_09 Kilasan Masa Lampau 1

23 7 2
                                    

Awal tahun 1900-an, seorang pengusaha tambang mendirikan mansion mewah di kaki bukit dekat dengan lokasi bisnis tambangnya. Dengan membawa sekeluarga besar untuk turut serta tinggal di rumah tersebut.

Jo Yunho, bersama istrinya Lee Yorin, dan Jo Jinho sang kakek, Yeo Ahyi sang nenek, serta ketiga anak mereka, Jo Hara, Jo Sara, dan Jo Hino-mulai tinggal di tempat tersebut saat bisnis tambang berkembang pesat.

Namun, sayangnya kejayaan mereka tak berlangsung lama, hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, bisnis mengalami kerugian besar yang menyebabkan mereka kehilangan segalanya, kecuali rumah.

Hara gemetar melihat sang ayah membanting vas bunga keramik tepat dihadapannya. Pria itu menatap tajam putri sulungnya sembari mangacak surai, "Sudah ayah bilang kalau ekonomi kita sedang sulit, berhenti main-main Hara, lakukan sesuatu kalau kau mau lebih banyak uang, jangan hanya meminta!"

"Aku juga sedang berusaha! kali ini aku pasti akan membawa juara pertama kompetisi balet di eropa!" bantah gadis itu. Meski takut, ia tetap harus bertindak, atau jika tidak sang ayah akan terus memojokkannya, "Setidaknya pinjamkan uang untuk transportasi, aku janji akan menang dan mengembalikannya."

"Hara benar, sayang. Setidaknya dia berniat membantu kita dengan bakatnya. Bantulah dia mencari pinjaman uang untuk pergi ke eropa," sahut sang istri. Hara adalah satu-satunya anak yang ia banggakan selagi Hino masih kecil, "Tidak seperti anak gadismu yang satunya itu, setiap hari hanya bermain dengan kucing, bodoh dan tidak punya bakat."

Yunho mengehela napas. Sebagai kepala keluarga, ia selalu merasa bersalah ketika tak bisa menuruti keinginan istri dan anak-anaknya, "Tapi kita sudah tidak memiliki jaminan sama sekali, tidak ada yang bisa digunakan untuk meminjam uang lagi."

Benar, semuanya sudah habis tak bersisa. Hanya rumah ini dan barang-barang di dalamnya sebagai harta terakhir mereka. Yunho tak pernah terpikir untuk menjual apalagi menggadaikan mansionnya.

Beberapa saat kemudian Yorin mengangkat dagu, bibirnya tersenyum lebar, "Ibu punya ide."

"Apa itu bu?" tanya

"Kita pinjam uang ke seseorang yang ibu kenal, dia akan menerima jaminan apapun, termasuk nyawa manusia."

Kening Hara mengerut dalam, pertanda tak suka, "Ibu mau menumbalkanku?!"

"Bukan kau tentunya sayang, melainkan anak paling tidak berguna di rumah ini," balasnya sembari menatap sebuah potret keluarga berukuran besar yang dipajang di dinding. Terdapat dirinya, sang suami, kedua orang tua Yunho, dan tiga anaknya.

Di antara Hara, Sara, dan Hino. Sara lah satu-satunya anak yang tidak terlalu mirip dengan saudara saudarinya. Hara mewarisi fitur wajah sang ayah, sementara Hino mewarisi ibu, sedangkan Sara tidak diantara keduanya padahal ia fakta anak kandung mereka.

Sara juga tidak sempurna, hal itulah yang membuatnya cukup diasingkan oleh keluarganya sendiri.

"Bagaimana Yunho, kau setuju?" tanyanya pada sang suami yang tengah terdiam.

"Kau keterlaluan, Yorin. Sara juga putrimu," bukan suaminya yang membalas, melainkan pria tua yang merupakan ayah Yunho. Jalannya tertatih memasuki ruang kerja yang tengah jadi tempat perdebatan.

Yorin berdecak malas, "Kenapa memangnya kalau dia anakku? bukankah itu berarti aku bebas membuatnya melakukan apapun? ini kan juga demi kebaikan keluarganya."

"Dia masih muda, Yorin. Kau akan menghancurkan masa depannya."

"Masa bodoh, anak itu tak akan pernah punya masa depan. Kalian semua membencinya 'kan? jujur saja?!" sikap kebencian Yorin terhadap anak tengahnya terlalu tinggi, bermula ketika ia pernah dituduh berselingkuh karena Sara tidak mirip siapapun di antara ayah dan ibunya, selain itu Sara lahir tidak sempurna, dia seorang tuna rungu.

Dari ambang pintu, sang nenek yang datang dari kebun masih membawa keranjang apel tiba-tiba menyahut, "Yorin benar, Sara adalah kesialan keluarga ini. Dari pada cuma menjadikannya jaminan untuk uang yang tak seberapa, lebih baik kita tumbalkan saja."

•••

Mereka benar-benar datang ke rumah seorang penganut ilmu sesat. Tempat itu rimbun, seperti tidak berpenghuni, terlebih berkat keberadaan pohon besar di rengah halaman yang menambah kesan mistis.

"Ahyi, lama tidak berjumpa kawan lama," sapa sang pemilik rumah.

"Kami membutuhkan bantuanmu," balas nenek. Ia meminta Yunho dan Yorin mengikuti pria tua pemilik rumah hingga sampai di tempat penuh barang antik yang sedikit mengherankan.

Pria itu menumpu dagu, "Hm, aku tahu maksud kedatangan kalian. Berita kebangkrutan itu sudah disiarkan di radio sampai kemana-mana."

"Ah, putraku pasti malu sekali mendengarnya," nenek tertawa sembari melirik anak lelakinya.

"Tidak perlu sungkan. Jadi katakan apa yang kalian inginkan?"

"Uang dalam jumlah tak terkira," balas Yorin cepat.

Pria tua itu mengangguk, namun terlihat sedikit cemas, "Untuk mendapatkan itu, kalian setidaknya harus memiliki seseorang yang ditumbalkan dalam ritual. Harus ada salah satu anggota keluarga yang berkorban, kalian yakin?"

"Kami punya Sara, dia yang akan berkorban."

To be continued...

Days After My Death [] ChangbinWhere stories live. Discover now