Part 3

1.1K 33 1
                                    

"Ibuuukkk ...!" Suara seruan menantunya membuat Bu Supiah yang sedang melipat kain cucian di ruang tengah, terperanjat seketika.

Belum sempat wanita bertubuh kurus itu berdiri, sosok menantunya itu telah tiba di hadapannya. Wajah Vita terlihat sadis, seakan siap menelan ibu mertuanya itu hidup-hidup.

"Ada apa sih, Vit, kok kamu teriak-teriak?" Suara Bu Supiah bergetar, menahan rasa takut yang selalu muncul setiap kali berhadapan dengan menantunya yang memiliki perangai kasar itu.

"Ibuk ngomong apa aja, ke tetangga-tetangga tentang aku? Ibuk ghibahin aku, ya? Menantu Ibuk sendiri?" Kedua mata Vita melotot-lotot seolah hendak keluar dari rongganya.

Tak ada sedikit pun rasa hormat yang ia tunjukkan terhadap wanita yang seharusnya dihormati dan disayanginya itu.

"Apa maksud kamu, Vit? Ghibah apa? Ibuk nggak pernah ngomong macam-macam sama tetangga," jawab Bu Supiah jujur.

"Halah! Jangan bohong, Buk. Itu tadi, si Yu Naroh, pake nyindir aku segala. Ibuk denger ya, Buk. Wajar kalau aku pakai uang kiriman Riris untuk memenuhi kebutuhanku. Selama ini kan, aku udah menjaga dan merawat Ibuk.

Memangnya Ibuk pikir, aku ini babu gratisan? Aku nikah sama Mas Yadi buat jadi ratu, bukan jadi babu. Jadi, wajar kalau aku ikut menikmati jerih payah Riris. Anggep aja seperti Ibuk pake jasa perawat."

Vita mencerocos panjang lebar untuk membela diri. Membenarkan perbuatannya selama ini. Bu Supiah tak kuasa membalas ucapan menantu yang kurang ajar tersebut. Ia hanya menunduk, menyembunyikan wajah sedih serta airmata yang mulai menggenang di pelupuknya.

"Oh ya, Bu, nanti sore Riris mau telepon." Ucapan Vita membuat Bu Supiah langsung mengangkat kepala.

"Eits, jangan seneng dulu. Ibuk harus ikutin apa yang aku bilang. Paham?" Vita berkata dengan nada mengancam. Bu Supiah lagi-lagi hanya bisa mengangguk pasrah. Pikirnya, yang penting nanti dia bisa bicara dengan anak bungsunya yang sangat ia rindukan itu.

Setelah puas, Vita kemudian meninggalkan ibu mertuanya begitu saja. Masuk kamar, menyusul suaminya yang tengah enak-enakan tidur siang.

***

Dering suara ponsel membuat Vita terbangun. Dengan mata masih terpejam, tangan wanita itu menggeragap, mencari-cari di sebelah bantal, tempat ia terakhir meletakkan ponsel sebelum tertidur lagi.

Memicingkan mata, Vita langsung terlonjak kaget begitu melihat nama Riris terpampang pada layar ponselnya.

Secepat kilat Vita turun dari pembaringan, tak menghiraukan suara protes suaminya yang merasa terganggu oleh suara grasak-grusuk akibat gerakan Vita yang tergopoh ke luar kamar.

"Halo, Ris?" sambut Vita sambil berjalan menuju kamar ibu mertuanya.

Tanpan mengetuk terlebih dulu, tangan Vita langsung saja memutar kenop pintu hingga pintu pun terbuka. Bu Supiah yang baru saja selesai mengerjakan salat ashar, menoleh ke arahnya.

"Oh ... ya ya, Ris. Ini ibuk baru aja selesai salat," ujar Vita di telepon. Ia kemudian menyerahkan ponselnya kepada Bu Supiah, setelah sebelumnya mengaktifkan loudspeaker terlebih dulu.

"Assalamualaikum, Ibuk?"

Dada Bu Supiah serasa disiram dengan es begitu terdengar suara halus putrinya melalui speaker ponsel. Hatinya terenyuh, menahan rindu yang membuncah. Dan semua rasa itu akhirnya lebur menjadi airmata.

"Waalaikumsalam ... Riris ...." Suara Bu Supiah rasanya tersendat di tenggorokan. Terhalang tangis yang tertahan di sana.

"Ibuk sakit apa, Buk? Kata Mbak Vita Ibuk sakit? Jangan nggak makan ya, Buk. Kasihan Mbak Vita sudah capek-capek masak tapi Ibuk nggak mau makan ...."

Bu Supiah langsung menatap menantunya, yang berdiri memperhatikan dengan kedua tangan terlipat di dada. Mata Vita membeliak lebar, mengancam. Bu Supiah pun langsung paham.

"I-iya, Ris. Kamu di sana apa kabarnya, Nak? Kapan pulang?" tanya Bu Supiah penuh harap.

Riris terdiam mendengar pertanyaan sang ibu. Ingin rasanya ia katakan bahwa ia akan pulang bulan depan, tapi teringat pesan Oma Eliz bahwa ia harus pulang diam-diam untuk melihat kebenarannya.

"Hmm ... masih belum tahu, Buk. Riris masih baru kerja di sini, jadi nggak enak kalau mau ijin pulang. Tapi Riris pasti pulang nanti." Riris menjawab, menekan perasaan rindu yang juga tengah dirasakannya.

"Ibuk kangen kamu, Ris. Pulanglah, Nak .... "

Suara Bu Supiah terdengar bergetar, airmatanya pun tumpah tanpa bisa dicegah. Hanya ditahan suaranya agar tangis tanpa suara itu tidak menjadi sesenggukan.

"Sama, Buk. Riris juga kangen sama Ibuk," balas Riris sedih.

Vita menoel pundak ibu mertuanya. Memberi kode agar pembicaraan segera disudahi. Bu Supiah menatap menantunya itu dengan tatapan memelas, meminta agar diberi waktu lebih lama lagi berbicara dengan Riris.

Mata Vita melotot, memaksa wanita paro baya itu mengakhiri panggilan sebab ia takut lama-lama Riris akan curiga.

"Ris, sudah dulu ya Nak, teleponnya. Ibuk mau istirahat dulu Ris, habis minum obat." Bu Supiah terpaksa berbohong dan menuruti kata Vita, meskipun hati sebenarnya sangat tak rela.

"Iya, Buk. Istirahat, ya. Kemarin Riris sudah kirim uang ke Mbak Vita. Kalau Ibuk pengen sesuatu, bilang aja ke Mbak Vita ya, Buk ...."

Ucapan Riris membuat hati Bu Supiah berdesir. Wanita itu kembali menatap menantunya yang memasang wajah tak sabar.

"Sini HP-nya!" desis Vita seraya merebut ponsel dari tangan Bu Supiah.

"Halo, Ris. Ini Mbak. Ibuk sudah ke kamarnya, Ris. Jangan terlalu kamu hiraukan ucapan ibuk tadi, Ris. Kamu harus tetap semangat kerjanya, nggak usah mikirin pulang dulu, nggak enak sama majikan kamu nanti, Ris," ucap Vita setelah menempelkan ponselnya di telinga.

"Iya, Mbak. Ya sudah kalau gitu aku balik kerja dulu ya, Mbak. Titip ibuk, assalamualaikum," jawab Riris.

"Waalaikumsalam," balas Vita. Perempuan itu tersenyum lebar setelah panggilan terputus.

"Kamu minta uang lagi sama Riris, Vita?"

Pertanyaan dari ibu mertuanya membuat Vita sontak menoleh.

"Iya. Memangnya kenapa, Buk?" balasnya sewot.

"Dan kamu pakai alasan kalau Ibuk sakit, biar Riris kirim uang?"

"Kalau perlu aku akan pakai alasan Ibuk meninggal sekalian. Dah ah, jangan bawel, nanti cepat mati! Aku mau makan dulu," jawab Vita dengan kurang ajarnya, sebelum ia melenggang pergi keluar dari kamar ibu mertuanya.

KE MANA HABISNYA UANG YANG KUKIRIM UNTUK IBU?Where stories live. Discover now