Bab IX

288 35 10
                                    

Budayakan menekan 🌟 sebelum membaca dan komen dengan menekan kolam 💬 setelah membaca

Happy reading~

****

   Mata anak berambut hitam pekat itu perlahan terbuka menampilkan mata biru malam mempesona, umurnya tak lebih bekisar 9 tahun tapi aura yang dibawanya tak biasa, wajahnya tampan mempesona namun terlihat dingin tak tersentuh.

"Ayo Alan, masa segini doang? Yang lebih lagi dong! Opa belum capek nih, kayak gini kamu lemah!" seru seorang pria bermata biru es dengan rambut hitam sambil tersenyum remeh pada anak tadi, Alan.

   Alan terengah-engah, badannya dipenuhi peluh keringat, gambar macan kumbang dan naga menempel di dekat bahunya, terkesan menakutkan tapi yakinlah itu bukan tato atau apapun itu, itu tanda lahirnya, aneh? Memang aneh, namun perubahan besar akan terlihat dari anak itu.

"Ayolah Baren, cukup kau tak lihat dia sudah lelah, tubuh tuamupun tak dapat menahan ini, kau bisa mati nantinya," ucap pria berambut hitam dengan mata emas yang memutar matanya malas.

"Sembarangan kalau ngomong! Aku masih muda!" ucap pria sebelumnya, Baren yang menatap kesal pada pria tadi Abra.

"Cukup boy, kau ingin ikut dengan kami?" tanya pria berambut coklat dengan mata serupa sambil memberi sebotol minum pada Alan, Raka.

"Kalian ingin pergi kerumah Elam?" tanya Baren.

"Ya, kami ingin menjenguk cucu kami," jawab Abra.

"Dan memperkenalkan anak ini pada cucu perempuanku, kau tau anakmu juga ada di sana," ucap Raka memberitahu.

"Kalau gitu ayo pergi! Aku ingin lihat seperti apa cucu perempuan yang selalu kalian banggakan itu," ucap Baren.

"Ayolah Bar, cucu perempuan kami itu ada dua kau mau melihat yang mana?" tanya Abra.

"Yang pertama yang mana lagi, ngomong-ngomong cucu perempuan kalian yang terakhir juga sudah pandai berbicara di usianya yang hampir setahun ini ya?" tanya Baren.

"Ya, hanya mengoceh seperti bayi pada umumnya," ucap Abra sambil berjalan terlebih dahulu.

"Kau mengatakan itu karena dia tak ingin dekat denganmu kan?" tanya Raka mengejek.

"Cukup, berhenti mengolok-olokku!" seru Abra berjalan terlebih dahulu diikuti Baren dan Raka yang makin mengolok-olok dirinya.

    Alan selesai memakai pakaiannya lalu memandang datar tiga pria yang meninggalkannya namun tetap saja ia mengikuti mereka dari belakang.

'Pimpinan, bagaimana rencana selanjutnya?' tanya suara seseorang yang terdengar dari alat komunikasi yang terletak ditelinga Alan.

"Urus nanti, saya akan kesana," ucap Alan dengan dingin.

   Tak ada yang dapat mengira jika anak berumur 9 tahun itu memiliki rahasia besar di dalam dirinya, hanya dia dan Tuhan lah yang tau apa yang kini terjadi.

    Mobil mewah itu berhenti di sebuah perkarangan mansion mewah dengan taman luas yang cukup melelahkan. Dari dalam mobil itu keluar Abra, Baren, Raka dan Alan.

Action Of A Panther [✔️]Where stories live. Discover now