_03 Perpustakaan Misterius

32 8 0
                                    

Mansion itu memiliki menara di lantai teratas, tempatnya seperti bekas perpustakaan pribadi, berisi rak berjajar dan beragam buku yang masih bisa dibaca, hanya saja sarang laba-laba memenuhi seisi ruangan. Changbin sempat membersihkan sedikit, terutama di bagian sofa dekat jendela, yang membuatnya dapat memantau keadaan di luar dengan jelas. Ruangan ini mungkin akan jadi tempat pemantauan karena sangat strategis.

Changbin tak sendirian, ia belum berani tentunya, tapi yang menemani bukanlah manusia, melainkan sosok si gadis misterius yang mengaku sebagai manusia abadi. Selagi tampangnya tidak mengerikan, Changbin masih bisa menoleransi. Apalagi keberadaan Yiseul sangat membantu, terutama tentang tata letak dan denah rumah ini.

Kenyataan yang bisa Changbin yakini, gadis itu bukan manusia, tapi dia bukan sosok jahat. Yiseul sendiri seakan tidak menyadari kalau sebenarnya dia sudah bukan manusia lagi, dia hanya berkata kalau dirinya merupakan manusia abadi yang bahkan tak tahu asal usul diri sendiri.

"Di tempat ini apa hanya ada dirimu saja?"

Yiseul tidak segera menoleh, sedari tadi ia sibuk sekali memainkan ponsel milik tamu barunya. Sejenak, setelah terdapat notifikasi baterai hampir habis, ia meletakkan benda itu dan ikut membantu Changbin membenahi tirai, "Kalau maksudmu rumah ini, aku memang sendirian, tapi ketika keluar gerbang ada banyak kok."

"Banyak apa maksudmu?"

"Kau tahu sendiri," balas gadis itu dengan tawa mengejek.

Changbin sedikit merinding mendengarnya, mengingat bagaimana kondisi hutan di luar ketika malam tiba, pasti gelap dan mengerikan sekali, "Kau tidak takut?"

"Kenapa harus takut? aku merasa energiku lebih kuat daripada makhluk-makhluk itu, dan aku juga lebih cantik." Yiseul berkata dengan percaya diri, kalimat terakhirnya membuat Changbin berdecak, namun dalam hati ia sangat menyetujuinya. Yiseul memang memiliki fisik sempurna, tak kurang sedikitpun.

Pria itu segera mengalihkan pandangan ketika sadar sudah memandangi si gadis misterius terlalu dalam, "Sendirian di tempat terpencil seperti ini tidak membuatmu kesepian?"

"Tentu saja kesepian, makanya aku senang sekali ada yang datang."

"Tidak berniat pindah ke kota?"

"Tidak bisa, aku bahkan tak bertahan lama ketika berada di area luar mansion ini. Rasanya takdirku seakan sudah terikat dengan tempat ini," kata gadis itu disertai perubahan wajahnya yang murung.

Mengingat keberadaan Yiseul sendiri sudah menunjukkan kejanggalan. Hanya saja Changbin merasa tidak terancam, justru dirinya merasa nyaman berada di dekat gadis itu, "Kau tak penasaran dengan dirimu sendiri? tak mau mencari tahu?"

Yiseul melengos mengalihkan pembicaraan, sepertinya dia benar-benar sensitif mengenai pembicaraaan asal-usul dan keberadaannya, "Sekarang ganti aku yang tanya. Kenapa kau kemari?"

"Aku ini orang jahat yang sedang bersembunyi," jawab Changbin singkat.

"Bersembunyi dari apa?"

"Pekerjaanku itu dianggap buruk oleh masyarakat dan negara, mereka mengincar orang seperti kami untuk dihukum supaya jera. Pokoknya kami orang jahat yang harus dibasmi."

Raut gadis itu menunjukkan keantusiasan, "Pekerjaan apa itu?"

"Kami pengedar narkotika dan obat terlarang."

"Kalau kau tahu itu tidak baik, kenapa masih melakukannya, apalagi bisa membahayakan diri."

Changbin tertawa renyah, ia tidak pernah mendapat pernyataan seperti itu sebelumnya, yang ada orang-orang selalu mencaci tanpa tahu apa yang terjadi. Ia pun juga terpaksa melakukan semua hal ini kalau bukan untuk menunjang kehidupan di tengah kota sibuk yang selalu membutuhkan uang, walau ia sendiri tetap tak bisa membenarkan perbuatannya, "Mencari pekerjaan di zaman seperti ini susah, aku tahu perbuatanku salah, tapi tak ada yang bisa dilakukan selain terus saja menjalaninya. Asal pandai bersembunyi, semua aman."

"Padahal kau itu orang baik," kata Yiseul spontan membuat lawan argumennya membulatkan mata.

"Apa yang membuatmu bisa berkata begitu?"

"Karena meminjamiku ponsel," gadis itu tertawa, sejenak ia menggeleng, "Karena kedatangan kalian kemari tidak bertujuan buruk. Dulu sekali, pernah ada yang datang berniat mencuri barang-barang, tapi aku menakuti mereka jadi tidak berhasil."

Changbin menanggapinya dengan tawa keras, yang kemudian berlanjut jadi lelucon tiada henti.

Yiseul terus tersenyum lebar, merasa tidak pernah sebahagia ini seumur hidup.

•••

Sejak meninggalkan dua temannya di kamar masing-masing, Minho tak melihat keberadaan Changbin ketika memeriksa kamarnya, sementara Jisung tertidur pulas setelah membereskan kerusakan pipa toilet hingga keran airnya kembali menyala.

Sayup-sayup telinganya menangkap suara tawa dari lantai atas. Minho hendak memeriksa, namun langkah kaki menuruni tangga sudah terdengar jelas. Changbin muncul dengan bibir yang masih membentuk senyum.

"Kenapa kau tertawa?"

Changbin menoleh ke belakang, di tempat Yiseul sedang bersembunyi di balik dinding, lantas kembali menatap rekannya dengan pandangan mengejek, "Supaya tidak stress."

Minho menggelengkan kepala, berjalan kembali ke kamarnya, berniat memasak sesuatu untuk makan malam, "Kau temukan sesuatu di atas?"

"Ada ruangan bekas perpustakaan, aku akan sering berada di sana untuk memantau keadaan di luar."

"Bagus." Minho masuk ke ruangan, membiarkan Changbin bersandar di ambang pintu memperhatikannya, ia pun membuka salah satu kardus di bawah ranjang, "Sepertinya kita hanya akan makan roti malam ini, aku belum menemukan cara untuk menyalakan api karena dapurnya tidak karuhan."

"Di ujung lorong ada tempat yang sepertinya bekas ruang keluarga, ada perapian, kau bisa memasak di sana."

"Kita membutuhkan kayu kalau begitu."

"Bakar saja barang-barang lapuk yang ada."

Yiseul tiba-tiba muncul belakangnya. Gadis itu berbisik, "Changbin, aku juga boleh ikut makan malam?"

"Memangnya kau makan?" Changbin turut berbisik.

"Aku bisa makan kok," balasnya meyakinkan, "Tapi biasanya tidak."

Minho tiba-tiba sadar gelagat aneh si rekan, matanya memicing tajam, "Kau bicara dengan siapa?"

To be continued...

Days After My Death [] ChangbinWhere stories live. Discover now