_08 Siluman Dalam Botol Kaca

27 8 1
                                    

"Kau tahu apa yang ku temukan?" Changbin menunjukkan buku cerita bersampul coklat tua yang sudah kusam, tertera tahun cetakan pertamanya keluar sudah lama sekali, "Buku ini bercerita tentang seorang gadis yang tersesat di hutan. Tapi bukan itu yang mau ku tunjukkan, lihat nama main karakternya... Son Yiseul," tunjuknya sembari membuka pertengahan halaman.

"Mystical forest," gumam Yiseul membaca judul buku. Rautnya masih tampak muram, akibat pertemuan tak terduganya dengan Minho tadi. Oleh karena itu Changbin berusaha mengalihkan perhatian dengan mengajak gadis itu ke perpustakaan, bersama-sama membaca buku cerita sambil menikmati sinar matahari yang menerobos dari jendela.

"Seperti kebetulan yang luar biasa ya," celetuk Changbin.

Yiseul menghela napas, buku 'Mystical Forest' sama sekali tidak asing baginya. Buku itu sudah disembunyikan rapat-rapat, tapi ternyata tetap ketahuan juga, "Apa kau sudah baca semua kisahnya?"

"Belum, hanya melihat blurb sekilas."

Yiseul berkata, "Cerita Son Yiseul itu tersesat di mansion tua di tengah hutan belantara."

"Persis sepertimu? atau jangan-jangan..." Changbin menangkup pipi, berlagak terkejut. Padahal sebenarnya tidak terlalu, ia hanya melebih-lebihkan ekspresi agar Yiseul terhibur, tapi sayangnya tidak bereaksi sama sekali.

"Tidak, dugaanmu salah," sela gadis itu, semakin lama wajahnya bertambah murung, bahkan seperti ada aura gelap yang menyelubungi, "Sebenarnya aku yang menirukan nama Son Yiseul, karena aku lupa dengan nama asliku. Terlebih alur dalam bukunya juga sedikit ada kemiripan."

Changbin tentu terkejut, tapi ia tak mampu mengekspresikan diri lebih dari sekedar terdiam, "Kau tak tahu namamu? sepertinya kau tak ingat apapun tentang dirimu ya."

"Sudahlah jangan dibahas," Yiseul mengalihkan pandangan, jemarinya mengusap air mata yang meluncur di pipi tanpa sadar, sembari sigap menutupinya dari perhatian Changbin, "Aku takut sekali karena Minho sudah melihatku, dia bisa saja melakukan sesuatu yang tidak terduga. Aku punya firasat buruk tentangnya sedari awal."

Pria itu mengangguk mengerti, ada banyak sekali ketakutan gadis itu tentang hal di sekelilingnya, "Minho... dia memang aneh tapi aku yakin tidak akan berbuat sembarangan. Lagipula aku tetap ada di sini, kau tak perlu khawatir mengenai itu."

"Aku muak, tak ingin tinggal di sini lagi, aku ingin pergi..." keluh Yiseul sembari menelungkupkan kepala. Dirinya kembali menangis tanpa mampu terbendung, entah apa yang terjadi, hatinya terasa sakit seperti ditusuk pisau ketika Minho melihatnya. Seakan ingatan lama yang mengerikan kembali hadir.

"Jika diperhatikan, sepertinya mansion ini jadi kenangan indah sekaligus buruk bagimu ya." Changbin bergumam lirih.

•••

"Apapun yang ku inginkan?" ulang Minho memastikan. Mendengar hal itu, telinganya seakan tuli. Siapapun pasti mau mendapatkan apapun yang diinginkan.

"Tentu," jawab pria bertaring.

"Kalau tidak percaya, mari buktikan sekali saja," giliran sang nenek yang bicara. Sembari melangkah mendekat, mengelilingi tubuh Minho dengan gerakan secepat kilat—hampir mustahil mengingat tubuh wanita tua itu telah memasuki fase rapuh, bahkan punggungya sudah melengkung ke depan, "Pejamkan matamu, lalu panjatkan apa yang kau inginkan dalam hati."

Tanpa melakukan perlawanan, atau melontarkan banyak pertanyaan lagi, Minho segera menurutinya.

Memejamkan mata khusyuk, menggumamkan nama benda yang amat diharapkannya dalam hati.

Kabut hitam tiba-tiba hadir secara kasat mata, menggumpal menjadi satu di sekeliling tangan kanan Minho. Hingga akhirnya berubah wujud jadi benda yang digumamkan dalam batin.

Saat bahunya ditepuk, Minho tahu isyarat itu, ia pun membuka mata secara perlahan. Sontak saja senyumnya mengembang lebar—melihat benda berkilau melingkar di pergelangan tangannya.

"Wow gila, ini jam tangan emas sungguhan 'kan?!" Ia sontak bersorak bahagia.

"Kau bisa memeriksakannya sendiri," jawan sang nenek.

Namun lagi-lagi Minho tak lantas percaya begitu saja, ia malah bersidekap dada seolah menantang, "Aku belum puas dengan pembuktian kalian, bagaimana jika aku menginginkan hotel mewah? mobil termahal? puluhan hektar tanah?"

"Kau pun bisa mendapatkannya, mari buktikan lagi," kini giliran gadis balerina yang menyahut.

Minho kembali memejamkan mata, seperti aturan sebelumnya.

Saat tepukan kembali menapak di bahu, kelopak matanya perlahan terbuka, pupilnya begitu berbinar tatkala mendapati ladang bunga ratusan hektar yang menyapa pandangan. Itulah yang ia harapkan, ladang bunga yang luas bak tak berujung.

"Ladang bunga ini milikmu, aku kurang tahu berapa luasnya, yang jelas setara dengan delapan kali lipat koloseum roma," jelas si gadis balerina, beberapa kali jahutan bibirnya terlihat seperti hampir sobek saat berbicara.

Dan dalam sekejap, semua kembali hilang. Hanya ada pemandangan kamarnya di mansion tua.

Pria bergigi taring memastikan, "Jadi bagaimana? sudah percaya?"

Minho mengangguk sigap, "Cukup membuatku percaya, jadi sekarang apa yang harus ku kerjakan?"

"Pecahkan semua botol kaca yang ada di ruang bawah tanah, lalu berjanjilah untuk mengabdi kepada kami."

To be continued...

Days After My Death [] ChangbinWhere stories live. Discover now