Memutus Jerat Pesugihan #7

4.2K 534 20
                                    

POV - Dani

"Mau kemana, Mir?" tanyaku pada Amir yang sedang memasukan baju ke dalam tas.

"Biasa, Kak. Malam minggu mau ke Bandung."

"Tumben bawa baju ganti agak banyak."

"Rencananya mau nginep beberapa hari di villa."

"Oh, jadi satpam gaib lagi?"

"Biasalah, Kak."

Aku kembali ke kamar, duduk di depan laptop dan menyelesaikan pekerjaan. Tidak lama, Amir sudah dijemput oleh temannya. Tersisa aku sendirian di rumah. Tidak ada kejadian aneh-aneh selama seharian di rumah.

Keesokan harinya, Ibu baru kembali dari Batam, dan langsung mentraktirku makan di mall. Setelah berbelanja kebutuhan sehari-hari dan makan, kami pun pulang ke rumah.

Ada yang berbeda dengan suasana rumah ketika pertama kali pintu terbuka. Rumah terasa panas dan pengap. Cepat-cepat kunyalakan AC agar lebih dingin, lalu pergi ke kamar.

Di dalam kamarku pun sama saja, udaranya panas dan pengap. Aku berpikir positif saja, mungkin pas tadi keluar, ada yang bermain di dalam rumah.

Soalnya Amir bilang, sudah beberapa minggu ini kondisi rumah sudah lebih aman. Kiriman yang biasanya datang setiap malam jumat dan senin, sudah berkurang jauh. Ada beberapa, tapi hanya untuk memantau saja.

Pukul sebelas malam, aku sudah berbaring di tempat tidur, sambil bermain game di ponsel. Semakin malam, udara di kamar semakin nyaman. Tidak butuh waktu lama aku pun tertidur pulas.

Sampai tiba-tiba ....

Brug!
Prang!

Aku mendengar seperti suara benda terjatuh arah dari dapur. Kulihat ponsel, sudah pukul lima pagi. Dengan cepat aku berlari ke sana.

Ibu sudah terduduk sambil meringis kesakitan. Di sekitarnya ada piring dan gelas yang pecah.

"Aduh ... Astagfirullah," ucap ibu berulang kali.

"Kenapa, Bu?" tanyaku sembari menjauhkan beberapa pecahan piring di dekatnya.

"Jatuh dari meja."

Sedikit cerita, di rumah kami ada satu kucing yang hidup di atas plafon rumah. Cerita kucing ini pernah aku angkat sebelumnya di cerita Kuntilanak Tol Cipularang. Setiap pagi, kucing itu akan datang dan meminta makan. Dengan menunjukan wajahnya di lubang plafon dapur.

Pagi ini, untuk pertama kalinya ibu mencoba memberinya makan. Tentu dengan naik ke atas meja dapur. Biasanya itu menjadi tugasku dan Amir.

"Kenapa gak bangunin Dani sih," omelku sembari membantunya berdiri.

"Aduh, pelan-pelan sakit ini." Ibu mengeluhkan kaki kanannya yang sulit digerakan.

"Bagian mana yang sakit?"

"Lutut, kenceng banget."

"Ototnya ketarik kali ya." Aku pun membopong ibu sampai kursi di ruang tengah.

"Besok anter ke rumah Mang Yana." Mang Yana ini salah satu ahli pijat patah tulang yang cukup terkenal di kotaku.

CERITA AMIRWhere stories live. Discover now