Bab 1 B

2.8K 307 13
                                    

INI DRAFT PERTAMA
Untuk EVENT KARMA.

NO EDITING!!

Pertimbangkan sebelum membaca!


***

Bisma selalu hadir sebagai sahabat terbaik bagi Gina. Mengantarnya ke mana pun dia mau, membelikan apa pun selama dia mampu. Hanya saja, dia terlalu pengecut untuk sekadar memberi kepastian pada Gina. Dia takut jika tak mampu mengabulkan pernikahan impian gadis itu yang diperkiraan akan menghabiskan biaya ratusan juta.

Hingga akhirnya, di pernikahan luar biasa megah ini Bisma sadar kalau Hadi lah pria yang mampu mewujudkan impian terbesar pujaan hatinya.

Binar mata Gina belum pernah terlihat seceria hari ini. Bagaimana wanita itu selalu menyelipkan tangannya ke lengan Hadi membuat Bisma kembali menarik napas panjang. Semua tampak nyata bahwa hati Gina sudah milik Hadi sepenuhnya. Hadi pun selalu tampak semringah sepanjang waktu menyiratkan betapa dia berbahagia memiliki Gina sebagai istri.

Namun, ada banyak gosip buruk yang beredar tentang Hadi. Pria yang mudah mencampakkan pacar-pacarnya dulu. Pria yang katanya ringan tangan. Entah mana yang benar dan mana yang hanya embusan fitnah yang menghanguskan pahala menyebarnya

Salahkah dirinya berada di pesta pernikahan dari orang yang masih menempati ruang khusus di jiwanya? Bisma tak mengerti. Namun, berdiam diri pun percuma. Semua tidak akan menghasilkan apa-apa.

Ada beberapa kali tarikan napas dan embusan yang panjang, sebelum akhirnya Bisma memberanikan diri bergerak ke arah pelaminan. Setiap langkah terasa dibebani belenggu rantai dengan bola besi yang membuat langkahnya tersaruk berat. Dia sengaja menepi hingga kini Bisma berdiri di barisan terakhir.

Sementara Gina masih tersenyum ramah ketika satu per satu orang masih mengantre untuk memberi selamat. Wajahnya seketika berubah ketika melihat Bisma. Bagaimanapun juga, pria itu pernah mengisi hari-harinya. Sempat memberikan bunga-bunga cinta di hatinya hingga kepastian yang dimintanya tak juga diberikan.

Untuk apa Bisma datang? Memang tidak ada undangan khusus yang disebar kecuali untuk para pejabat dan saudara dekat. Tetangga satu RW diundang secara lisan. Siapa pun bisa hadir meski tanpa undangan demi mengisyaratkan pesta besar tanpa batasan.

Gina masih terdiam melihat Bisma. Memang perasaannya pada pria itu sudah tergantikan oleh kehadiran Hadi. Akan tetapi, rasa canggung tetap terasa. Terlebih sebenarnya ada sebagian hatinya masih sakit hati pada ketidakjelasan perlakuan Bisma yang menggantungnya untuk beberapa lama.

"Selamat, akhirnya kamu bisa mendapatkan pernikahan impianmu." Bisma mengangsurkan tangannya dan Gina pun membalasnya dengan enggan.

Namun, bukannya bergeser ke arah Hadi, pria itu masih menggenggam tangan Gina erat. Seolah membiarkan kenangan masa silam mengalir saat mereka masih bersisian.

Hadi mencebik melihat ekspresi Bisma yang dirasa mengenaskan. Terlebih menyadari kalau Gina lebih terlihat malas menanggapi pria itu daripada bernostalgia.

Tak perlu menjadi orang pandai untuk bisa menebak pria itu punya rasa cinta pada istrinya. Namun, berapa besar pun cinta pria itu, dirinyalah lelaki yang dipilih Gina untuk dinikahi. Betapa bangganya!

Setelah ini, pria berkacamata itu pasti akan mundur dan menunduk malu tak mendapatkan apa yang diharapkannya. Meraih kembali cinta Gina padanya. Kisah mereka telah usai di masa lalu.

Hanya saja, perkiraan Hadi meleset. Bisma justru mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah surat beramplop ungu muda. Dengan stiker kecil berbentuk hati berwarna merah jambu tentu membuat kobaran amarah langsung berdentam di kepala Hadi.

"Bacalah," Bisma tersenyum lembut. "Itu ungkapan rasaku padamu yang tidak pernah mampu terucap. Aku akan selalu mencintaimu. Tapi aku sudah kalah. Berbahagialah. Kelak, jika kau menyesal, aku akan selalu ada untukmu."

Suara Bisma cukup keras hingga menyebabkan beberapa pasang mata menoleh ke arah pelaminan. Demikian pula orang tua kedua mempelai.

Gina pun merasa harga dirinya tercoreng. Bagaimana bisa laki-laki yang sejak dulu tak pernah mau memberinya kepastian kapan akan menikah, justru menyatakan cinta di hari pernikahannya? Memuakkan!

Seketika itu juga, Gina merobek-robek surat itu dan menghamburkan serpihan kertasnya ke lantai.

Hadi tak bisa menyembunyikan seringai pongah atas perlakuan istrinya pada pria itu. Pria itu harus secepatnya diusir dari sini.

"Pergilah, Kang. Aku tidak mau melihatmu lagi." Gina menarik tanganya ke belakang seolah tak memberi Bisma tempat untuk melakukan jabatan tangan terakhir.

Bisma hanya bisa menarik napas panjang menerima semua perlakuan kasar Gina padanya. Bagaimanapun juga, dia merasa bersalah pernah membuat Gina menunggu begitu lama dan malah meninggalkannya tanpa kepastian.

"Baiklah, aku permisi." Bisma masih bisa menyunggingkan senyum tipis yang berusaha menyembunyikan rasa sakit yang menusuk. Dia bahkan terlalu enggan untuk berpamitan dengan orang tua Gina yang dulu sempat dikenalnya. Kepalanya tertunduk dan bergegas meninggalkan ruang pesta.

Sementara itu Bu Mamik mengempaskan diri kembali ke kursi dengan raut wajah ketus. "Wanita sepertimu lebih cocok bersanding dengan laki-laki gembel seperti dia!" serunya

Suaranya cukup keras untuk bisa didengar Gina yang hanya bisa terdiam.

***


24 Oct 20

END Jangan Ada LaraWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu