Bab 9B

1K 186 2
                                    

Kalau ada plot hole, TOLONG KABARI.

Namun, Typo dll abaikan saja karena memang nggak diurus.

Makasiii

INI DRAFT PERTAMA

Untuk EVENT KARMA.

NO EDITING!!

Pertimbangkan sebelum membaca!


Gina mnegintip ke kamar Larasati. Melihat anaknya sudah tertidur sambil memeluk buku kesukaannya, rasanya tenang. Seandainya saja Larasati selalu tenang seperti ini, maka mungkin dunianya akan lebih mudah. Sayangnya, sikap larasati yang sukar ditebak membuat segalanya jadi sulit.

Gina masuk ke kamar larasati dan duduk di kasur. Mengamati putri tunggalnya. Putri yang menghabiskan seluruh waktu yang dimilikinya. Bahkan dia dan kang hadi jadi sulit berhubungan intim hingga tak memiliki anak kedua.

Kadang Gina berpikir, jika dia memiliki anak kedua, a[pa yang akan terjadi pada Larasati? Apa dia akan diabaikan? Apa dia akan dibuang? Atau mungkin Bu mamik akan menyerahkan Larasati ke panti saja. Meski Gina masih belum bisa mencintai larasati dan masih sering menyalahkan larasati akan semua kesialan yang menimpanya, tapi dia juga tak tega membuang anak perempuannya itu.

Bagaimana pun juga, Larasati tidak bersalah atas semua yang menimpanya. Tidak cukup bibir sumbing, mata yang bermasalah, dia pun mengidap autisme. Gina merasa, cobaannya tidak separah yang dialami larasati.

Sayang, sikap lembut Gina tak selalu bertahan lama. Jika Larasati berteriak-teriak dan memukul., Gina kadang ikut lepas kendali. Maka keduanya akan saling berteriak, saling memukul. Tentu saja tenaga larasati kalah jauh. Gina memang tidak pernah memukul wajah. Hanya menyerang kaki dan memegang kedua tangan Larasati agar tidak memberontak.

Kadang, Gina ingin seperti ibu-ibu lain yang begitu sabar bisa mendidik anak luar biasa yang Tuhan titipkan pada mereka. Namun, apa Tuhan bercanda padanya? Memberikan cobaan yang tidak sanggup dia pikul? Tanggung jawab yang justru menghancurkan segalanya.

Setiap berpikir tentang Tuhan, Gina selalu merasa lemah. Dia ingin memulai salat seperti orang-orang lain. Akan tetapi, rasa malu yang terus memuncak karena telah mengabaikan tuhan begitu lama membuatnya justru terlalu malu untuk beribadah.

Akhirnya lingkaran setan itu terus berputar. Sampai kapan dia menjauh dari sang pencipta? Apa sampai ajal sudah di depan mata?

Gina menarik napas. Ada selarik doa dipanjatkan agar semua masalah bisa segera selesai. Dia sudah lelah dan ingin menjalani hidup seperti sedia kala. Apa bisa Bu Mamik menerimanya sebagai menantu? Tidak perlu memberi dukungan. Dengan tidak menghujat dan memfitnah pun sudah lebih dari cukup.

Dan apakah Kang hadi akan kembali tersenyum padanya? Mengangsurkan tangan dan selalu menggenggamnya erat seolah tidak akan ada badai yang mampu membuat bahtera pernikahan keduanya karam.

***

Akhirnya Gina memutuskan makan malam seadanya. Merebus mi instan dan telur sudah cukup baginya. memandang rumah besar ini terasa begitu kosong tsnpa kehadiran suaminya. Harus diakui kalau Gina begitu mencintai Hadi. Perjuangan untuk memperoleh Hadi menjadi suaminya juga bukan sesuatu yang mudah. Lalu kini, ketika dia mendapatkannya, Gina merasa harus berjuang sebaik mungkin untuk menjadi istri idaman.

Dulu Gina pandai memasak. Namun, Larasati mengambil semua waktunya. Melakukan perawatan wajah pun tidak sempat lagi. Betapa sedihnya. Wajah kusam, mata panda, kulit kadang bersisik. Pantas Hadi sudah enggan bwrcumbu. Entah karena lelah, atau memang Gina sudah tidak menarik lagi.

Memikirkan banyak kemungkinan seperti itu, Ginasemakim frustrasi. Rasanya diabsudah membuang-buang dua belas tahun hidupnya pada pria yang salah.

Apa jika dia menikahi Bisma, semua akan berbeda? Memang pernikahan ala Cinderela tidak akan didapatnya. Namun, dari hangatnya bicara, tutur kata sopan, juga empati yang pria itu masih berikan tadi siang adalah gambaran bahwa tidaknada yang berubah dari cintanya.

Gina menggeleng dan merutuki dirinya. Dia tak boleh terpengaruh. Hadi adalah suaminya sekarang. Lupakan Bisma! Dia hanyalah masa lalu yang tak mungkin kembali.

Namun, mengapa Bisma tak juga menikah?

Lagi-lagi Gina menepis pikirannya sendiri. Berusaha mengembalikan semua khayal pada realita. Masa lalu tak akan pernah berubah. Dia harus fokus untuk meminta maaf pada Hadi, hingga suaminya mungkin akan mendukungnya mendapatkan restu Bu Mamik.

Akan tetapi, detik berganti menit, dan menit berganti jam, Hadi tidak kunjung pulang. Beberapa kali Gina bolak-balik mengintip ke rumah mertuanya, tapi tak juga menemukan mobil Hadi di sana.

Akibatnya, Gina sama sekali tidak bisa terpejam.

Hampir pukul 3 dini hari ketika terdengar deru suara mobil memasuki halaman rumah. Gina tergeragap dan langsung setengah berlari ke luar ruangan. Wanita itu berharap suaminya sudah bersikap lebih tenang.

Gina tidak akan mengajaknya bicara. Mungkin dia akan memijat, menyiapkan air mandi hangat, dan mungkin mie rebus da kopi. Setelah tidur dan bangun besok siang, baru semua akan dibicarakan pelan-pelan.

Sayangnya, semua tak berjalan seperti harapan.

"Ngapain kamu di sini?" Baru saja Hadi keluar dari mobil, bau alkohol menguar hebat. Bau yang sudah lama tak diendus penciuman Gina saat melintasi tempat penjualan jamu oplosan dulu.

Meski Gina bukan orang yang taat beribadah, akan tetapi meminum alkohol sama sekali tak terlintas di benaknya. Alkohol dan rokok adalah dua hal yang paling dibencinya.

Hadi juga bukan tipe yang akan menggunakan alkohol untuk melampiaskan kekesalan. Namun, kenapa sekarang malah mabuk-mabukan?

Gina menarik napas dan berusaha mengabaikan sikap benci yang dilacutkan Hadi padanya.

"Mau Gina buatkan kopi atau teh, Kang?"

Kali ini Gina berusaha membantu dan menyangga lengan Hadi agar tidak rubuh. Baru beberapa langkah berjalan, hidung Gina mencium aroma lain. Wangi lembut yang manis. Parfum wanita.

Setengah terkejut, Gina menoleh ke arah suaminya. Leher suaminya penuh bekas kemerahan. Demikian pula kerah bajunya memiliki noda lipstik di mana-mana.

Lagi-lagi dada Gina bergemuruh tak keruan. Dia harus bicara pada Hadi sekarang juga. Dengan hati-hati, dibantunya Hadi untuk duduk di sofa ruang tamu.

Tubuh pria itu justru kemudian lunglai dan jatuh tertidur dengan dengkur teratur.

END Jangan Ada LaraUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum