Bab 13A

1K 192 10
                                    

Kalau ada plot hole, TOLONG KABARI.

Namun, Typo dll abaikan saja karena memang nggak diurus.

Makasiii

INI DRAFT PERTAMA

Untuk EVENT KARMA.

NO EDITING!!

Pertimbangkan sebelum membaca!


Tak pernah terpikirkan sedikit pun di benak Gina bahwa dia akan bercerai dengan hadi. Melihat surat cerai itu ada di tangannya rasanya begitu pedih. KTP bertuliskan janda juga akan terekam jelas sebagai torehan luka yang tiada akhir. Jika menjanda karena kematian, mungki Gina masih bisa menerima. Namun, perceraian akibat finah dan diselingkuhi di depan mata, betapa hancurnya.

Gina belajar dengan cara yang pahit. Bahwa pernikahan tidak hanya soal kemeriahan saat resepsi, tapi lebih ke persatyuan dua keluarga. Mertua khususnya. Dibenci mertua adalah ujian terberatnya. Bahkan cinta yang sempat digenggam hadi erat pun kini begitu mudahnya bercerai berai karena suaminya tak menggenggam ras percaya padanya.

Air mata itu kembali hadir. Mengalir menelusuri pipi, membiarkan semua duka yang terus bercokol dan menusuk-nusuk setiap detik keluar. Namun, berapa lama pun Gina menangis, sakit itu tetap bercokol di sana. Erat, kuat, seilah tidak akan pernah terangkat. Lebih erat dari lem apa pun yang bahkan tidak akan hilang ika dikerok dan dibersihkan. Kepalanya terasa berdentam.

Gina benci jari-jari yang menyemburkan fitanh demi fintah padanya. Dia tidak akan memaafkan mereka yang mengirimkan pesan tentangnya dan Bisma. Siapa pun dia, kelak, di akhirat, Gina akan meminta pertanggungjawaban orang itu. Mendulang semua pahala dari penjahat itu agar kering dan kemudian membebankan semua dosa miliknya pada bajingan yang telah memporak-porandakan pernikahannya dengan Hadi.

Wnaita itu juga benci Bu Mamik. Mertua macam apa yang setiap hari hanya melontarkan kalimat kasar, menghujat, mengorek-ngorek kesalahan. Padahal dia sudah begitu lama mengabdi tanpa pernah sedikit pun melawan.

Lalu yang paling dibencinya kini adalah Hadi. siapa lagi jika bukan mantan suaminya itu layak mendapat kebenciannya yang terdalam.

Berapa banyak fitnah yang dihunjamkan orangorang, semua akan sia-sia jika hadi sebaai suami mampu melindunginya. Mampu memberikan perlindungan dan keyakinan, bahwa istrinya adalah orang yang setia. Namun, kenyataannya, Hadi justru menusuknya, menikam semua kepercayaannya dna membuatnya tercerai.

Bahkan disaat kesetiaan adalah modal Gina satu-satunya untuk bertahan, hadi pun mengkhianatinya dengan menikahi wanita lain.

"Mama ... mama... mama.." Larasati memanggil nama Gina berulang-ulang karena ibunya itu terlalu larut dalam pikiran yang seperti labirin hingga tak menyadari panggilan anaknya. "MAMA! MAMA! MAMAAAAAA!" kali ini larasati berteriak lebih keras.

Teriakan terakhir larasati menyentak Gina. anita itu merasa kekesalannya memuncak. Bagaimana anaknya bisa kurang ajar memanggil namanya dengan begitu kasarnya.

"NGAPAIN TERIAK-TERIAK, HAH? EMANG MAMA BUDEK?"

Larasayti terdiam sebelum akhirnya ikut berteriak-teriak tak karuan. Gina menarik lengan Larasati ke atas dan mendoirongnyua ke kamar sebelum menguncinya dari luar. Larasati menggedor-gedor [pintu sekuatnya. Namun, gina memasang earphone dan menyetel lagu dari awianya keras-keras. Menenggelamkan suara larasati yang semakin beringas.

***

Setelah tiga puluh menit, tampaknya Larasati sudah lelah. Gina membuak pintu dan melihat putrinya tertisur di lantai. Kadang sebersit sesal menggupak telah bertindak kasar pada larasati. Namun, jika dia membiarkan putrinya eberteriak-teriak, yang ada diinya juga ikut kalap dan bahkan mungkin memukul gadis itu.

Keuangan mereka sama sekali tidka membaik Hadi hanya memberi sedikit seklai uang bulanan. Tidak cukup kalau untuk biaya terapi dan sekolah larasati. Bahkan ditambah uag tabungan Gina pun, uang yang dimiliki hanya untuk makan sehari-hari.

Tanpa modal yang cukup, Gina pun nekat menjadi reseller beberapa tas, baju, kosmetik, perkakas dapur. Apa pun dia coba.

Namun, lagi-lagi larasati menjadi masalah

***

"LARAAAAAAAAAAAAAAAAAS!" Gina menjerit ketika melihat laras membongkar kardus koesmetiknya karena disangka di dalamnya ada buku. Padahal satu box itu akan diserakan pada pemesan yang ingin box dlm kondisi segel.

"Mana buku baru?" Larasati menatap Gina dengan tidak bersalah.

"Dasar anak goblok! Sudah berapa kali mama nbilang, jangan sentuh dagangan mama!"

"Laras nggak sentuh. Laras cuma nyari buku."

"BOHONG!" Gina menjerit frustrasi. "Mama paling benci sama pembohong! Kamu sama aja kayak papamu itu! Pembohong! Tukang uduh! Sampah!" Gina merasakan api itu berkobar di dalam dadanya. Meledak, butuh dimuntahkan semerta-merta/. Dia tak memiliki siapa pun untuk menopangnya. Tuhan pun tak mampir dalam ingatannya,

Larasati terdiam. Dia gamang menatap ibunya yang kini ganti menjerit-jerit dengan wajah memerah karena marah.

"Orang-orang pembohoing adalah makhluk paling membuat orang lain susah. Orang seperti itu lebih baik mati! Papamiu itu sebaiknya mati saja!" Gina mengguncang-guncang lengan larasati.

"Kalau bohong nanti mati>?" ragu Larasati mengulang kalimat gibna

"IYA! Kamu denger?" Mata mereka bersitatap lama dan dalam. Ada kobaran kebencian dan dendam terpancar di mata Gina. Terpantul nyata di dalam mata putrinya. "Kalau kamu bohong, kamu juga mati aja daripada nyusahin mama erus!"

Lalu Gina bangkit dan mninggalkan larasati yang terpekur di posisinya.

***

END Jangan Ada LaraWhere stories live. Discover now