Bab 17

36 2 0
                                    

Bab 17
Setelah kondisinya mulai membaik, Anis tidak lagi dirawat di dalam ruangan ICU. Bersamaan dengan itu, hasil swab kedua Anis menunjukkan bahwa ia tidak lagi menderita Covid. Mengetahui bahwa keadaannya sudah membaik menambah semangat hidup Anis agak meningkat, apalagi setelah akhirnya Ratih sahabatnya dapat menengoknya. Ia yang sudah dipindah ke tempat perawatan biasa kelas vvip akhirnya ditengok oleh sahabatnya itu.

Ratih sore itu selepas jaga menengok keadaan Anis, mereka tidak dapat berjabat tangan apalagi berpelukan. Hanya kata-kata saja yang dapat mereka ungkapkan. Air mata Ratih menetes menatap sahabatnya sejak SMA dulu yang terlihat lebih kurus.

“Kamu bagaimana sih, kok kemarin bisa sampai masuk rumah sakit?” tanya Ratih dengan penuh tanda tanya.

“Ya bisa ajalah, namanya juga penyakit Tih,” jawab Anis sambil tersenyum.

“Bukannya kemarin kamu sempat dapat infus kasih sayang. Kok kamunya malah jadi sakit sih? Apa karena infusnya kebanyakan?” goda Ratih.

“Maksudmu apa ya, ngomong gitu. Gak jelas deh,” jawab Anis sembari memanyunkan bibirnya.

Melihat Anis yang telah bisa merajuk, Ratih yakin bila sahabatnya itu telah sembuh dari sakitnya. “Ah kamu tuh memang dari dulu gak berubah, suka banget sok nggak ngerti padahal dalam hati ngerti banget,” kata Ratih dengan wajah cemberut.
Anis yang melihat Ratih cemberut segera tertawa, ia menertawakan wajah Ratih yang terlihat lucu. Saking gelinya menertawakan sahabat kesayangannya, air mata Anis bercucuran. Bila tidak ingat akan covid, kedua sahabat itu pastinya sudah berpelukan. Tapi covid telah merubah segalanya.

Sejak Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai 9 Juli 2020 Kementrian Kesehatan melaporkan 70.736 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 3.417 kasus meninggal (CFR 4,8%). Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional masih dalam resiko sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam proses, dunia dihadapkan pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan COVID-19. Oleh karena itu perlunya adaptasi kebiasaan baru dalam rangka pencegahan dan pengendalian COVID-19 perlu dilakukan oleh setiap lapisan masyarakat. Adaptasi Kebiasaaan Baru salah satunya adalah dengan tetap menjaga jarak bila bertemu dengan orang, hal itu membuat kedua sahabat yang saling merindu itu tidak dapat melepas rindunya dengan berpelukan.

“Tih...” terdengar suara Anis bergetar, Anis seperti menahan sesuatu dalam dirinya. “Please jangan kamu sebut lagi nama itu di depanku. Seperti yang aku katakan kemarin sebelum aku masuk rumah sakit, aku merasa telah melakukan dosa besar dengan berselingkuh walau hanya hati dan jiwaku yang berselingkuh.” Tegas Anis sambil menatap Ratih.

“Aku tahu dan sadar, ternyata Arif memang masih mencintaiku, namun justru hal itu membuatku sadar. Aku telah mengambil jalur yang salah dalam hidupku, perselingkuhan suamiku dengan Tiara tidak boleh aku balas dengan berselingkuh lagi. Itu berati kelakuanku sama buruknya dengan kelakuan suamiku.”

Mendengar perkataan Anis itu, Ratih pun mengangguk menyetujui. “Iya betul aku setuju denganmu. Ini yang aku sayangi dari dirimu Nis, tetap berusaha bijak bagaiamanapun keadaan yang sedang kamu hadapi,” Ratih menatap bangga pada sahabatnya itu.

Ketika wanita lain sibuk menggoda suami orang lain yang kaya raya, agar memperoleh kebahagiaan semu. Anis malah menolak untuk berselingkuh dengan pria kaya raya yang sudah menduda. Menyadari betapa setianya Anis, pada perkawinannya, membuat Ratih berdoa dalam hati agar Yudha akhirnya sadar kesalahannya.

“Udah sore nih, aku tadi pamit pada mas Agung tidak lama. Besok kapan-kapan aku tengok lagi ya. Aku pulang dulu,” kata Ratih pada Anis.

“Iya gak apa-apa, terima kasih sudah menemaniku. Hati-hati di jalan ya,” jawab Anis sambil tersenyum. Anis memandang kepergian Ratih dengan pandangan iri, walau Ratih dan suaminya Agung hidup sederhana tapi kebahagiaan selalu melingkupi keluarga mereka. Anis berdoa, semoga sepulangnya ia dari rumah sakit hidupnya akan lebih baik lagi.

***

Keesokan harinya Anis sudah merasa membaik, ketika seorang perawat datang mengontrolnya, Anis pun bertanya,”Suster, maaf boleh saya bertanya?”

“Iya bu, tentang apa?” jawab suster itu dengan lembut.

“Kapan saya bisa bertemu dengan dokter penyakit dalam ya? Ddokter siapa namanya Sus?”

“Oh, dokter Bachtiar. Nanti sore jadwalnya beliau visite, nanti kalau beliau visite saya beritahu ke dokter Bactiar kalau Bu Anis ingin bertemu.”

“Terima kaih Suster,” kata Anis dengan gembira.

“Sama-sama Bu, itu sudah tugas saya. Ibu sudah ingin pulang ya?” tanya Suster bernama Neti itu ingin tahu.

“Iya Sus, saya sudah gak betah. Kasihan anak-anak dan suami di rumah.” Jawab Anis sedih.

“Oh iya, nanti saya kabari Bu. Permisi Bu,”kata suster Neti meminta ijin untuk keluar kamar.
Anis hanya mengangguk ketika suster Neti keluar. Anis memandang keluar melalui jendela kamar rawat inapnya. Ia sudah mulai bosan sendirian seperti sekarang ini, untuk membunuh rasa sepinya Anis pun membaca novel yang dibawakan oleh Ratih kemarin.

Ketika ia sedang asyik membaca, tiba-tiba pintu kamarnya di ketuk. Anis mengira itu adalah anak-anak dan suaminya, segera Anis mempersilahkan,” Ya, masuk.”

Ketika pintu dibuka, Anis begitu terkejut melihat siapa yang mengetuk pintunya, Tiara.

“Kamu kaget melihat saya?” tanya Tiara dengan senyuman liciknya. “Berarti kamu sudah tahu saya. Hal itu lebih memudahkan saya,” lanjutnya.

“Kamu tentu sudah tahu maksud kedatangan saya ke sini,” kata Tiara lagi.

Anis masih terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa pada wanita ular itu.

“Kenapa kamu hanya memandangi saya? Saya memang cantik, pantas kan kalau suamimu lebih tertarik pada saya daripada kamu. Coba lihat ke kaca, mungkin dulu kamu cantik tapi sekarang sudah bukan jaman kamu, ini jaman saya!” bentak Tiara mulai kesal karena Anis tetap tidak berkata apapun.

“Saya tidak mengetahui maksud kamu datang kesini karena saya bukan peramal, saya tidak bisa menebak maksud orang hanya dengan melihat. Jadi katakan maksud anda datang ke sini apa? Supaya bisa saya jawab,” kata Anis berusaha tenang melihat kelakuan Tiara.

“Dan mengenai cantik atau tidak, bisa anda tanyakan pada suami saya sendiri. Tentunya sudah sangat anda kenal,” lanjut Anis dengan berani.

“Oh ternyata kamu pandai berkata-kata juga ya. Pantas kata suamimu kamu diam tapi menyebalkan,” cela Tiara lagi sambil berkacak pinggang.

Anis melihat Tiara dengan pandangan kesal, terlepas dari apa yang dikatakannya betul atau tidak mengenai suaminya, namun menyadari jika suaminya betul-betul terpikat dengan wanita ini, pastilah dia wanita yang sangat licik. Sambil menarik nafas panjang menahan amarah, Anis pun berkata pada Tiara. “Cepat katakan apa maumu? Supaya aku bisa mempertimbangkan mengabulkannya atau tidak. Kalau sudah segera keluar dari kamar saya, saya merasa sesak kembali melihat kamu ada diruangan saya ini!” kata Anis dengan wajah memerah mencoba menahan marah.

“Kamu berani sama pada saya? Saya ingin, suami kamu! Mengerti?” kata Tiara dengan keras.

Mendengar perkataan Tiara yangsangat berani dan sama sekali tidak menghormati dirinya sebagai istri syah Yudha membuat kemarahan Anis memuncak,”Kamu?! Entah setan apa yang sudah merasuki suami saya sehingga tidak melihat ada setan di dalam tubuhmu! Pergi!! Kalau kamu ingin suami saya keluarkan dulu  setan yang ada dalam tubuhmu. Keluar!!” bentak Anis dengan amarah memuncak.

Ia ingin segera memencet bel yang ada didekat kasurnya, agar suster mengusir wanita itu. Namun, belum sempat ia lakukan tiba-tiba terdengar suara teriakan “Ibu...”

Ternyata Yudha, Gendis, dan Juna datang menengoknya. Entah berapa lama mereka telah berada di dalam kamar dan mendengar pertengkarannya dengan Tiara, yang jelas Gendis langsung melabarak Tiara yang tidak juga pergi dari kamarnya. “Pergi kamu, kamu sudah merusak keluarga kami. Kamu sudah membuat ibu kami sakit, dokter macam apa kamu?! Jangan berani-berani menampakkan diri di depan kami lagi. Pergi!!” teriak Gendis pada Tiara.

Melihat kakaknya yang sangat marah, Juna menambahi,” kalau kamu tidak juga pergi, kami panggil satpam.” Tanpa mnunggu jawaban Tiara, Juna segera keluar kamar untuk memanggil satpam.

Yudha yang sedari tadi hanya melihat keributan itu terdiam. Yudha sangat kaget melihat tingkah laku Tiara yang berbeda dari biasanya, hal itu membuatnya tidak mampu berpikir. Tiara memandang kearah Yudha seperti minta pertolongan, namun Yudha menahan diri untuk tidak melihat kearah Tiara. Ketika akhirnya Tiara bergegas pergi, Yudha tetap diam tidak menoleh pada Tiara sedikitpun. Yudha yang kecewa pada tingkah laku Tiara,  tiba-tiba merasa bersalah pada keluarganya, terutama kepada Anis.

Melihat Yudha yang hanya diam saja, Gendis pun segera membantu Anis agar bisa kembali ke kasurnya. “Ibu tidak apa-apa?” tanyanya.

“Gak, ibu gak apa-apa. Tolong Mbak, ambilkan ibu minum. Tiba-tiba ibu merasa haus,” pinta Anis. Gendis segera menuruti perintah Anis, diambilnya segelas air minum dan diberikannya pada Anis.

Juna segera mendekati ibu, dilihatnya ibunya begitu lemah. Hati Juna terasa sedih melihat ibu yang sangat menyanginya menderita, ia benci melihat perempuan yang baru saja diusirnya, karena membuat ibunya terlihat lebih menderita. “Bu, Juna pijitin kakinya ya? Kata ibu dulu, pijitan kaki adik enak,” ucapnya sambil memijit kaki ibunya.

“Boleh dek, pijitan kamu memang enak kok, ibu tidak bohong.” Jawab Anis sambil tersenyum.

Juna pun tersenyum mendengar perkataan ibunya., dipijitnya kaki ibunya dengan perasaan sayang. Melihat hal itu, Gendis pun menggoda adiknya yang tampan,” duh kalau tukang pijatnya tampan begini,, aku mau dong dipijit terus,”

“Ih, siapa yang mau mijit cewek ganjen kayak kamu Mbak?” jawab Juna dengan ketus.

Mendengar hal itu, Anis segera berusaha melerai sebelum terjadi pertumpahan darah antara saudara itu,” sudah-sudah...kalian anak ibu yang paling hebat dan baik jangan sering bertengkar ya, tidak baik. Ibu sangat menyayangi kalian berdua,” lerai Anis sambil tersenyum hangat.
Melihat kejadian itu hati Yudha pun terasa hangat, ia merasa melihat kehangatan keluarganya telah kembali. Yudha mencuri pandang, dilihatnya wajah Anis yang terlihat sangat bahagia sudah lama ia tidak melihat senyum Anis yang begitu bahagia. Hati Yudha bergetar melihat aura kecantikan Anis yang masih tergambar di wajahnya.

Ketika mereka sedang asyik berbincang-bincang, tiba-tiba pintu ruangan itu diketuk. “silahkan masuk,” kata Yudha bersiap-siap menghadapi kemungkinan Tiara akan datang lagi membuatnya harus berjaga-jaga. Ternyata dokter Bachtiar SpPD yang datang, ia tersenyum ketika mengenali Yudha sedang menemani istrinya. “Wah sudah ada ahlinya kenapa masih menunggu saya, Dok?” kata Bactiar sambil menggoda Yudha.

“Tetap saja protapnya harus sesuai dengan dokter penyakit dalamnya dong. Gimana? Sudah boleh pulang belum istriku?” tanya Yudha sambil melirik Anis.

Mendengar hal itu, Anis pun tersenyum manis. Ia sangat bahagia mendengar suaminya memanggilnya ‘istrinya’ di hadapan temannya. Ia merasa telah dianggap istri oleh Yudha kembali.

“Sebentar, aku periksa dulu ya,” kata Bachtiar mendekati Anis. Bacthiar segera memeriksa Anis dengan cermat, di hadapan senior yang dihormatinya membuat Bachtiar harus memeriksa dengan teliti. Setelah menanyakan beberapa hal dan memeriksanya dengan baik akhirnya Bachtiar berkata,” Sudah baik semuanya, tadi katanya Bu Anis ingin pulang ya? Saya ijinkan sekarang boleh pulang. Nanti saya tanda tangani surat ijin pulangnya.” Jelas Bachtiar sambil tersenyum pada Anis.

“Dok, istrinya sudah boleh pulang. Dijaga ya jangan sampai kejadian kemarin terulang lagi,” kata Bachtiar sambil mengajak Yudha bersalaman.

“Baik, insya allah saya usahakan. Terima kasih atas perawatannya,” jawab Yudha menyambut tangan Bachtiar dengan hangat.

Bachtiar pun mengangguk, “Permisi, saya harus pamit,” katanya sambil keluar dari kamar itu.

Setelah Bachtiar keluar, Yudha segera memerintah kedua anaknya membantu Anis berbenah sedangkan ia sendiri akan mengurus administrasi. “Bapak pergi dulu mengurus administrasi agar kita bisa segera pulang,” katanya sambil tersenyum pada keluarga kecilnya.

“Ya Bapak,” jawab Juna.

Dengan dibantu oleh kedua anaknya, acara beres-beres barang selama Anis tinggal di rumah sakit itu selesai dengan cepat. Begitu pula dengan Yudha, ia hanya beberapa menit keluar semua urusan teah beres. “Ayuk kita segera pulang,” ajak Yudha sambil membawa tas Anis.

Ada dua tas besar dan beberapa tas plastik kecil berisi makanan dan berbagai kue. Juna berbagi tas dengan bapaknya, Gendis dengan sigap mendorong kursi roda yang berisi Anis. Letak ruangan rawat inap tempat Anis dirawat yang berada di lantai atas cukup membuat Anis letih, sehingga ia perlu mnggunakan kursi roda.

***

Anis adalah ibu yang bertanggunjawab dan sangat menyayangi keluarganya. Hal itu terbukti ketika ia telah berada di rumah. Tanpa memedulikan kesehatannya, dua hari sejak ia berada di rumah ANis langsung melakukan semua aktifitasnya seperti biasa.

Anis kembali bangun pagi hari, setelah melakukan salat tahjud, ia segera meyiapkan makanan untuk keluarganya. Walau kini mereka telah bebas beraktifitas seperti sedia kala, namun hal itu tidak menghalangi Anis semakin memperhatikan keluarganya.

Diam-diam, Yudha sering memperhatikan Anis. Sejak pulang kerumah ia merasa keluarganya  menjadi lengkap dan kembali ceria. Kehangatan yang dibawa Anis membuatnya merasa hidup kembali. Menyadari hal itu, Yudha semakin merasa bersalah telah pernah memperlakukan Anis dengan begitu buruk. Yudha menyadari walau Anis tidak muda lagi, namun kecantikan dan rasa sayangnya tetaplah terpancar dari hatinya yang terlihat tulus dan iklas. Yudha merasa ia kembali jatuh cinta pada istrinya itu.

Sementara itu, sikap Gendis dan Juna pada Anis pun mulai berubah. Mereka semakin menyadari arti keberadaaan Anis dalam hidup mereka. Ketulusan dan kasih sayang yang selalu mereka terima dari Anis kini semakin mereka sadari. Mereka melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana Anis selalu berusaha memberi yang terbaik bagi mereka semua. Menyadari Juna dan Gendis yang kembali menyanyanginya, Anis merasa seperti hidup kembali.

Bagi Anis, hanya tinggal cinta Yudha yang masih belum berhasil ia dapatkan kembali.

Bersambung....


PSBB: Pahami Sayangi Biar BahagiaWhere stories live. Discover now