Bab XV

249 27 0
                                    

Berlin, Jerman.

Markas pusat WE

Lobby bawah tampak ramai, para karyawan dan agen berlalu lalang, tak jarang beberapa wanita memandangi pria yang baru keluar dari lift itu dengan tatapan memuja. Wajah tampan pria terlihat dingin serta kesal walau kekasalannya tak terlalu terlihat karena wajah datarnya, matanya memandang tajam, badannya tegap dan gagah, pria itu tampak tampan dan sekilas ia juga tampak menyeramkan, aura yang di bawa pria itu tidaklah enak.

"Kak Alan!" seru gadis dengan mata biru dan rambut kecoklatan yang umurnya sekitar 16 tahun mengunakan bahasa Jerman dan berlari menghampiri pria itu, Alan.

     Alan memandang datar gadis tersebut, ia tampak lebih dewasa dari terakhir yang dia lihat dan dia lega kalau dia baik-baik saja karena gadisnya pasti akan senang ketika mendengar bahwa sepupu perempuannya itu baik-baik saja, ya itu adalah Elyza.

"Ely terus nunggu Kakak tau. Ely mau tau kabar Cia, kasih Ely nomor Cia!" seru Elyza dengan mata berkaca menahan tangis karena merindukan sepupu perempuannya itu.

"Tidak," jawab Alan dengan dingin dengan bahasa Jerman.

"Kenapa? Kenapa gak boleh?! Ely minta sama Neron dia gak mau dan Ely nunggu Kakak berharap Kakak bisa ngasih Ely nomor Cia," ucap Elyza dengan purus asa.

"Jangan coba-coba mendekati gadisku, kau hanya akan membuatnya khawatir dan takut," ucap Alan dingin dan tajam.

"Tapi Ely mau ketemu Cia!" seru Elyza berteriak.

    Alan memandang tajam Elyza yang dibalas tatapan sama tajamnya oleh gadis itu, ia tak mempedulikan mereka yang kini menjadi pusat perhatian.

"Aih gadis ini, hei! Apa yang kau lakukan?! Alan tolong maafkan dia," ucap seorang pria menghampiri mereka dan memegang tangan Elyza, Alan hanya memandang dingin pria itu.

"Lepaskan aku Jarvis!" seru Elyza menepis tangan Jervis dan memandang tajam Alan.

"Beri aku nomor Cia! Aku tak ingin dia membuat keputusan bodoh yang membuatnya dalam bahaya!" seru Elyza.

"Maaf Nona Abqary tapi saya tidak bisa," ucap Alan dingin.

"Berhenti menahanku! Aku ingin menemui adikku! Aku khawatir dengannya! Apa lagi dengan berita itu, kau akan diam melihat mereka membuat ulah? Mereka mencemarkan nama baik adikku! Apa yang mereka inginkan?!" tanya Elyza berteriak penuh emosi.

"Kematiannya," balas Alan dengan cuek.

"Kakak tau itu tapi, kau brengsek! Berhenti mendekati Cia! Dia hanya akan dalam bahaya karenamu, ini salahmu! Ini salah Grandpa! Ini salah kalian! Patutnya ia tak masuk ke WE dan mendapat hal sesulit itu, kalian hanya menempatkannya dalam bahaya!" seru Elyza.

    Alan memandang dingin Elyza, gadis itu benar-benar banyak membuat masalah dan akan membuang waktunya.

"Jika kau tau itu menyingkirlah, sudah cukup hanya satu orang jangan sampai ada yang lainnya. Aku bisa menjaga gadisku, kau hidup sampai kini karena kau adalah sepupunya kalau tidak aku akan membiarkanmu mati begitu saja," ucap Alan dengan tajam.

"Kau seperti tiran! Kenapa orang yang tak punya hati sepertimu bisa berada di dekat Cia? Lepaskan adikku!" seru Elyza.

"Maaf Nona tapi aku tidak akan melepaskannya, dia gadisku, dia milikku dan akan selamanya menjadi milikku," ucap Alan penuh penekanan.

   Alan mencengram tangan yang hampir saja mengenai pipinya, ia memandang tajam pemilik tangan itu, gadis seumuran dengan Elyza dengan rambut coklat dan mata yang menatap tajam Alan, Alan menepis tangan gadis itu.

Action Of A Panther [✔️]Where stories live. Discover now