_13 Kamar Nomor 13

26 8 0
                                    

Tepat ketika keduanya berdiri di depan pintu, tubuh Yiseul seakan tertelan masuk, sementara Changbin terhempas. Pintu tersebut lantas terkunci rapat dari dalam membuat mereka terpisah.

Yiseul panik, ia tidak tahu mengapa merasa setakut ini berhadapan dengan Hara dan yang lainnya—orang yang mengaku sebagai keluarga, namun tidak demikian kenyataannya. Ia mencoba membuka kunci pintu yang tergantung di kenop, sayangnya tidak bergerak sama sekali, justru semakin merapat tak memberi celah sedikitpun. Yiseul berteriak keras memanggil  "Changbin! Seo Changbin!"

Di sudut ruangan, Hara berdiri, menggerakkan kakinya yang berbalut sepatu balet. Dalam genggaman ia memainkan pecahan kaca berukuran sebesar telapak tangan, "Sara, ku dengar kau mau kabur bersama pria itu, enak sekali kau..."

Yiseul berteriak kasar, "Aku bukan Sara! aku Yiseul! apa maumu?!"

"Tentu saja menyingkirkanmu, kami harus lepas dari kutukan yang mengikat ini." Hara tertawa, ia kemudian mendekat sembari mengarahkan pecahan cermin ke wajah Yiseul, "Lihatlah, kau buruk rupa sama seperti kami. Mari pergi ke alam yang sebenarnya bersama-sama supaya jiwa kita tenang, jangan mengunciku di botol lagi."

Melihat wujudnya dalam cermin, tubuh Yiseul sontak melemas. Wajah buruk rupa, mengerikan, penuh darah, dan ditakuti siapapun itu adalah miliknya. Yiseul menahan air mata yang tiba-tiba hendak mengalir bebas—ia teringat hari di mana dirinya sadar, kala itu Yiseul marah sekali, tak tahan melihat wajahnya sendiri yang amat buruk. Pada hari itu pula ia memecahkan seluruh kaca dan cermin yang memantulkan wajah, lantas menyimpan semuanya di gudang bawah tanah.

Ia tidak mau menjadi buruk, itu menakutkan.

Hara mengusap bahunya penuh kasih, namun seringai yang terpatri tak membuat Yiseul bersimpati, "Sepertinya kau tidak ingat apapun? apa aku benar?"

"Aku.. memang tidak ingat, tapi aku tahu kalian berniat buruk, orang-orang jahat." Yiseul menepis tangan gadis balerina itu seraya bergerak menjauh.

"Apanya yang buruk?!" bentak Hara tak terima, "Aku cuma menjelaskan kalau kita semua sudah mati, termasuk kau. Dunia ini bukan tempat kita lagi, tapi kau mengunci dirimu di mansion ini, membuat kami juga tak bisa keluar!"

Yiseul terkejut mendengarnya. Apakah yang Hara katakan itu merupakan kebenaran? ia belum mati, Yiseul bisa merasakan dadanya masih berdebar. Lantas bagaimana tentang 'mengunci diri di mansion', ia bahkan berusaha keras untuk bisa pergi dari rumah mewah tengah hutan ini sejak dulu.

"Tempat kita bukan di dunia manusia lagi, Sara. Kau, aku, ayah ibu, nenek, dan Hino. Kita terjebak di dunia manusia ini penuh kesendirian dan kesengsaran—itu karena kau yang masih terlalu mengharapkan suatu hal tak tentu," jelas Hara, meski terdengar meyakinkan, Yiseul tidak bisa percaya sama sekali. Hara kemudian menggenggam kedua tangannya erat, "Ayo kita pergi Sara, aku sudah lelah.."

Ada firasat yang menerjemahkan, ia tidak boleh terlalu dekat atau percaya dengan orang-orang misterius itu. Yiseul pun kembali menarik tangannya, dan berjalan menjauh, "Ada ingatan yang hilang, itulah yang membuatku masih ingin berada di sini. Aku ingin tahu kebenarannya."

"Tidak ada gunannya pula, kau sudah mati! kita semua sudah mati!" balas Hara penuh amarah.

"Setidaknya kalau tahu kebenaran, aku akan mati dan pergi dengan tenang, bukan kebingungan dan terus bertanya-tanya tanpa ada jawaban begini."

Mendengar ungkapan sang adik, Hara makin terpancing emosi. Ia meraih benda apapun di sekitarnya, berusaha melempar pada Yiseul, "Sialan kau Sara!"

"Yiseul, keluar cepat!" dari balik pintu, suara dan gedoran Changbin akhirnya menyapa rungu. Yiseul dengan panik menghindari amukan Hara sambil terus berusaha membuka pintu.

Hingga tak berselang lama, Changbin berhasil membukanya. Ia terburu menarik Yiseul keluar dan menutup kembali pintunya secepat kilat. Meninggalkan Hara yang mengamuk parah.

Namun tepat beberapa saat kemudian, pintu tersebut seakan terkunci dengan sendirinya lagi. Yiseul meraih lengan pria itu untuk diajaknya menjauh, "Sudah Changbin, lepaskan. Pintunya terkunci sendiri."

"Bagaimana bisa?" tanya Changbin kebingungan, namun tak ada jawaban karena Yiseul pun tidak tahu apapun.

Dari dalam Hara terus menggedor, "Sara! jangan kurang ajar kau. Sara, buka pintunya!"

Gadis itu mengabaikan teriakan dari dalam, ia menatap Changbin penuh harap, "Kemana kita harus pergi? mereka ada di mana-mana."

"Kamar Jisung, nomor enam," jawab Changbin spontan, tanpa pikir panjang ia langsung berlari menuju kamar tersebut.

Yiseul menghentikan langkah secara tiba-tiba, "Ti-tidak."

Ia takut, Jisung ikut melihat wujudnya yang asli—si gadis mengerikan penuh darah. Selama ini hanya Changbin seorang yang mampu melihat wujud sempurnanya seakan hidup bagai manusia pada umumnya. Tapi orang lain... tidak.

Yiseul tak tahu mengapa hal tersebut terjadi, yang jelas ia tidak ingin Changbin tahu dan balas menjauhinya karena takut.

Sayangnya pria itu pun terlalu panik, tenaganya yang jauh lebih besar dengan mudah menarik Yiseul masuk ke kamar nomor enam, tempat di mana Jisung berada, "Tak ada waktu lagi."

To be continued...

Days After My Death [] ChangbinWhere stories live. Discover now