Bab 20

36 3 0
                                    

Hari ini, Yudha sebagai kepala keluarga memutuskan untuk mengumpulkan istri dan anak-anaknya dalam sebuah rapat keluarga. Setelah berbicara dari hati ke hati bersama Anis kemarin, ia merasa perlu juga bicara dengan kedua anaknya. Ia ingin tahu bagaimana perasaan Gendis dan Juna yang sebenarnya. Pria berpostur tinggi dan tegap itu sadar bahwa selama ini ia tak banyak mendengar, ia juga tak terlalu memperhatikan keluarganya. Kini, ia sadar bahwa istri dan anak-anaknya itu bukan semata-mata butuh uang banyak atau benda-benda mahal dan mewah, tapi mereka juga butuh kehadirannya sebagai seorang ayah. Mereka butuh kasih sayang, perhatian, bahkan mungkin sebuah pelukan hangat setiap hari agar bisa mewujudkan keluarga yang harmonis dan saling menyayangi. Sebagai seorang pemimpin Yudha wajib memulainya dari dirinya sendiri. Kini dirinya tengah duduk di depan Anis, Gendis, dan Juna untuk memulai rapat yang amat penting bagi keluarganya.

"Anak-anak, Bapak sengaja mengumpulkan kalian karena ada hal yang penting yang ingin Bapak sampaikan. Pertama-tama, Bapak ingin meminta maaf jika selama ini belum bisa menjadi teladan yang baik buat kalian. Bapak sadar selama ini banyak hal mengecewakan yang Bapak lakukan kepada kalian, terutama pada Ibu kalian." Yudha menoleh ke arah Anis dengan sorot mata penuh penyesalan. Istrinya yang kini tak lagi muda itu nampak mengangguk dan tersenyum penuh keharuan. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan Yudha barusan.

"Bu, di depan anak-anak, aku minta maaf ya! Insya allah, aku berjanji tak akan mengulangi perbuatan itu lagi," ucap Yudha sambil menatap Anis yang duduk di sampingnya. Tangan Yudha membelai wajah Anis sehingga membuat Anis tersipu malu. Gendis dan Juna yang melihat itu malah tertawa dan meledek kedua orang tuanya. Mereka juga bahagia kini Bapaknya telah sadar dan kembali pada keluarga.

Yudha berdehem membuat Gendis dan Juna kembali terdiam. Pria berkulit putih bersih itu kembali menatap anak-anaknya dengan penuh kasih.

"Nah, sekarang, Bapak mau, kalian juga menyampaikan apa yang kalian rasakan selama ini. Keluh kesah, kritik, saran, atau apapun yang mungkin perlu untuk disampaikan agar keluarga kita bisa menjadi keluarga yang harmonis dan hangat," ujar Yudha sambil menatap anaknya satu per satu.

"Mbak Gendis, mungkin kamu bisa lebih dulu. Silakan, Mbak!" ucap Yudha sambil tersenyum membuatnya terlihat lebih manis dan tampan.

"Hmm, makasih, Pak atas kesempatannya. Pertama-tama Aku juga minta maaf ya, Pak, Bu, atas sikap dan kata-kataku yang mungkin seringkali menyakiti kalian." Gendis menatap Yudha dan Anis dengan penuh penyesalan.

"Juna, aku juga minta maaf ya belum bisa menjadi Kakak yang baik buatmu," ucap Gendis berusaha menekan egonya. Padahal sebenarnya ia enggan mengatakan hal itu.

"Pak, Bu, sebenarnya selama ini aku merasa Bapak dan Ibu seringkali membeda-bedakan aku dan Juna," lanjut Gendis lagi.

"Membedakan gimana, sih, Kak? Jangan suka ngadi-ngadi, deh!" ucap Juna memancing emosi Kakaknya.

"Makanya dengerin dulu kalau aku ngomong! Jangan dipotong dulu!" ketus Gendis sambil melotot tajam ke arah adiknya itu.

"Ih, lagian Kakak ada-ada aja! Mana ada Ibu dan Bapak ngebedain kita! Kalaupun beda ya paling pakaian dan aksesoris. Wajar beda, tho, Mbak! Aku kan laki-laki dan kamu perempuan!" ucap Juna tak mau kalah. Adik satu-satunya itu memang tak mau kalah dan   selalu merasa dirinya benar.

Gendis geram dengan adik laki-lakinya itu. Ingin rasanya ia mencubitn pahanya keras-keras seperti yang ia lakukan dulu ketika Juna masih kecil. Sejak lama anak itu memang menyebalkan. Bahkan ketika ia telah menekan egonya untuk meminta maaf pun Juna masih mengajak ribut. Bagaimana mungkin Gendis tak kesal.

"Eeh kok malah ribut! Kita kan di sini sekarang untuk menyelesaikan masalah bukan malah membuat masalah," ucap Anis dengan lembut. Matanya menatap lekat-lekat pada Juna dan Gendis bergantian.

PSBB: Pahami Sayangi Biar BahagiaWhere stories live. Discover now