng. Wajah polosnya mengerjap saat ia mulai membasuhnya dengan air.

Qeela memicing marah. "Nyebelin banget sih."

"Jadi gimana?"

"Apanya?" Qeela membetulkan pin yang ia kenakan.

Kedua tangan Fathan bertumpu di sisi wastafel. Tatapannya mengarah pada Qeela di balik cermin besar yang berada di hadapannya. "Lo udah dapet pengganti gue?" tanya Fathan dengan ragu.

Qeela tertawa kecil. "Udah dong. Pengganti lo lebih baik sama perempuan. Dia nggak kasar dan nggak nyebelin." Di akhir kalimatnya Qeela memeletkan lidah.

Fathan terbatuk. "Oh, hahaha. Bagus. Kalau gitu kita bisa cepat selesaiin ini." Fathan menutup kran saluran air yang semula menyala.

Qeela mengangguk. "Mm. Lo sendiri? Gimana?" Kini Qeela yang setengah penasaran. Meski kakinya semenjak 2 menit yang lalu bergetar hebat. Qeela berbohong. Apa yang dikatakannya tidak benar. Ia belum mendapat pengganti Fathan. Acara reuninya yang semalam berakhir dengan penyesalan.

"Nggak. Gue belum dapet pengganti lo," ucap Fathan.

Qeela mengangkat sebelah alisnya. "Serius?"

"Kayaknya nggak ada yang bisa gantiin lo," tambah Fathan.

Bola mata Qeela membesar mendengar pengakuan tersebut. "Fathan ...." Suara Qeela terdengar sumbang.

"Kalau nggak ada yang gantiin lo. Kita nikah aja Qeela." Fathan tersenyum. Jenis senyuman yang biasa ia tebarkan pada perempuan. Dan objeknya saat ini adalah Qeela.

Qeela terdiam sambil memandang Fathan.

"Satu minggu setelah nikah gue bakal ceraiin lo." Fathan terkekeh.

Qeela mencebik dengan bibir menipis sebal. Setelah mengatakan itu Fathan berlalu meninggalkan Qeela. Qeela merutuk dirinya. Memukul kepalanya dengan kepalan tangan. "Bodoh banget ... Qeel! Sadar-sadar ... dia itu Fathan. Orang yang paling nyebelin!"

Fathan kembali duduk di kursinya. Sempat melempar senyum saat matanya berpas-pasan dengan Bunda Qeela.

"Kamu perhatian banget Fathan," ucap Bunda Qeela.

"Ya, Tante?" Fathan tidak mengerti arah pembicaraan Bunda Qeela.

Bunda Fathan menyikut lengan anaknya. "Ngaku aja, habis susulin calon istri kan?"

Fathan meringis, ia paksakan untuk tersenyum. Namun tidak bersuara untuk mengatakan ya atau tidak. "Bund aku ... izin pulang duluan." Fathan meminta restu Bundanya yang asyik tertawa dengan Bunda Qeela.

Kepalanya menoleh. "Lho? Kenapa? kamu mau ke mana?"

"Rico." Fathan menyipitkan matanya. Ia merapatkan kedua tangannya dengan wajah memelas berharap mendapat izin dari Bundanya.

"Hh ... jangan pulang malam ya?!"

"Siap Bunda!"

***

Twins (Who Are You?)✔Where stories live. Discover now