Chapter 8

1.6K 100 9
                                    

Sesampainya dirumah bu Warsih, sudah ada tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki, mereka semua adalah tetangga bu Warsih, katanya tadi sore lebih banyak lagi, namun satu persatu pulang untuk beristirahat karena besok harus bekerja. Kelima tetangga bu Warsih inipun bukannya besok tidak ada kerjaan, mereka hanya merasa iba.

Suami bu Warsih masih tidak ada dirumah, setelah pertengkaran tadi pagi rupanya belum pulang. Kata salah satu tetangganya ketika bidan Yuyun bertanya, suami bu Warsih hilang entah kemana, tadi pagi pun dia tidak datang ke tempat kerja.

"Barangkali dirumah orang tuanya pak ?" Lanjut bu bidan Yuyun.

"Tidak ada yang tahu rumah orang tuanya, si Rahman kan pendatang di kampung ini bu."

Bu warsih tampak sedang tertidur pulas berkat obat yang diberikan ketika kami sedang berbincang. Anak-anak bu warsih pun tampak sudah lelap. Walaupun waktu baru menunjukan jam 8 malam, tapi warga desa disini biasanya memang sudah beristirahat ditempat tidur, bukan karena harus bangun dini hari untuk menyiapkan saur, dibulan-bulan biasa pun waktu tidur warga desa dimulai setelah menunaikan adzan isya. Mungkin ada beberapa warga yang masih bangun untuk menonton televisi tapi itupun tidak lebih dari jam 9 malam, kata salah satu tetangga bu warsih menjelaskan kepada Kamu ketika bertanya kenapa keadaan kampung begitu sepi padahal malam belum larut.

Sari dan indah sudah tampak menguap, mereka berdua kelelahan setelah berjalan, Sari tampak sudah melupakan kejadian mengerikan tadi saat di perjalanan. Bidan yuyun masih melanjutkan obrolan, walapun para ibu-ibu yang diajak ngobrol ini pun sudah tampak ngantuk karena matanya tampak kelelahan dan berusaha untuk tetap terjaga. Namun rasa kantuk masih belum mendatangimu. Bayang-bayang makhluk misterius itu masih menempel dikepalamu.

Ketika malam sudah semakin larut, dan para pria sudah pergi dari rumah bu Warsih. Sedangkan kedua orang tetangga bu Warsih sudah tidur, hanya tinggal bidan yuyun dan seorang lagi yang masih melanjutkan obrolan, kamu tidak terlalu memperhatikan topik obrolan mereka.

Udara dingin mulai terasa, kamu tidak membawa selimut, tubuh Kamu hanya dibalut kain batik yang tipis. Udara yang masuk dari celah-celah dinding bilik bambu terasa sampai ke tulang. Entah kenapa udara itu membuat bulu kuduk mu merinding. Mata tidak bisa teralihkan dari jendela kaca yang persis ada didepan wajah kamu, kamu kebagian tidur didekat pintu.

Kamu melihat jendela kaca itu tertutup kain gorden, namun tidak semuanya tertutup rapih, ada bagian celah karena kain gordennya tidak cukup lebar. Sehingga kamu bisa melihat dengan jelas keluar. Tidak ada pemandangan apapun kecuali pantulan sinar lampu dari rumah teras tetangga disebrang sana.

Kamu mencoba memejamkan mata, tapi terasa sangat sulit, godaaan untuk melihat keluar selalu saja menggelitik didalam hati. Takut tapi ingin, entah kenapa kamu selalu merasa ada yang mengawasi dari balik jendela kaca itu. Untunglah suara bidan yuyun yang sedang berbincang menjadi sedikit obat, sehingga kamu bisa melawan rasa penasaran kamu.

Kamu membuka mata, memperhatikan keluar jendela. Dari pantulan cahaya teras disebarang jalan sana, samar-samar kamu melihat sesosok tubuh. Tidak terlihat jelas, hanya bayangan hitam yang berada persis disebarang jalan. Tapi jika melihat dari perawakannya, sosok itu mirip dengan makhluk yang kamu lihat tadi dijalan.

Kamu terhenyak, kaget dengan cepat bangun dan duduk. Nafasmu tiba-tiba saja terasa berat. Bidan yuyun yang berada didepan kamu merasa kaget dan langsung mengucapkan istigfar.

"Kenapa ?"

Untuk sesaat kamu bingung harus menjelaskan apa, kamu tidak tahu harus berbicara apa. Antara masih kaget dengan apa yang kamu lihat dengan cara menyusun kalimat untuk memberitahu bidan yuyun.

"Kamu mimpi buruk ?" belum sempat kamu menajawab, bidan yuyun kembali bertanya.

"Makanya kalau mau tidur itu berdoa dulu neng." Kata tetangga bu warsih yang sedari tadi berbiancang dengan bidan yuyun.

SARANGKALAWhere stories live. Discover now