Bab 19

30 2 0
                                    


Anis terus menangis, suaranya yang cukup keras membuat Gendis yang siang itu sedang bermalas-malasan  di depan pesawat TV berlari mendekatinya. “Ibu ada apa menangis?” tanya Gendis perlahan,

Gendis yang kini telah kembali memperhatikan ibunya membantu Anis agar bisa berdiri. Sambil memapah Anis, Gendis memberikan bahunya sebagai sandaran tubuh.

Setelah selesai mendudukkan Anis di kasur,  Gendis pun menatap Yudha Bapaknya dengan tatapan sebal,” Bapak kenapa selalu membuat Ibu menangis? Belum cukup Ibu menangis setiap hari karena Bapak??” tuduh Gendis.

Mendengar Gendis menuduh bapaknya, segera Anis menarik tangan Gendis yang masih berdiri di dekatnya.”Mbak, jangan salahkan Bapakmu untuk hal ini. Mbak Gendis tolong keluar ya?” kata Anis menyuruh Gendis sambil  terseyum. “Ibu gak bakalan kenapa-kenapa kok. Percaya sama ibu,”

“Iya kamu tahu apa? Sudah sana keluar!” perintah Yudha pada putri satu-satunya.

Mendengar permintaan ibunya dan perintah bapaknya yang menyuruhnya keluar, dengan kesal Gedis segera keluar kamar. Walau tidak percaya bapaknya tidak akan menyakiti ibunya, Gendis akhirnya keluar dari kamar ibunya itu. Gendis memilih menunggu kedua orang tuanya berbicara dengan duduk di depan kotak persegi di ruang keluarga, kebetulan sebuah stasiun televisi swasta sedang menyiarkan drama korea favoritnya. Sebetulnya Gendis sudah selesai menonton drama korea itu melalui sebuah konten berbayar, namun karena tidak ada acara televisi lainnya yang lebih menarik perhatiannya ia pun menonton kembali drama itu.

Setelah putri keluar dari kamar, Yudha segera memandang pada Anis yang terlihat begitu sedih. Sebagai laki-laki, ia merasa harga dirinya diinjak-injak oleh istrinya, istrinya selingkuh di belakangnya. Namun ia pun menyadari perbuatannya dengan Tiara, yang bahkan menurutnya lebih buruk dari istrinya. Menyadari hal itu, Yudha pun menarik nafas panjang, ia berusaha menenangkan dirinya. Kali ini ia ingin menyelesaikan semua yang terjadi diantara mereka selama ini.

Demi melihat istrinya yang terdiam dengan wajah bersalah, Yudha berusaha menahan dirinya. Dengan menghela nafas panjang, Yudha pun mulai berbicara,” Apa maksud dari wa yang tadi aku baca di hapemu? Kamu berselingkuh?” nada bicara Yudha yang masih tinggi membuat Anis termangu.

“Aku, aku...” jawab Anis tersendat-sendat. Ia bingung harus memulai dari mana, namun bila ia tidak memulai percakapan hari ini tentunya masalahnya tidak selesai. Oleh karena itu, demi menyelesaikan seluruh masalah yang telah terjadi berlarut-larut, Anis pun memberanikan dirinya untuk berbicara melayani Yudha agar dapat menyelesaikan masalah mereka.

“Bapak, bagaimana bila aku balik pertanyaan Bapak? Apakah Bapak berselingkuh?” tanya Anis sambil mengumpulkan keberaniannya.
Mendengar pertanyaan Anis yang berani, Yudha sejenak memandang wajah Anis yang kini terlihat berapi-api. Yudha yang dulu menyukai keberanian dan semangat Anis, kini dapat melihat lagi keberanian itu dari wajah Anis. Wajah berbentuk hati dengan potongan rambut pendek dan mata yang menatapnya tajam membuat darah Yudha berdesir, ia ternyata masih mencintai perempuan cantik di hadapannya ini.

Keheningan menyelimuti kamar berukurang besar itu, Yudha yang duduk di kursi empuk di seberang tempat tidur berukuran King itu masih terdiam. Yudha sendiri bingung harus memulai dari mana, ia merasa kini waktunya ia dihakimi juga, setelah sekian lama perbuatan yang ia lakukan dengan Tiara.

Sebagai laki-laki ia harus bertanggungjawab atas apa yang telah ia lakukan. Ahirnya, Yudha pun menjawab pertanyaan Anis istrinya,” Iya, aku berselingkuh dengan Tiara, wanita yang menemui dan marah-marah padamu di rumah sakit kemarin,” jawab Yudha dengan tegas.
Mendengar perkataan Yudha itu, Anis hanya terdiam. Hatinya sudah tidak lagi merasakan kepedihan yang sama seperti dulu awal-awal ia mengetahui perselingkuhan suaminya. Kini hatinya seperti sudah mati rasa mendengar hal itu. Anis hanya menatap dingin Yudha, laki-laki tampan dihadapannya itu. Keheningan kembali melanda.

“Awalnya aku merasa tidak tertarik pada Tiara, karena aku sudah memiliki semua. Seorang istri yang cantik dan dua anak yang telah besar dan membanggakan.” Yudha menarik nafas panjang sebelum akhirnya menjawab lagi,” Tapi aku terlalu sombong. Aku yang sangat percaya diri, ternyata tidak kuat menghadapi godaan seorang Tiara.”

“Bapak cinta pada wanita itu? Sampai Bapak mau menceraikan aku dan pergi meninggalkan aku dan anak-anak?” tanya Anis lanjut. Anis sebetulnya tidak ingin mengetahui jawaban selanjutnya, namun ia terlanjur menanyakan hal tersebut. Sambil menunggu jawaban Yudha, Anis mengambil guling di hadapannya dan segera memeluk erat benda berbentuk lonjong dan bersarungkan bunga-bunga berwarna ungu.

Melihat tingkah laku Anis yang terlihat gerogi itu, Yudha pun berkata untuk mencairkan suasana. “Aku. ketika itu merasa mencintai wanita itu. Ia betul-betul membuatku lupa akan diriku yang sebenarnya, lupa akan pekerjaanku, bahkan ia mampu membuatku lupa akan kalian semua, kamu dan anak-anak,” jawab Yudha dengan suara serak. Yudha menyadari akan semua hal itu,  ketika semua sudah terlanjur hancur dan sulit untuk diperbaiki, tentulah suatu hal yang berat bila ingin memperbaiki seperti sedia kala. Karena nafsunya semata, ia telah mengacaukan apa yang telah ia bina selama dua puluh dua tahun bersama Anis.

“Aku memang bersalah, aku menyadari itu semua. Aku dan egoku sebagai laki-laki yang telah menghancurkan semua yang telah sama-sama kita bina. Tapi apakah itu pula alasan yang membuatmu akhirnya mengikuti jejakku? Berselingkuh?” tanya Yudha pada Anis. Egonya, membuat Yudha merasa tidak ingin seratus persen dipersalahkan atas kehancuran keluarga mereka.

Mendengar pertanyaan Yudha itu, Anis tidak segera menjawab. Ia berusaha menenangkan hatinya terlebih dahulu agar tidak terbawa emosi ketika menjawab pertanyaan Yudha itu. “Aku hanya wanita yang biasa-biasa saja Pak, wanita yang selalu mendahulukan emosi daripada logika.  Tapi logika mana yang membiarkan diri tersakiti ketika mengetahui suaminya berselingkuh di depan matanya?” jawab Anis perlahan.

Sambil menahan emosinya, Anis melanjutkan kembali perkataannya,”Aku awalnya juga tidak percaya bila Bapak mampu melanggar janji yang pernah Bapak ucapkan di depan ayahku dulu. Karena aku tahu, Bapak adalah orang yang selalu memegang teguh norma-norma. Tetapi ketika aku akhirnya melihat sendiri Bapak dengan wanita itu, dan bagaimana mesranya Bapak terhadap dia, hati wanita mana yang tidak akan hancur Pak?!” kata Anis setengah berteriak. Ia sedikit merasa lega setelah meneriakkan isi hatinya pada Yudha.

“Tapi segala kejadian itu kan tidak lantas membuatmu seperti diberi ijin untuk berselingkuh juga?” sela Yudha dengan kesal.

“Betul Pak, nah disitu aku salah. Tapi melihat bapak yang terus bermesraan bahkan jarang pulang kerumah aku harus bagaimana? Bahkan setiap kali pulang pekerjaan Bapak selalu marah-marah pada kami semua. Membuat aku sangat tertekan Pak,” rintih Anis dengan kelu. Ingatannya kembali melayang ketika ia bertanya soal perselingkuhannya dengan Tiara, tetapi jawaban Yudha semakin membuatnya sakit karena Yudha memilih untuk bercerai.

“Bapak tidak pernah memberi kami pilihan, bapak malah menyuruhku mengajukan tuntutan ke pengadilan agama waktu itu. Pedih Pak, sakit sekali hati ini. Bapak lebih memilih bersama wanita tidak jelas itu daripada bersama kami yang sudah lebih lama.”

Yudha betul-betul seperti ditonjok dadanya ketika mendengar perkataan istrinya itu. Ditatapnya Anis penuh rasa ingin tahu, Yudha melihat wajah Anis penuh penderitaan ketika melihat hal itu. Ia semakin tersadar bila selama ini Anis lah yang paling menderita akibat perilakunya.

PSBB: Pahami Sayangi Biar BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang