Memutus Jerat Pesugihan #5

4K 533 7
                                    


Aku masih menggenggam tiga inti sukma dukun itu. Terus berpikir langkah apa yang harus diambil.

"Jadi, bagaimana keputusanmu, Amir?" tanya Kakek.

"Sepertinya aku tidak sanggup, Kakek." Kuulurkan tangan untuk mengembalikan tiga inti sukma.

"Coba sekali lagi, kamu pandangi anak itu. Berandai-andai, bagaimana jika nasib dia sama seperti ibunya. Apakah dukun itu akan berpikir dua kali untuk mengambilnya? Semua yang dia lakukan hanya untuk uang dan keselamatannya."

"Iya juga, Kek. Tapi apa aku bisa menghancurkannya?"

"Kamu pasti bisa."

"Bagaimana caranya?"

"Tetapkan hati, membaca doa dan fokuskan energi. Lalu hancurkan dengan tangan kirimu."

"Baiklah." Aku pindahkan salah satu inti sukma itu ke tangan kiri. Kupandangi cahaya bulat bercahaya itu, lalu mulai membaca doa.

"Jangan ... jangan hancurkan. Saya akan bertaubat," ucap Dukun itu mengiba. Sukmanya masih terjebak di dalam tubuh Ilham.

"Konsentrasi, Amir. Biarkan saja dia."

Aku kuatkan genggaman. Semakin kuat rasanya semakin panas.

Dush!

Inti sukma itu hancur. Diikuti suara teriakan dari si Dukun.

"Ampun ... ampun," ucap si Dukun, ketika melihatku memindahkan inti sukma keduanya ke tangan kiriku.

"Kenapa baru sekarang?" tanyaku.

"Kemana saja kamu selama puluhan tahun?" tanyaku lagi. Dia tidak menjawab, hanya terus merengek meminta agar inti sukma itu dikembalikan.

"Apa aku harus menghancurkan semuanya, Kek?"

"Ikuti kata hatimu."

Tekadku sudah bulat. Kuremas inti sukma itu dengan kencang.

Dush!

Inti sukma kedua hancur berkeping-keping. Si Dukun kembali menjerit kesakitan.

"Tolong, jangan bunuh saya." Si Dukun memohon agar aku tidak menghancurkan inti sukma yang terakhir.

Kini, nyawa dukun itu sudah ada di ujung tanduk. Aku hanya perlu menghancurkannya, tidak lama pasti dia akan mati.

Namun ... entah kenapa tangan ini mulai bergetar. Ada perasaan tak tega. Padahal hanya tinggal satu langkah lagi untuk mengakhiri semuanya. Kutatap wajah Kakek yang daritadi tampak tenang, tanpa ekspresi.

Kuambil nafas panjang, "Kakek, sepertinya aku tidak bisa menghancurkan yang ketiga."

"Kenapa?"

"Jika aku hancurkan, maka aku akan sama dengannya."

"Bagus, sejak awal Kakek yakin kamu tidak akan mengancurkan semuanya."

"Fiuh ... saya sampe deg-degan, Mir," ucap Si Kingkong.

"Aku takut ke depannya menjadi terbiasa membunuh. Sekarang dukun itu sudah kehilangan akalnya. Tinggal menunggu takdir akan membawanya kemana."

"Kamu jauh lebih berani dibandingkan ayahmu dulu. Rasa kasian membuatnya sering membebaskan para dukun. Dia berharap mereka segera bertaubat. Nyatanya, mereka malah balas dendam dan terus-terusan menyerang. Hingga ayahmu tak kuat lagi."

"Iya, Kakek."

"Bagus, Mir." Si Kingkong mengusap rambutku.

"Lagian, inti sukma itu sudah dikunci Kakek. Jadi kamu memang tidak akan bisa menghancurkannya," sambungnya.

CERITA AMIRDonde viven las historias. Descúbrelo ahora