[13]-Undo or Redo?

190 14 38
                                    

Selamat menikmati, alur yang baru saja kamu buat.

Alur yang mengalir membawa beberapa kejadian dan ketidak tahuan beberapa orang yang seharusnya tidak pantas untuk dibohongi. Jika bisa memilih, apakah harus me-reset ulang waktu agar semua bisa kembali seperti sedia kala?

Agar semua kembali pada tempatnya.

Agar ia dan wajah identik yang lain tidak perlu bertukar tempat.

Agar ia tidak menjadi orang lain.

Agar ia bisa mendapat kebebasan yang selama ini ia dambakan.

Dan yang paling penting , agar rasa menyesal tidak menghinggapinya.

Dua jam yang lalu, Qeela mendapat kabar mengenai kedatangan Aqeel di bandara Soekarno-Hatta. Qeela dengan cemas berdiri di depan pagar rumahnya. Menunggu sosok itu muncul. Ia tidak akan membiarkan Aqeel masuk begitu saja ke dalam rumah. Mungkin butuh waktu yang lama untuk membincangkan plan kedua yang ia susun.

Kedua orang tuanya menghadiri pernikahan rekan kerja sehingga di rumah ini hanya ada dirinya dan asisten rumah.

Saat sebuah taksi berhenti 2 meter dari tempatnya berdiri, jantung Qeela nyaris limbun. Qeela menggigiti jari telunjuknya.

Detik-detik terbukanya pintu taksi seolah menjadi tontonan yang menegangkan. Qeela tidak mengalihkan pandangannya barang sedetik pun. Sampai ia bisa melihat sosoknya sendiri setelah orang itu benar-benar keluar.

"I hope you lucky, Sir!"

BRAK!

Taksi itu melesat pergi setelah mendapat jatahnya.

Qeela sangat yakin ini bukan mimpi. Senyum ramah khas Kakaknya—yang tidak bisa ia tiru sampai sekarang—terpampang dengan jelas. Ketika kepala berbalut khimar itu menoleh padanya, Qeela segera melambai tangan. "Kak Aqeel!"

***

"Mahasiswi semester 1 itu pulang ke negaranya." Gulam membetulkan letak kacamatanya. Di tengah keramaian area sekitar kampus, ia duduk di dalam caffe bersama asisten dosen yang hari ini mengajar di kelasnya, Fitrah. Laki-laki itu mengenalkan dirinya saat perkenalan di kelas.

"Mm, kenapa mendadak? Bukankah libur panjang masih lama?" tanya Fitrah.

Gulam menyeruput ice jeruknya. "Ya, seharusnya. Tapi kelompok kami lebih dulu mendapat izin."

"Bagaimana, maksud saya ... bagaimana bisa?" tanya Fitrah sedikit gelagapan.

Gulam berdeham. "Kami ... membuat karya ilmiah yang diapresiasi para dosen." Meski awalnya Gulam merasa tidak perlu menceritakan hal ini, namun karena asisten dosen itu bertanya Gulam tidak punya pilihan lain untuk menjawabnya dengan jujur.

Kepala Fitrah mengangguk berirama. Kemudian ia bertanya lagi, "Hanya Aqeel yang pulang ke negara asalnya?"

"Tidak. Ada beberapa yang memilih tetap di sini. 3 hari lagi saya juga akan kembali ke negara saya." Gulam memainkan sedotan selagi menunggu respon Fitrah selanjutnya.

"Sampai kapan Aqeel pulang? Apa dia akan kembali lagi ke sini?" Kembali Fitrah mengajukan pertanyaan. Suaranya yang seperti orang cemas karena—ditinggal pergi—itu mendapat pandangan curiga dari Gulam.

"Saya tidak tahu, Pak. Tapi satu hal yang pasti, Aqeel akan kembali. Ini baru satu semester. Masih ada tujuh semester lain yang harus Aqeel hadapi. Termasuk saya." tutup Gulam.

Fitrah mengangguk sambil tersenyum getir. "Kamu benar."

"Tapi ngomong-ngomong, Bapak mengenal teman saya?" Gulam mengangkat sebelah alisnya.

Twins (Who Are You?)✔Where stories live. Discover now