[11]-Semakin tidak baik untuk ditunda

137 12 83
                                    

Aqeel meninggalkan Fitrah di ruang tengah, menuju ruang kecil bernama 'perpustaaan pribadi' ini. Biarkan si pemilik rumah mengisi perutnya yang malang itu. Dengan masakan Aqeel yang ala kadar bahannya.

Aqeel berjalan mendekati rak buku setinggi kepalanya. Rak berbentuk madu itu berdiri menempel pada dinding. Setiap segi lima-nya terisi oleh bermacam-macam buku. Aqeel melewati buku-buku sains, teknologi, filsafat. Hingga tangan kanannya berhenti menelusur di rak bertuliskan 'moslem.'

Aqeel berhenti melangkah. Fokusnya meneliti setiap judul di bagian pinggir buku. "Miracle of Islam." Mulut kecil Aqeel menggumamkan salah satu buku. Tangannya menggapai buku lain, ber-cover biru muda. Buku berjudul, 'Tasawuf Modern' menjadi pilihannya. Aqeel berjalan untuk duduk di salah satu sofa. Sofa ini cukup panjang. Aqeel melirik ke arah depan. Pintu sudah tertutup. Semoga saja Fitrah masih betah dengan makan malamnya. Mengingat hanya dirinya yang berada di ruang ini, Aqeel tidak ragu untuk menjulurkan kakinya ke atas sofa. Mengatur posisi duduk senyaman mungkin untuk mulai membaca buku pilihannya. "Semua orang menginginkan ketenangan dan kebahagiaan. Dengan tasawuf, hidup kita akan tenang serta teduh. Jauh dari dunia yang gelap gulita. Dekat dengan Allah SWT karena menjalani hidup berdasar Nabi Muhammad SAW." Aqeel membaca salah satu testimoni di bagian belakang buku.

"Jadi kamu di sini?"

Suara yang tiba-tiba muncul membuat Aqeel terkejut bukan main. Aqeel langsung menurunkan kedua kakinya dari atas sofa. Duduk terjaga sambil memeluk bukunya.

"Maaf, aku mengganggu?" Fitrah melangkah lebih dalam.

"Kamu udah makan?"Aqeel balik bertanya.

Fitrah duduk di sofa yang berhadapan dengan Aqeel. "Semua makanannya sudah masuk di perut," ucap Fitrah sesekali menepuk perut datarnya. "Apa yang kamu baca?" Fitrah melirik buku yang dipeluk oleh Aqeel.

"Tasawuf." Aqeel menunjukkan cover buku tersebut.

Fitrah membuka setengah mulut sembari menunjuk buku yang dipegang Aqeel. "Oh, itu harusnya sudah aku buang."

Aqeel mengernyit. "Buang?"

Fitrah mengangguk tanpa aba-aba ia merebut buku tersebut dari Aqeel. "Kamu udah baca?" tanya Fitrah kini laki-laki itu membolak-balik buku tersebut.

"Belum. Kembalikan!" Aqeel berusaha mengambilnya kembali namun Fitrah menjauhkan buku itu dari jangkauan Aqeel.

"Kenapa?" Aqeel setengah kesal. Pasalnya Fitrah tidak memberikan buku tersebut.

"Kamu harus ber-IQ tinggi untuk memahami buku ini," cetus Fitrah.

Aqeel tertawa. "Kamu pikir, aku se-mengalir air yang ikut terbawa arus?" Aqeel melipat tangannya di depan dada. Tidak sadar kalau kosa katanya menjadi lebih santai saat berbicara dengan Fitrah.

Fitrah mengulum senyum. "Aku hanya khawatir, karena biasanya perempuan lebih menggunakan perasaan. Bukan Akal."

"Sayangnya, aku bukan perempuan seperti apa yang kamu pikir. aku tahu, sangat tahu. Kita tidak boleh mengikuti sesuatu tanpa ilmu pengetahuan atau tanpa pertanggung jawaban. Benar?" Aqeel terlalu baik hati kalau menunggu jeda kecengoan Fitrah karena ucapannya. Kini dengan sangat mudah buku itu bisa ia dapatkan kembali.

"Sebaiknya kamu nggak menyentuh setiap halaman lembar buku itu," cegah Fitrah.

"Jelaskan kenapa?" Aqeel mengacungkan buku itu tinggi-tinggi supaya Fitrah tidak merebut kembali darinya.

"Pemikirannya menarik, tapi isinya tidak sepenuhnya benar." Fitrah tidak mau menjelaskan terlalu panjang lebar. Ia duduk kembali. Di posisi pertama sebelum mengambil buku tersebut dari Aqeel.

Twins (Who Are You?)✔Where stories live. Discover now