_11 Mereka Kembali

25 8 0
                                    

Mendadak langit menjadi hitam seakan terturup badai pasir, disertai kilatan-kilatan putih yang suaranya menggema ke segala penjuru dunia.

Mendengar gemuruh tersebut, membuat Yiseul seakan mengenang memori kelam yang mengerikan. Hanya saja, ia tak bisa mengingatnya sama sekali. Ada apa dengan gemuruh petir? suasana badai? dan hawa yang mencekam?

Yiseul tiba-tiba teringat sesuatu secara sepintas. Mengenai botol kaca di ruang bawah tanah, dan bayangan orang jahat yang terus menghantuinya, "Oh, tidak!"

"Ada apa Yiseul?" tanya Changbin.

"Mungkin ada yang memecahkan botol kacanya."

Keningnya mengerut dalam kebingungan, "Botol kaca?"

Yiseul balas menatap pria itu dengan pandangan serius, "Apa mungkin Minho pelakunya?"

"Botol kaca? Minho? apa maksudmu?" serbu Changbin dengan pertanyaan dan segala ketidaktahuannya.

Masih tidak ingin menjelaskan, Yiseul menarik pergelangan tangan pria itu untuk keluar dari perpustakaan dan memasuki kamarnya yang tak jauh dari tempat mereka semula berada, "Ayo Changbin, sembunyi di kamarku!"

Changbin menghela napas sejenak setelah Yiseul mengunci pintu dari dalam, "Kenapa kita harus sembunyi?"

Lagi-lagi tidak ingin membalas untuk saat ini, Yiseul justru menanyakan hal lain, "Di mana temanmu satunya lagi? si Jisung?"

"Mungkin dia sedang berada di kamarnya, Yiseul, ada apa ini sebenarnya?"

"Telepon Jisung untuk tetap berada di dalam kamar, jangan keluar sekalipun ada yang mengetuk pintu atau memanggilnya. Jangan lupa kunci dari dalam juga."

Meski penasaran setengah mati, Changbin akhirnya hanya bisa menuruti apapun ucapan gadis itu. Ia ikut kalut melihat kondisi Yiseul yang panik sekaligus ketakutan, namun tetap berusaha mencari solusi dan memikirkan orang lain. Lantas untuk saat ini, Changbin hanya berusaha mengikuti perkataannya, sampai Yiseul sendiri yang bercerita tentang ada apa sebenarnya.

•••

Ketika kaca sudah hancur berkeping, bayangan-bayangan hitam mulai keluar dari sana, seolah bahagia, mereka mengelilingi seluruh kawasan mansion hanya dalam waktu singkat. Hal itu berhasil membuat hawa sekitar mansion menjadi lebih mencekam, terlebih ditambah keberadaan kabut hitam yang seolah melingkupi tempat tersebut.

Lima bayangan tersebut kemudian berkumpul di satu titik, tepatnya pada ruang keluarga. Di sana mereka mengelilingi sosok Minho yang bola matanya sudah berubah hitam secara keseluruhan.

Perlahan, lima bayangan tersebut menunjukkan wujud sempurna menyerupai manusia, hanya saja aneh dan mengerikan.

Jo Yunho, seorang pria berpakaian formal yang punya gigi taring adalah pemilik sah tempat ini, ia dahulu seorang pengusaha tambang sekaligus kepala keluarga bagi istri, anak, dan orang tua yang ikut tinggal bersama.

Sang istri, Lee Yorin adalah wanita penggemar bunga. Kawasan di sekitar mansion dahulunya dipenuhi tanaman hias didominasi oleh mawar. Maka dari itu wujudnya sekarang berupa wanita yang mengenakan pakaian motif bunga, dan ada pula mawar berduri dalam genggamannya.

Tak jauh berbeda dari menantunya, Yeo Ahyi, ibu kandung Yunho gemar berkebun. Dalam wujud terakhirnya yang memasuki usia tujuh puluh tahun, ia kini berupa sesosok wanita tua yang bersurai putih dan membawa keranjang buah busuk.

Ia selalu memetik buah di pagi hari, mengumpulkannya dalam keranjang, lalu mencucinya sebelum disajikan pada piring buah di meja makan.

Jo Hino, anak lelaki bungsu dari Yunho dan Yorim. Meski masih kecil, dia punya sikap buruk yaitu mudah menirukan keburukan orang lain. Dahulu, karena ibunya sering menghina Sara, Hino perlahan mulai menanamkan kebencian pula kepada salah satu saudarinya tersebut. Ia memperlakukan Sara sebagaimana Ibu dan Ayah memberlakukan hal serupa.

Anak Sulung Yunho bernama Jo Hara, seorang gadis berusia sekitar dua puluh tiga, adalah penari balet. Sejak kecil ia mulai berlatih balet, dan menghasilkan beragam penghargaan serta kejuaraan yang membanggakan. Hara bukan orang yang banyak bicara sebenarnya, tapi ketika sudah marah, mau tak mau ia terus mengatakan segala hal agar membuat orang yang mendengar merasa muak.

Sayangnya Sara, si anak tengah, tidak bisa mendengarkan ocehan kakaknya karena seorang tuna rungu. Sara hanya bisa diajak berkomunkasi lewat gerakan bibir, sehingga ketika ia tak melihat langsung orang yang bicara dihadapannya, maka interaksi tidak akan berhasil.

Sara adalah anak terbuang, yang ditumbalkan oleh seluruh anggota keluarga mansion tersebut karena dianggap sebagai kesialan. Mulanya karena ia memiliki wajah yang berbeda dari saudara dan saudari kandung, tidak mirip dengan siapapun, sehingga pernah ada perdebatan besar dalam keluarga tersebut yang menuduh Yorin berselingkuh.

Yorin tidak terima disalahkan karena ia memang merasa tak pernah melakukan kesalahan. Sehingga kebencian tersebut dilampiaskannya pada Sara, menganggap anak tengahnya merupakan kesialan terbesar dalam hidup.

Sara yang kala itu ditumbalkan, sebenarnya tidak pernah mati. Perbuatan sesat tersebut tak berhasil ditujukan padanya.

Justru sebaliknya, orang-orang yang membuatnya hampir celaka lah yang mati lebih dulu. Mereka terkutuk, terkunci dalam sebuah botol kaca, mengenang kejahatan sendirian dan kesepian, selain itu mereka mulai berubah wujud menjadi apa yang seharusnya didapat.

Sementara Sara yang masih hidup... dia tertidur di suatu tempat, menunggu seseorang untuk membangunkannya.

'Kehidupan sedang mencoba mencarikan keadilan bagi siapa yang tidak bersalah.'

Days After My Death [] ChangbinWhere stories live. Discover now