_12 Teror Keluarga Penuh Kasih

26 7 1
                                    

Yiseul meratap, ia dengan berat hati menguatkan diri untuk menyampaikan sejauh mana kisah yang diketahuinya. Tidak semua memang, masih ada yang disembunyikan, namun setidaknya dari apa yang sudah diceritakan, Changbin mungkin akan paham dan bisa membantu.

Tak hanya terus bertanya-tanya, namun berusaha mencari solusi.

"Aku memang lupa siapa diriku dan apa saja yang sudah terjadi di masa lalu. Tapi semenjak sadar berada di tempat ini, aku tahu ada sosok-sosok yang membenciku, mereka terkunci dalam botol kaca yang dilingkupi sihir."

Jemarinya tertaut di atas pangkuan, perasaan gelisah dan cemas yang muncul secara tidak disadari. Terlebih hawa dingin yang menyergap dari segala penjuru arah, menambah kesan lemah pada tubuh Yiseul yang kedinginan.

Yiseul menatap tepat pada mata pria yang secara tulus menemaninya di tempat ini, "Mereka terus mengatakan hal aneh, seolah aku orang jahat, tapi entah kenapa diriku tidak terima, karena seolah disalahkan atas sesuatu yang tidak pernah ku perbuat."

"Itu pasti bagian dari ingatanmu, firasat tentang siapa saja yang baik dan buruk di sekitarmu."

"Tapi mereka terus mengatakan kalau aku ini bagian darinya. Ada ayah, ibu, kakak, adik, dan nenek. Aku tidak tahu harus bagaimana, yang jelas mereka mengerikan baik fisik maupun sifatnya," pupilnya bergetar, selain karena gelisah dan takut, muncul perasaan yang terasa tidak adil dibenak, "Kalau memang kami keluarga, bukankah seharusnya saling menyayangi? aku sama sekali tidak merasakan hal itu dari mereka, yang ada malah aku lah sasaran teror."

Yiseul terdiam senenak, bibirnya terkatup rapat, kelopak matanya terpejam, sementara kedua tangannya menangkup telinga erat-erat, seakan tak mau mendengar apapun.

"Dan... mereka terus memanggilku Sara, Jo Sara."

Changbin mendekat, melepas kedua tangan yang menutup telinga, beralih menggenggap dengan erat sesekali mengusap, berusaha menyalurkan ketenangan, "Nama aslimu?"

Gadis itu mengangkat bahu, lantas menggeleng, "Entahlah, tapi aku merasa tidak suka dengan nama itu."

"Yiseul, sepertinya sesuatu yang mengikatmu hingga tak bisa keluar dari mansion ini adalah masa lalu yang belum terselesaikan dengan mereka." Changbin tersenyum, masih tak melepas genggaman tangannya yang erat dan menenangkan, "Kau mau aku membantu menyelesaikannya? kita pecahkan misteri satu per satu, agak kau bisa cepat bebas."

Dalam sekejap, kekhawatiran itu sedikut mereda, Yiseul merasa tersanjung dan berterimakasih entah pada siapa karena sudah dihadirkan seseorang yang membuatnya bisa menghapus sebagian kesedihan, "Tapi bukankah itu beresiko untuk manusia biasa sepertimu? aku mungkin juga manusia tapi tak pernah merasa sakit atau terluka, aku bisa bertahan."

"Tidak akan, aku ini kuat dan sehat," balas Changbin seraya tertawa seperti maniak, tak lupa menunjukkan otot lengannya yang besar dan kuat, hingga bisa menghancurkan seluruh mansion.

Yiseul tersenyum kecil mendapati hal yang terlintas dikepalanya.

"Kita harus menemukan pecahan ingatanmu terlebih dulu, atau sesuatu yang bisa membuatmu mengingat."

Sontak senyumannya luntur sepenuhnya, 'Itu artinya, Changbin bisa tahu bagaimana wujud asliku yang sekarang 'kan?'

•••

Keduanya memandangi pintu, sesekali tangannya bergerak mencekal kenop, namun tak kunjung dibuka, "Firasatku mengatakan, berbahaya kalau kita keluar. Bagaimana ini?"

Changbin melirik gadis di sampingnya sedikit jengkel, mereka sudah sepuluh menit berdiri di depan pintu, dan Yiseul meyakinkan hanya dia yang bisa membuka, "Kita coba dulu, tidak usah takut."

"Tapi mereka..."

"Yiseul, jangan terus pesimis," ujar Changbin, sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari kenop, "Kau bilang mereka keluargamu, jadi tidak akan ada yang saling menyakiti, pasti cuma konflik ringan."

Karena tidak sabar, pria itu membuka pintu secara paksa.

"Bahaya Changbin—"

Ucapan Yiseul terhenti sesaat setelah keduanya mendapati wujud seorang wanita bergaun bunga dan topi pantai. Saat topinya tersingkap, Changbin hampir saja terjungkal—bagaimana tidak, dihadapannya sekarang ada wanita lidah ular yang memegangi bunga mawar berduri, memainkan darah yang mengalir akibat goresan.

"Halo anak-anak," ucap wanita itu, melambaikan tangan dengan anggun, "Ah, aku sudah berkeliling mencari kalian, terima kasih telah membukakan pintu. Kau tahu kan, Sara, kami tidak bisa membuka ruangan yang tertutup kecuali kamar sendiri."

Changbin menarik Yiseul ke belakang tubuhnya, meghadang wanita yang terlihat sangat terobsesi dengan Yiseul, "Makhluk apa kau ini?"

"Tidak sopan, kalau kau mau mengencani putriku, salam dulu dengan ibu mertua!" ujarnya kesal, "Namaku Lee Yorin, ibu kandungnya Sara yang kau panggil Yiseul itu."

Changbin memiringkan kepala. Bagaimana bisa disebut 'ibu'.

Wanita itu lantas kembali menatap putrinya, "Lain kali kalau mengganti nama itu yang bagus ya sayang."

"Aku tidak punya ibu! pergilah!"

Tawanya sontak menggelegar, "Kau sekarang sangat mengerikan Sara, membuatku makin ingin menghancurkanmu."

Yiseul beralih maju ke depan tubuh pria yang melindunginya, seraya berbisik, "Changbin, ayo lari ke ruang bawah tanah."

Keduanya menubruk wanita ular tersebut dengan gerakan kilat. Berlari menuruni tangga, berusaha secepat mungkin menuju tempat yang Yiseul arahkan.

Sayangnya baru beberapa saat, keduanya kembali dihadang oleh sosok yang berbeda. Kali ini gadis balerina bersurai super panjang.

"Sara, ini aku, Hara, kakakmu. Kau tak ingat?"

"Astaga!" Changbin mengusap dada menyadari goresan-goresan mengerikan di sekujur wajah dan tubuh gadis bernama Hara itu.

Hara kembali bicara, sembari merentangkan tangan, mencegah keduanya pergi, "Sara, ayo pergi ke kamarku sebentar, kita bicara baik-baik."

"Turuti saja dulu, dia tidak akan berhenti menghadang." Yiseul menarik tangan Changbin, mengikuti kemana arah Hara pergi. Tepatnya pada kamar nomor 13.

To be continued...

Days After My Death [] ChangbinWhere stories live. Discover now