Part 11

933 29 0
                                    

Sepoi angin bertiup menghembus wajah pria yang tengah berdiri di atas balkon lantai dua rumah Oma Eliz. Bertumpu pada dua siku yang diletakkan di atas teralis balkon, sepasang mata elangnya menatap ke bawah.

Tepatnya, pada sebuah mobil taksi yang sedang berhenti di luar pagar setinggi hampir dua meter yang menjadi pembatas halaman rumah dengan jalanan kompleks.

Pikir Ares, siapa yang memesan taksi? Apakah ada yang hendak bepergian?

Pertanyaan Ares pun terjawab ketika sosok gadis manis berambut panjang itu berjalan sambil menjinjing tas berwarna hitam di tangan kirinya.

Tubuh ramping Riris terlihat begitu ringan saat melangkah menuju pagar. Seakan tak sabar ingin naik ke taksi dan segera pergi.

Kening Ares berkerut ketika Riris membuka, lalu menutup pagar. Dan pada saat gadis itu dalam posisi menghadap ke arahnya, sepasang mata mereka saling bertatapan.

Ada debaran halus yang terasa kala sepasang mata jernih itu membalas tatapannya. Debaran itu masih saja terasa meskipun Riris telah masuk ke dalam taksi yang akhirnya membawanya meluncur pergi.

Langkah kaki Ares lebar-lebar saat berjalan masuk ke dalam, terus menuju anak tangga dan menuruninya dengan cepat. Sang Oma sedang berada di halaman samping, sedang memberi makan ikan-ikan hias ditemani oleh Mbak Sumi.

"Oma," sapa Ares, membuat wanita berkacamata tebal itu langsung menoleh.

"Kenapa, Res?" balas Oma sambil melempar senyum teduhnya.

"Aku mau ke luar sebentar. Ada urusan," ujar Ares.

"Ke mana? Menjemput istrimu? Sudah hampir sepekan kamu di sini, tapi Vivian belum datang juga," balas Oma Eliz. Tangan kanannya kembali bergerak melemparkan makanan ikan ke dalam kolam.

"Dia tidak akan datang, Oma. Aku pergi dulu," pamit Ares lalu segera pergi, diikuti tatapan penuh tanya dari Oma Eliz.

"Tuan muda Ares itu, ganteng ya, Oma. Kayak bule," ucap Mbak Sumi sepeninggal Ares bersama mobil sedan mewahnya.

"Papanya kan, setengah bule," balas Oma Eliz. Mbak Sumi pun baru teringat, bahwa mendiang suami majikannya ini adalah seorang WNA asal negeri Belanda.

"Ayo kita masuk, saya lagi pengen minum yang seger-seger," ajak Oma Eliz pada Mbak Sumi.

***

Taksi yang membawa Riris akhirnya tiba di terminal bus Pulo Gebang. Setelah membayar, Riris pun turun dan langsung menuju loket. Setelah mendapatkan tiket, Riris pun segera naik ke dalam bus dan duduk di bangku sesuai yang ia dapatkan.

Setelah seluruh penumpang telah siap, bus pun mulai bergerak perlahan meninggalkan terminal. Riris mengambil air minum kemasan yang sempat ia beli sesaat sebelum masuk ke bus tadi dari dalam tas, lalu meminumnya beberapa teguk.

Rasanya begitu segar dan sejuk kala membasahi tenggorokan yang sejak tadi dahaga. Bersamaan dengan bus yang melaju semakin kencang, Riris justru teringat pada pemandangan saat ia keluar dari rumah Oma Eliz, menghampiri taksi yang telah menjemputnya.

Ingatan bagaimana tatap tajam mata Ares yang dari jarak jauh pun bahkan sanggup memakunya, nyaris membuat Riris nyaris tidak bisa bergerak seolah lumpuh.

Telah sepekan cucu Oma Eliz itu tinggal di sana, dan sepertinya tak ada tanda-tanda pria itu akan pergi. Istri yang katanya akan menyusul juga tak kunjung datang.

Tanpa sadar bibir Riris mendesah lemah. Gadis itu lalu merutuki diri sendiri, mengingatkan pada statusnya yang hanya seorang pekerja di rumah besar milik janda kaya yang tak lain adalah Oma Eliz tersebut.

KE MANA HABISNYA UANG YANG KUKIRIM UNTUK IBU?Where stories live. Discover now