4 || and, he discloses

7.6K 936 171
                                    

TRIGGER WARNING: penyiksaan dengan deskripsi cukup detail, penyiksaan seksual hingga berdarah, spoiler Sarhad yang nggak ada di Wattpad

============



| 4 |

and, he discloses



SEJAK berangkat dari rumahnya ke Rocket Pop, Tama berniat langsung pulang setelah urusannya selesai. Namun, pertemuan di sana membuat Tama merasa harus mengeluarkan isi pikiran ganjilnya kepada seseorang. Dan dia tahu betul siapa dan di mana orang yang bisa dia ajak bicara.

Fasad markas Balwana dari luar masih tetap sama dari bertahun-tahun lalu Tama menginjakkan kaki di sana. Berupa gedung lama dengan cat pudar dan besi-besi berkarat, berlokasi jauh di pinggiran kota, ada kubah kaca di atap gedung. Masih ada kendaraan melintas, tapi jarang ada yang berhenti di depan gedung lama ini. Dulu lebih parah, karena belum tersentuh infrastruktur dan jalan rayanya belum diaspal, hampir tak ada orang melewati area ini. Ditambah lagi, tak ada tempat hiburan ramai seperti mal atau bioskop. Meski di sisi lain, sekarang itu jadi kelebihan tempat ini, jadi memberi keleluasaan bagi para anggota Balwana.

Begitu masuk, Tama disambut oleh resepsionis yang menunduk. Dia tak perlu menyebutkan apa urusannya di sini. Resepsionis hanya bertanya kepada anggota tingkat bawah. Namun, bukan berarti resepsionis itu takkan melakukan formalitas, "Ada yang bisa saya bantu, Mas Tama?"

"Ezki ada di mana?" Sebenarnya Tama sudah memiliki tebakan, tapi dia cuma mau memastikan. "Rumah kaca?"

"Iya, betul. Dia ada di lantai teratas."

"Thanks." Tama berjalan ke arah lift. Beberapa anggota menunduk saat melihatnya lewat. Tama mengangguk dengan sapaan mereka, serta menjawab pertanyaan tentang urusannya di sini.

Setelah melewati beberapa koridor, Tama berada di depan pintu besi berlapis dengan sensor samping sebagai kunci masuk. Orang yang ingin Tama temui berada di balik pintu ini. Tama meletakkan tangan di layar sensor, dan pintu terbuka menunjukkan taman luas dengan kubah kaca tinggi. Banyak tanaman merambat ke atas dan berukuran besar. Sekarang pukul sebelas siang. Matahari sudah mulai terik dan panas menyengat isi rumah kaca. Namun, Tama sudah terbiasa dengan panas. Dia melangkah ke sebuah meja kerja di balik semua tanaman besar itu. Seseorang bertubuh tinggi mengenakan celemek berkebun terlihat sedang memotong daun dengan hati-hati.

"Ezki," sapa Tama.

Jehezkiel Tamboa menoleh, lalu tersenyum. Wajahnya senantiasa terlihat rupawan, bagai sosok indah dalam lukisan yang dihaturkan nyanyian oleh bangsa-bangsa yang sudah punah. Rambut dan bulu matanya keemasan, matanya sebiru laut dalam, dan kulit gelapnya seperti dicelup satin. Warna-warna ganjil dan tidak natural dimiliki manusia, tapi dia datang dengan semua hal ganjil itu sebab itu semua adalah miliknya, alamiah dari lahir. Walau Tama tak yakin Ezki terlahir dengan 'normal'.

"Iya, Tama," balas pria itu, suara semerdu nyanyian. "Lama nggak bertemu. Gimana kabarmu?"

"Baik." Tama bersandar di salah satu pilar besar yang menyokong kubah. "Saya abis ketemu orang."

"Hm? Perempuan atau laki-laki?"

"Perempuan."

"Ah, dia pasti cantik kalau kamu sampai datangin saya cuma untuk membicarakan dia."

Tama sejenak termenung. Teringat sosok Bening yang dia lihat saat dia menunggu taksi. Dia ingat saat cahaya pagi menyapu kulit Bening yang bersih dan halus, rambut hitamnya jatuh seperti tirai sutra, bulu mata lentik membingkai matanya yang sayu, hidungnya kecil dan mancung, bibir penuhnya sewarna kelopak mawar. Wajah Bening adalah wajah yang dengan keelokan yang menyakitkan, bagai bidadari yang merenggut jantung manusia.

Tergenggam dalam Nyaris | ✓Where stories live. Discover now