Bab 2 B

1.8K 253 13
                                    

INI DRAFT PERTAMA
Untuk EVENT KARMA.

NO EDITING!!

Pertimbangkan sebelum membaca!

💖💖💖


Memasuki tri mester terakhir kehamilan, Hadi semakin banyak meluangkan waktunya untuk mendampingi Gina. Setiap pagi para tetangga disuguhi kemesraan Hadi yang selalu menggandeng tangan istrinya saat menemani jalan-jalan pagi. Sebuah kemesraan yang justru membuat Bu Mamik semakin berang dan seolah siap untuk menabuh gendering perang dengan sang menantu.

“Wuahhh kayak pengantin baru saja Mas, tidak mau berjauhan dari Mba Gina,” goda salah satu tetangga yang kebetulan berpapasan di mulut gang.

“Kalau ndak dijagain, nanti ada yang bawa kabur istri saya yang cantik ini,” Hadi menanggapi candaan sambil menjentik genit dagu Gina.
Wajah Gina seketika memerah, tak menduga sang suami bisa bersikap begitu romantis meski di depan orang lain. Sebuah senyum manis mengembang di wajah ayunya, berhasil menampilan sepasang lesung pipi yang melengkapi kecantikan wajahnya.

Berita keromantisan sikap Hadi kepada istrinya begitu cepat menyebar dan sampai juga ke telinga Bu Mamik. Terang Bu Mamik merasa berang karena dia tak mau tersaingi. Jangan sampai segala kasih sayang, perhatian sang putra sulung terbagi dengan wanita seperti Gina. Bukan hanya sekali Hadi mencoba mengakurkan kedua wanita yang sama-sama dicintai itu, namun selalu buntu untuk menemukan solusinya.
Banyak cerita yang didengar Hadi, bahwa orang tua yang tidak merestui pernikahan anak-anak, menjadi luluh ketika anak-anak hasil pernikahan dapat dilahirkan. Ya saat ini harapan Hadi tinggal satu, semoga saat bayi yang ada di dalam kandungan Gina terlahir kerukunan ibu dengan istrinya bisa diwujudkan.

Hadi masih ada di kantornya ketika Gina mulai merasakan kontraksi pada perut bagian bawah. Keringat mulai mengucur membasahi dahi dan bajunya, terpaksa Gina meminta bantuan Mang Ujang salah satu pegawai di usaha kue semprong Bu Mamik untuk memanggilkan bidan desa ke rumahnya.

Wajah tegang bidan desa yang memeriksa kondisi Gina menyambut kedatangan Hadi. Sontak kewaspadaan Hadi meningkat berkali-kali lipat.

“Gimana kondisi istri saya, Bu Bidan?” tanya Hadi panik.

“Istri bapak baik-baik saja, Pak. Saat ini baru mulai pembukaan satu, namun dari pemeriksaan, sepertinya anak Bapak dalam posisi sungsang,” jawab sang Bidan dengan wajah yang tampak berpikir keras.

“Tapi tidak berbahaya kan, Bu? cecar Hadi.

“Sebaiknya ibu segera dibawa ke rumah sakit, dengan peralatan medis yang jauh lebih lengkap. Jangan ditunda, jika tak ingin keselamatan ibu terancam.”

Informasi dari bidan desa sontak membuat Hadi bagaikan tersambar petir di siang hari bolong. Beruntung dari artikel-artikel yang dibaca, Gina telah menyiapkan keperluan proses persalinan seperti baju bayi dan lain-lain ke dalam satu tas tersendiri sejak sebulan lalu. Tanpa membuang waktu lebih lama, Hadi bergegas mengambil tas tersebut dan memapah sang istri ke mobil.

Mendengar informasi jika Gina harus dibawa ke rumah sakit, tak mau ketinggalan Bu Mamik pun menyatakan diri ingin ikut ke rumah sakit. Ada rasa was-was dan lega bercampur jadi satu dalam benak Hadi. Lega ada orang yang menemani Gina jika dia harus mengurus administrasi rumah sakit, namun bagaimana jika di saat Gina sendirian sang ibu justru melontarkan kata-kata pedas seperti biasanya.

Membaca keraguan pada wajah putra sulungnya itu, sang ayah pun menyatakan akan ikut pergi bersama. Ya setidaknya satu kekhawatiran Hadi bisa disingkirkan, saat ini focus dia hanya satu bagaimana bisa sampai di rumah sakit secepatnya.

Jalanan Kota Cimahi tidak semacet Kota Bandung, terlebih bukan akhir pekan. Tak butuh waktu terlalu lama, mobil yang Hadi kendarai sudah masuk ke pelataran Rumah Sakit Kasih Bunda Cimahi.

Petugas tampak cekatan mengeluarkan brankar dari ruang UGD, setelah Hadi menjelaskan kondisi sang istri yang masih menunggu di dalam mobil. Dalam waktu singkat tubuh Gina telah berbaring di atas brankar. Suara roda brankar yang berputar kala bergerak menuju ruang operasi terdengar menghentak-hentak gendang telinga Hadi.

Hadi yang didampingi ibu dan bapaknya tampak gelisah menunggu di depan ruang operasi. Mengingat kondisi bayi yang sungsang dan tubuh Gina yang mulai lemas, dokter memutuskan untuk secepat mungkin melakukan pembedahan untuk membantu proses persalinan. Waktu yang bergulir terasa sangat lambat. Berkali-kali mata Hadi nanar melihat jam yang melingkar di tangan kanannya, namun pintu ruang operasi di hadapannya tak kunjung terbuka.

Pikiran Hadi sangat kalut, tak kuasa jika harus membayangkan sesuatu terjadi dengan sang istri. Andai semua laki-laki menyadari betapa berat perjuangan seorang istri dalam melahirkan anak-anak mereka, sudah semestinya mereka tidak akan pernah berpikir untuk menghianati rumah tangga yang dibangun atas nama cinta. Ya saat itu Hadi berjanji dengan dirinya sendiri, jika dia akan selalu setia dan menjadikan Gina sebagai satu-satunya wanita yang bertahta dalam hatinya.

“Selamat, putri Bapak sudah terlahir. Saat ini perawat sedang membersihkan putri Bapak, saya permisi dahulu,” seorang dokter yang tampak berwibawa menjabat tangan Hadi sebelum berlalu.

Beban pikiran yang semula terasa sangat menghimpit hilang seketika begitu mendengar penuturan tim dokter yang membantu persalinan Gina. Rasa syukur berulang kali terucap dari mulut Hadi, tak sabar rasanya untuk segera masuk dan memeluk sang buah hati.

“Keluarga dari Ibu Ginawati!” seorang perawat berseragam putih memanggil dari pintu ruang operasi yang terbuka.

“Saya, Suster!” sontak Hadi berdiri dan berjalan mendekat.

“Silahkan masuk, Pak.” perawat itu mempersilahkan Hadi masuk dengan suara yang sopan dan bersahaja.

“Terimakasih, Sus.”

Hadi mempercepat langkahnya menuju tubuh Gina yang masih terbaring lemah. Sebuah kotak kecil, berada tepat di samping tempat tidur sang istri. Dada Hadi berdegub kencang, tak sabar rasanya untuk mendekat dan melihat wajah yang tersembul di balik box.

“Astagfirullah, Sus benarkah ini anak Saya?” tanya Hadi dengan suara yang bergetar dan kedua tangan mengatup mulut kuat-kuat.

Bayangan wajah bayi yang lucu dan menggemaskan seketika sirna. Susah payah Hadi berusaha tetap berdiri dengan berpegangan pada besi tepian ranjang sang istri. Wajah bayi yang masih merah itu terlihat sangat menakutkan dengan bibir yang sumbing dan langit-langit mulut terbuka.

Seorang dokter koas yang masih berada di ruang operasi berjalan mendekat dan memegang pundak Hadi. “Sabar, Pak. bibir sumbing dan penutupan langit-langit mulut bisa dilakukan saat putri Bapak berumur empat bulan sehingga Bapak tak perlu khawatir dengan masa depannya.”

Berkali-kali Hadi menarik napas panjang, sekedar meredakan gerumuh dalam dadanya dan bersikap senormal mungkin saat akan berbicara dengan istrinya.

“Selamat ya, Sayang. Putri cantik kita sudah lahir dengan selamat,” Hadi mencium lembut kening Gina.

“Aku mau lihat anak kita, Kang,” ujar Gina lemah.

“Adek istirahat dulu ya. Sebentar lagi perawat akan memindahkan Adek ke ruang perawatan,” Hadi mencoba mengalihkan perhatian Gina, karena tak ingin terjadi sesuatu yang buruk jika sang istri yang masih lemah melihat kondisi sang putri.

“Sebentar saja, Kang. Aku pengen banget bisa memeluk tubuh lucu putri kita, boleh ya?” suara Gina mengiba.

Hadi saling bertatapan dengan perawat yang mendampingi Gina sebelum akhirnya mengangguk ke arah perawat. Salah satu perawat tampak cekatan menyibak kain penutup kotak yang berada tak jauh dari tempat tidur Gina dan mengakat sesosok bayi dari dalam kotak. Langkahnya terlihat ragu ketika berjalan mendekati tempat tidur Gina.

“Ini putri, Ibu. Mau dikasih nama siapa, Bu?” tanya perawat tersebut sambil meletakkan tubuh mungil sang bayi di dekapan Gina.

Gina tak lagi mampu berkata-kata, matanya nanar melihat sesosok bayi yang sekarang berada di dalam pelukannya. Tubuhnya yang belum pulih seutuhnya tiba-tiba limbung dan terjatuh pingsan. Bagaimana bisa bayi yang digadang-gadang bisa menjadi pelengkap kebahagiaan, justru berwajah tak ubahnya seperti wajah mahluk luar angkasa yang dilihatnya dari film. Bibir yang tak tertutup sempurna, dengan langit-langit mulut terbuka sehingga hidung sang bayi tampak tertarik ke dalam mulut.

26Oct20

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

26Oct20

Kak Nurul

END Jangan Ada LaraWhere stories live. Discover now