Part 15

1.3K 53 10
                                    

"Nggak apa, Mas sepuluh juta. Tapi uangnya bisa cair hari ini, kan?" tanya Vita penuh harap.

Andi terkekeh pelan, sembari tangannya menepuk-nepuk tas pinggang yang meliliti perutnya yang buncit. Vita tahu, di dalam tas tersebut tersimpan banyak uang.

"Tenang, hari ini cair," kata Andi, lalu menyeruput kopinya santai.

Kedua orang tersebut kemudian berbincang ngalur ngidul. Sesekali tangan gemuk Andi mendarat di lengan Vita, kadang pula ke atas pahanya yang mengenakan jeans. Yadi yang diam-diam memperhatikan itu, tentu saja tak suka dan merasa cemburu ada laki-laki lain yang menyentuh istrinya.

Yadi memasang tampang masam, bahkan meski saat Andi mengeluarkan gepokan uang merah lalu menyerahkannya pada Vita. Di balik masker yang dikenakannya, perempuan itu tersenyum lebar dengan wajah semringah.

Andi kemudian lantas pamit setelah menyerahkan uang kepada Vita. Tak lupa dibawanya serta surat sertifikat rumah milik Bu Supiah.

"Kamu kenapa, Mas? Mencureng gitu mukanya," cetus Vita setelah kepergian Andi.

"Ya menurut kamu?" balas Yadi ketus. Hatinya masih panas mengingat apa yang tadi dilihatnya antara Andi dan istrinya.

"Hadeh. Dah gila kamu ya. Marah-marah ndak ada sebabnya. Dah yok, sekarang temenin aku ke tukang gigi!" ajak Vita cuek. Sama sekali tak menyadari jika suaminya sedang cemburu.

"Aku ndak suka ya, Vit, kamu berhubungan sama laki-laki tadi! Pegang sana pegang sini. Mbok ya kamu juga sadar diri, kamu tuh istriku, hargailah aku sebagai suamimu."

Yadi makin menjadi, membuat Vita yang tadinya santai langsung naik darah karena kata-kata suaminya tadi.

"Kamu mau dihargai? Bener, mau dihargai?" Vita bertanya, tapi kedua matanya melotot lotot tak suka pada suaminya.

"Kerja sana, hasilin uang yang banyak biar aku seneng! Kalo masih begini-begini aja, jangan berani banyak protes kamu, Mas. Orang kere dilarang belagu, apalagi suami kere dilarang keras cemburu!" ujar Vita pedas. Jari telunjuknya mendorong dada Yadi.

Lelaki yang bernyali kerdil itu langsung mingkem, tak berkutik meladeni kata-kata pedas istrinya yang menyakitkan hati.

Keduanya lalu berjalan ke luar cafe, menuju tukang gigi guna membuat gigi palsu untuk Vita.

"Vit, bagi dikit uang tadi. Lima ratus tibu aja," ujar Yadi di atas motor yang melaju menuju mall, sesuai request Vita.

"Buat apa kamu uang lima ratus ribu?" Bukannya memberi, Vita malah bertanya.

"Buat pegangan aja, Vit. Aku kan sama sekali nggak pegang uang. Semua udah sama kamu," jawab Yadi hati-hati. Salah sedikit bicara, bisa habis dia disemprot.

"Halah ... udah biar sama aku aja uangnya. Nanti kalau Mas mau beli sesuatu, minta aja sama aku biar kamu nggak boros-boros!" balas Vita tegas. Yadi pun hanya bisa manyun mendengar omelan istrinya.

Saat sampai di mall, Vita langsung membeli apa saja yang dia suka. Baju, tas, sandal, parfum. Ia sama sekali tidak berpikir untuk berhemat atau menabung supaya kebutuhan bulan depan tetap aman. Yang dipikirkan cuma hari ini dia senang, dia puas.

***

Sore itu, Riris sengaja datang ke rumah Yu Naroh untuk membicarakan mengenai ibunya. Sebab, besok sore ia sudah harus kembali ke Jakarta untuk bekerja di rumah Oma Eliz.

Yu Naroh menyambut gadis itu hangat, mereka kemudian berbincang di teras sambil menikmati gorengan bakwan yang dibuat oleh Riris.

"Sebenarnya saya bimbang sama ibuk, Yu. Ibuk ndak mau diajak ke Jakarta, sementara saya sudah telanjur terikat kontrak sama majikan saya," ujar Riris di tengah obrolan mereka.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 07, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KE MANA HABISNYA UANG YANG KUKIRIM UNTUK IBU?Where stories live. Discover now