Retired

14 2 0
                                    

"buat apa pak Hitman kemarin mengacam akan menghentikan aktivitasku? Tapi sekarang dia sendiri yang menjatuhkan namaku. Jadi buat apalagi aku ada di BT25. Jika seperti ini aku akan mengganggu aktivitas teman-temanku yang lain" tambahku.

Aku bisa menangkap wajah kaget kak David dan kak Sena.

"Fin, jangan ambil keputusan saat keadaan seperti ini. Tenangkan dulu fikiranmu" ucap kak Sena.

"pak Hitman bilang, jika kamu bertingkah gara-gara rumor ini, dia akan bikin rumor yang lebih parah lagi. Tolong jangan lakukan ini. Aku tidak mau melihat pak Hitman melakukan hal yang lebih nekat kepadamu" ucap kak David yang sudah merendahkan nada bicaranya.

Benar kata kak David, jika aku tidak mengikuti sekenario pak Hitman, beliau akan memberikan aku drama yang lebih kejam lagi. Dia bisa berbuat apa saja yang dia mau. Untuk menjatuhkan ku, aku rasa itu hal yang sangat mudah untuk beliau. Lalu apa yang harus aku perbuat sekarang. Apakah aku harus terus bertahan di BT25 atau aku harus memutuskan untuk hengkang. Lalu bagaimana jika aku keluar dari BT25, aku tidak akan mendapatkan penghasilan lagi, Jeni sebentar lagi akan masuk bangku kuliah, biaya kuliah tidaklah murah. Baiklah aku tidak akan cepat mengambil keputusan. Aku yakin ke enam teman-temanku yang lain, masih membutuhkan ku. Aku tidak mau mengecewakan mereka.

Aku merasa obrolanku dengan kak David dan kak Sena sudah cukup, setelah itu aku keluar dari ruangan dan menuju kekamar mandi. Rasanya aku ingin meluapkan segala kesedihanku dikamar mandi. Aku tidak mungkin menangis didepan timku. Aku tidak ingin terlihat lemah. Saat aku keluar dari ruangan, aku merasa jika ada seseorang yang mengikutiku dari belakang, tapi aku tidak memperdulikannya, aku hanya ingin bergegas kekamar mandi untuk meluapkan semua air yang sudah tidak bisa dibendung lagi oleh kedua mataku.

---

Aku masuk disalah satu bilik kamar mandi. Saat itulah semua air mataku dapat keluar. Ingin rasanya aku keluar dari industri musik yang licik ini. Aku membunyikan kran air kamar mandi agar suara tangisanku tidak terdengar dari luar.

"dreeeet.... dreeeettt..." suara dering ponselku yang ada di kantong jaketku. Tertulis nama Bima dilayarnya.

"Bima, kenapa telepon aku?" pikirku dalam hati. Aku pun mengangkatnya.

"hallo Bim, kenapa?" tanyaku.

"dimana?"

"ada di....."aku segera mematikan kran kamar mandi sebelum melanjutkan bicaraku. "lagi di toserba ada sesuatu yang harus aku beli" jawabku berbohong.

"yaudah buruan balik salon, anak-anak udah selesai semua ini"

"oke" jawabku yang kemudian menutup ponselku.

Keluar dari bilik, langkahku terhenti di depan cermin yang ada kamar mandi. Aku mencuci wajah agar orang lain tidak bisa membaca wajahku yang baru saja menangis. Saat aku mencipratkan air kewajahku, aku mendengar ada seseorang yang membuka pintu kamar mandi. Aku tidak tahu dan tidak peduli siapa orang yang masuk. Anehnya orang itu tidak langsung masuk kedalam bilik kamar mandi, namun terhenti tepat disampingku.

"katanya lagi di toserba?" tanya orang tersebut.

Aku mendengar suara yang tidak asing ditelingaku. Aku pun mematikan kran washtufle, dan mengangkat kepalaku.

"Bima" ucapku kaget.

"kenapa bohong?" tanyanya.

"maksudnya ini aku dari kamar mandi mau ketoserba dulu" ucapku yang kemudian melangkahkan kakiku, namun aku berasa ada tangan yang menahanku untuk tidak pergi dari kamar mandi.

"aku gak sengeja dengerin semua obrolan kalian tadi" ucap Bima.

"obrolan apa?" tanyaku yang mulai panik. Aku tidak mau Bima tahu semuanya.

"kita bisa nanggung masalah ini bareng-bareng. Jangan sembunyi dan menanggunya sendirian" ucapnya. "aku denger semuanya Fin, kamu udah gak bisa mengelak lagi" lanjutnya.

Aku menundukan wajahku dan lagi-lagi aku tidak bisa menahan jatuhnya air dimataku.

"nangis sekenceng-kencengnya Fin, sampe kamu bener-bener lega. Cerita sama aku kalo kamu punya masalah. Sebenernya kamu anggep aku apa, kenapa masih ada rahasia antara kita. Aku udah anggep kamu kayak keluarga aku sediri. Aku sakit, aku seneng, aku sedih, temen-temen BT25 yang jadi orang pertama yang tahu dan peduli sama aku. Kenapa kamu gak terus terang sama aku soal pertemuan kamu sama pak Hitman di Eropa. Padahal aku udah berulang kali tanya sama kamu. Kenapa aku terus tanya sama kamu, karna aku peduli Fin sama kamu. Inget, kamu itu bagian dari keluarga aku" ucap Bima.

Aku masih larut dalam tangisanku. Bima memegang pundaku, seolah dia siap menjadi sandaran ku disaat aku sedih.

"aku mohon jangan tinggalin kita. BT25 bukan apa-apa tanpa kamu, aku siap jadi tempat curhatmu, aku siap bantuin semua masalahmu, aku siap jadi guru tarimu, aku siap jadi apa aja buat kamu Fin" lanjutnya.

Aku masih larut dalam tangisanku saat Bima mengeluarkan nasehat-nasehatnya untukku.

"Bim, aku mohon banget, jangan dulu cerita ini sama yang lain. Aku gak mau mereka ikut terbebani sama masalah ini" ucapku.

"gak Fin, mereka harus tahu, kamu gak harus bebani diri kamu sendiri" ucap Bima.

"aku mohon. Buat kali ini aja, aku janji bakal cerita kemereka kalo aku udah siap. Biarin mereka fokus sama comeback kita dulu" pinta ku sembari menggenggam tangan Bima.

Bima hanya terdiam dan tidak mengiyakan permohonan ku. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu yang ada di kantung jaketnya.

"nih kacamata hitam, pake aja. Biar mereka gak liat mata kamu yang sembab" ucapnya sembari menyerahkan kacamata hitam kepadaku.

Aku pun mengiyakan tawaran Bima untuk memakai kacamatanya. Usai dari salon, kami akan melakukan pemotretan untuk iklan salah satu produk sepatu ternama.

Setibanya di tempat pemotretan kami segera menempatkan diri untuk berganti pakaian dan berdandan. Sama seperti sebelumnya, Jo masih tidak banyak bicara. Begitu juga aku. Aku lebih banyak diam, dan hanya berbicara jika Bima bertanya sesuatu kepadaku.

Usai semuanya siap, aku mendekat kearah Bima dan bertanya,

"mataku masih kelihatan sembab?"

Bima kemudian memandangku dengan tatapan yang tajam. Ia kemudian menggelengkan kepalanya dan berkata "makeup artisnya pinter juga nutupin matamu yang sembab". Tanpa menjawab aku mulai berjalan untuk menempatkan diri di tirai pemotretan, kali ini giliran fotografer mengambil gambarku. Aku mengeluarkan gaya dan senyumku semaksimal mungkin, meskipun hati dan pikiranku sedang tidak karuan, aku tetap harus prefesional dalam bekerja. Usai selesai giliranku, kini Jo bersiap untuk melakukan sesi pemotretan. Aku melihat semua gerak-geriknya dalam bergaya, dia nampak tampan dari sisi manapun. Ia juga nampak masih bisa tersenyum walau aku tau, ia sedang tidak baik-baik saja. Aku ingin segera menyelesaikan masalahku dengan Jo, agar hubungan dengannya segera membaik.

Reva, kenapa dia belum juga menghubungiku? Mengapa dia masih diam saja melihat berita bohong itu tersebar? 

PERSONAWhere stories live. Discover now