Memutus Jerat Pesugihan #2

3.7K 520 3
                                    

Aku bergegas pergi ke rumah Deni. Di depan rumah, Si Kingkong sedang duduk di atas motor.

"Yang saya takutkan benar-benar terjadi," ucapnya.

"Kamu sudah tau?" tanyaku.

"Iya ... dukun itu mulai melancarkan aksinya. Ini sangat bahaya bisa ada korban," balasnya.

"Argh ... ini juga gara kalian berdua sih," lanjutnya.

"Maafkan saya," ucap Si Hitam.

"Ya sudah. Minggir, Kong! Aku mau naek motor," ucapku. Dia pun tiba-tiba menghilang, bersama Si Hitam. Aku langsung menyalakan motor dan meluncur ke rumah Deni.

Di sepanjang perjalanan, perasaanku tak tenang. Aku terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di sana.

"Dia sudah tau kedatanganmu," ucap Si Hitam yang tiba-tiba muncul di belakangku.

"Terus?"

"Kamu harus hati-hati, dia bisa saja menyerangmu sekarang."

"Si Kingkong kemana?"

"Dia sedang berjaga-jaga."

Tidak butuh waktu lama, aku sudah sampai di depan rumah Deni. Kulihat ada beberapa sepeda motor yang terparkir di halamannya. Dengan cepat aku turun dari motor dan berlari ke dalam rumahnya.

"Assalamualaikum," ucapku memberi salam, saat memasuki ruang tamu. Ternyata Deni sedang tidak sendiri, ada tiga orang bersamanya.

"Walaikumsalam," jawab mereka bersamaan.

"Nah, si Amir dah datang," ucap Deni menyambutku lalu berdiri. Deni langsung memperkenalkan ketiga temannya itu. Namanya Hadi, Zainal dan Jajang. Setelah perkenalan singkat, Deni langsung mengajak kami semua ke rumah Ilham.

"Ilham gak kenapa-napa kan, Den?" tanyaku memecah keheningan.

"Nanti liat langsung aja ya, Mir," balasnya sambil mempercepat langkah.

Sampai di depan rumah Ilham, sudah banyak warga yang berkumpul. Kedatangan kami menjadi pusat perhatian mereka.

"Eh Dek, mau kemana? Jangan masuk!" ucap salah satu warga yang sedang duduk di teras depan.

"Gak apa-apa, Pak RT. Biarin mereka masuk," ucap seorang bapak-bapak yang berdiri di samping pintu.

"Kenalin, Mir. Ini bapaknya Ilham," ucap Deni.

"Panggil aja, Pak Mul," ucap bapaknya Ilham memperkenal diri.

"Iya, Pak. Saya mohon maaf. Ini semua gara-gara saya," balasku.

"Ini semua salah bapak. Yuk masuk! Kita obrolin di dalam saja." Pak Mul mengajak kami semua masuk, duduk di ruang tamu. Dari dalam rumah terdengar suara tawa. Sepertinya itu suara Ilham, tapi agak lebih berat.

"Itu Ilham, Pak?" tanyaku.

"Iya, dari sore begitu terus," balasnya.

"Boleh saya liat?" tawarku.

"Jangan dulu! Guru saya udah ada di dalem," balas Zainal.

"Iya, Dek," ucap Pak Mul.

"Mereka bertiga ini, anak pesantren deket sini, Mir. Sekarang gurunya lagi di dalem," jelas Deni.

"Oh ... maaf tadi belum sempet ngobrol banyak," balasku.

*

Pak Mul mulai bercerita tentang awal mulanya dia melakukan perjanjian dengan dukun itu.

CERITA AMIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang