Chapter 7

2K 107 8
                                    

Selepas adzan isya, Kamu, Sari, Indah dan bidan Yuyun berangkat menuju rumah bu Warsih. Mereka akan menginap disana, bidan Yuyun merasa khawatir dengan keluarga bu Warsih setelah kejadian tadi siang. Sebagai Bidan dia merasa bertanggung jawab untuk keselamatan bu Warsih dan si bayi, walaupun pertengkaran tadi pagi dan kondisi bu Warsih sekarang, diluar kendali profesinya.

Bidan Yuyun sudah bisa melihat gejala-gejala stress paska melahirkan saat melihat perubahan sikap ketika bu Warsih hamil dan sesudah melahirkan. Dia yang mengira itu akan hilang dengan sendirinya seiring waktu berjalan, tampaknya ada faktor dari luar yang membuat gejala itu terdorong semakin kuat kemudian bu Warsih hilang kendali.

Kondisi bu Warsih saat tadi sore sepeninggalan Kamu, masih memprihatinkan. Walaupun sudah tenang, tapi dia masih belum bisa diajak berinteraksi. Bu Warsih masih menunjukan ekspresi datar, matanya melihat dengan tatapan kosong dan setiap kali diajak berbicara dia tidak menjawab dengan kata-kata maupun anggukan. Dia tidak mau makan dan minum, tapi untung bu bidan memberikan infus sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan.

"Kondisi paska melahirkan memang rentan stress, apalagi ini jelas-jelas ada pemicunya."

'Tapi bukan kah baby blues hanya menyerang wanita yang hamil anak pertamanya saja bu ?" Tanya Sari.

"Tidak selalu, stress kan bukan masalah kehamilan ke berapa. Tapi kondisi psikologinya." Jawab bidan Yuyun.

"Bu kenapa kita harus menginap disana. kenapa tidak bu Warsihnya dan bayinya saja yang menginap dipuskesmas." Tanya Indah yang tiba-tiba mengganti topik pembicaraan.

"Kasian. Dipuskesmas sempit. Belum lagi ranjangnya kan cuma satu. Bayinya dan anak-anak bu Warsih yang lain nanti tidur dimana."

Indah tidak membantah lagi. Sepanjang perjalanan matanya selalu melirik kanan dan kiri untuk melihat semak belukar, sesekali dia juga melihat kebelakang untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengikutinya. Tangannya pun tidak lepas daritadi memegang baju Sari.

"Tenang saja, aku ketemu hantu bukan dijalan ini kok." Kata kamu iseng kepada Indah, yang kemudian disusul tawa bu Bidan dan Sari.

Tubuhmu masih merasa lemas, mungkin dari efek obat penenang yang tadi siang diberikan bu bidan. setelah melihat kejadian yang mengerikan itu, kepalamu merasa sedikit pusing dan tubuhmu merasa lemas. Kamu hampir saja pingsan dan tidak bisa mengendalikan pikiran-pikiran buruk yang mulai menyerang. Setelah minum obat dan tidur membuat kondisimu jauh lebih baik, seperti sekarang.

"Kalian ini loh, sudah jalan rame-rame seperti ini saja masih merasa takut. Dulu ibu pulang dari rumah pasien tengah malam berani-berani saja, ya sedikit merasa takut dan ngeri sih tapi tidak separah kalian."

"Kok kalian sih bu, mereka berdua saja mungkin, saya kan pemberani." Jawab Sari tidak mau dituduh sebagai rombongan penakut.

Bidan Yuyun tertawa.

"Memang ibu belum pernah bertemu hantu ?"

"Ketemu hantu ? coba ibu pikir-pikir dulu."

"Pernah sepertinya. Kejadiannya saat ibu pertama kali datang ke desa ini, ibu lupa lagi persisnya. Saat itu ibu baru pulang dari rumah pasien yang melahirkan, sekitar jam 11 malam. Ibu berani pulang karena menganggap masih sore, karena terbiasa dikota jam segitu masih ramai tidak se sepi kampung ini. dulu motor hanya dimiliki beberapa warga saja, masih termasuk barang mewah, profesi ojek belum seramai sekarang. Ibu memutuskan pulang sendirian, ibu berani karena dikampung tidak seberbahaya dikota. kalau wanita jalan sendirian, Tidak ada jambret atau penculik. Kalaupun ada , itu maling, maling ternak atau isi rumah."

Bidan Yuyun menarik kerudungnya kebelakang yang mulai menutupi wajah.

"Memang ibu tidak ada yang mengantar ?"

SARANGKALADonde viven las historias. Descúbrelo ahora