Chapter 3

2.2K 112 12
                                    

Kamu, Sari dan Indah diajak bidan Yuyun kerumah bu Warsih. Kamu pergi sangat pagi sekali, ketika matahari baru saja muncul dan embun baru saja menguap. Dalam waktu sebulan kewajiban bidan yang biasanya bertugas dikampung-kampung bukan saja membantu persalinan, tapi biasanya juga ikut merawat bayi, mulai dari memandikan sampai memilihkan makanan untuk si ibu yang baru melahirkan. Apalagi untuk pasangan muda yang belum pernah memiliki anak, biasanya seorang bidan dengan telaten memberikan bimbingan mulai dari segala hal tentang mengurus bayi dan menjaga kondisi fisik si ibu paska melahirkan.

Ketika sampai dirumah bu Warsih, Kamu disambut dengan suara tangisan bayi. Bidan Yuyun langsung mengambil alih si bayi, sedangkan Kamu mencoba beradaptasi dengan mencuri pandang mengamati setiap sudut ruangan.

Kamu melihat lima orang anak yang sedang tertidur pulas beralaskan kasur tipis diruang tengah. Usia mereka tidak terlalu jauh, yang paling besar mungkin sekitar 12 tahun dan yang paling kecil mungkin 3 tahunan.

Tidak terlalu banyak ruangan dirumah Bu warsih, hanya ada ruang tengah, ruang tamu dan satu kamar. Kamu juga memperhatikan sebuah pintu yang kemudian terbuka , dimana Kamu melihat suami bu Warsih keluar, rupanya ruangan itu berupa dapur dengan lantai tanah, cukup besar jika dibandingkan kamar dimana tempat bu Warsih terbaring dengan bayinya.

Bu Warsih sedikit berteriak meminta suaminya untuk menyiapkan air hangat untuk memandikan bayi. Bu Warsih memang tidak terlalu banyak bergerak, dia hanya terbaring lemas diatas kasur, Bidan Yuyun meminta Sari dan Indah untuk membantu bu Warsih mengganti kain yang dililitkan ke perutnya. Dikampung jika seorang wanita baru saja selesai melahirkan biasanya dia akan dililitkan kain diperutnya, katanya itu dilakukan untuk mencegah peranakan atau rahim agar tidak turun, mengenai kebenarannya menurut medis, tidak tahu. tapi dikota, wanita yang melahirkan sudah jarang atau bahkan tidak ada yang melakukannya.

Kamu diminta bidan Yuyun untuk menyiapkan air untuk mandi bayi. Kamu pergi ke dapur untuk mengambil alih tugas suami bu Warsih.

"Nama saya Dewi pak, saya mahasiswi yang sedang membantu bidan Yuyun." Kata Kamu memperkenalkan diri.

"Saya Rahman."

Kamu memperhatikan bahwa pak Rahman suami bu Warsih ini tampak datar saja ketika memperkenalkan diri. Sangat aneh untuk ukuran orang yang baru saja mempunyai bayi, pikir Kamu. Tidak tampak antusias dan rona bahagia tidak terpancar diwajahnya.

Air didalam panci mulai mengeluarkan asap, pak Rahman memasukan kayu baru kedalam tungku, api semakin besar. Tidak begitu lama terdengar suara kendaraan dari arah pintu belakang.

"Nanti airnya tolong dituang ya mba, embernya ada sebelah sana. Saya mau berangkat kerja dulu." Kata pak Rahman sambil beranjak dari duduknya, dia pergi mengenakan baju lengan panjang, mengenakan topi dan sepatu karet. Dipinggangnya sebuah golok terikat. setelah mengambil kantong kain yang tergantung dipintu belakang dia pergi, tanpa mengucapkan salam apalagi pamit pada istrinya yang ada didalam rumah.

Ketika pintu belakang sedikit terbuka, kamu melihat sebuah mobil truk membawa rombongan pria. Ada yang terlihat masih muda, tapi kebanyakan usianya sepantaran dengan pak Rahman.

Kamu duduk diatas bangku, mengatur kayu didalam tungku agar api tidak padam. Terasa hangat sekarang, karena saat jalan kaki dari rumah bidan Yuyun kabut masih menyelimuti yang membuat wajah kamu terasa beku.

Air didalam panci mulai mengeluarkan bunyi, buih-buih kecil mulai meletup-letup. Kamu berdiri, berjalan menuju rak tempat perabotan dapur terletak semua disana. Kamu melihat baskom merah terutup daun pisang, Kamu pikir mungkin itu tempat untuk memandikan bayi. Saat kamu mengangkat daun pisangnya, Kamu melihat seonggok daging, masih merah dan segar. Hidung Kamu dengan cepat mencium bau amis, yang membuat Kamu memalingkan wajah dan merasa mual. Bukan Cuma karena baunya, tapi karena kamu tahu itu adalah ari-ari bayi yang membuat Kamu merasa jiji.

SARANGKALAWhere stories live. Discover now