16 || and, they eat dinner together

4.4K 702 103
                                    

| 16 |

and, they eat dinner together




KETUKAN DI PINTU rumah Leoni mendarat tiga kali. Tama dan Bening mendatangi rumah Leoni setelah memberikan hampers ke dua rumah lain. Tak lama, mereka mendengar langkah kaki mendekat ke arah pintu masuk.

Pintu terbuka oleh sosok wanita berbaju ungu yang tadi pagi mereka lihat saat membeli bubur ayam. Wanita itu mendongak dan takjub melihat tinggi tubuh Tama, lalu dia langsung bertanya, "Cari siapa ya, Mas?"

"Cari yang punya rumah ini," jawab Tama dengan kasualitas yang terlatih. "Saya sama istri baru tinggal di sini jadi tetangga baru. Kami mau kasih hadiah kecil."

"Oh, begitu ya. Ini Mas mau kasih barangnya aja, atau perlu ketemu Bapak sama Ibu di rumah?"

"Kalau bisa, mau ketemu juga, Mbak. Tapi kalau mereka lagi sibuk, nggak apa-apa. Mungkin lain kali aja ketemunya."

"Sebentar ya Mas, nanti saya panggilkan."

Hasanah, sang asisten rumah tangga pun permisi sejenak untuk memanggil majikannya. Sejurus kemudian, sosok wanita berambut cokelat dan bermata sipit muncul dengan pakaian kasual. Di mata Bening, Leoni hanya sedikit berubah sejak SMA. Kini Leoni berambut panjang tanpa poni. Wajahnya mulus dan terlihat lebih cantik sekarang.

Leoni menatap sosok Tama dengan agak waswas, tetapi ketika matanya bertemu dengan Bening, mata tersebut menyipit, lalu melebar seiring dengan realisasi. "Bening?"

"Iya?" Bening mengerjap-ngerjap, memasang ekspresi terkejut. "Ini ... Leoni? Anak 2 IPS 3?"

"Astaga, Bening?!" Leoni berseru dengan bahagia, sontak membuka pintunya dengan lebih lebar. Dia segera memeluk temannya itu. "Ya ampun, kamu apa kabar? Aku udah nggak dengar kabarmu sejak kita lulus SMA."

Bening menjawab sesuai narasi yang sudah disepakati. Selain anggota Balwana, tak ada penghuni Swarga Elok yang boleh tahu tentang Nicholas dalam misi ini. "Aku kuliah, terus nggak lama setelah lulus, aku nikah." Bening melepas pelukan mereka dan menyentuh lengan Tama. "Leoni, kenalin, ini suamiku. Namanya Tama."

"Siang," ujar Tama dengan senyum, lalu melirik Bening. "Ah, Sayang, kamu dulu pernah cerita tentang teman-teman SMA kamu, ini orangnya?"

"Iya, ini namanya Leoni," jawab Bening, tersenyum menatap temannya itu. "Aku nggak nyangka kamu justru jadi tetangga kami."

"Iya, ya? Bisa kebetulan gini." Leoni sungguh terlihat senang. Tak sadar dia dibohongi. "Kamu lagi sibuk abis ini? Mau masuk dulu, nggak?"

"Boleh, yuk, Mas," ujar Bening, menatap Tama. Tama tersenyum dan mengikuti narasi yang agak menyeleweng. Memiliki panggilan khusus terhadap satu sama lain ini tak ada dalam kesepakatan mereka.

"Iya, Sayang," balas Tama, mengikuti Bening masuk bersama Leoni.

Interior dalam rumah Leoni terlihat banyak sekali hiasan antik dan tradisional. Sedari dulu, Bening memang mengetahui bahwa Leoni suka dengan tari tradisional. Dia tak mengira bahwa kesukaan itu akan bertahan dan berkembang ke estetika pilihan Leoni yang lain.

"Aku inget dulu kamu suka tari tradisional," ujar Bening. "Masih suka nari sampai sekarang,?"

"Masih. Aku punya sanggar tari lho," jawab Leoni, lalu mempersilakan mereka duduk di sofa yang sisi kirinya terdapat pintu kaca dan taman. "Kalian mau minum apa?"

"Air putih aja," ujar Tama. "Suamimu lagi kerja, ya?"

"Iya, kerja terus dia. Banyak setoran, katanya." Leoni mendengus terkekeh, seolah menganggap ini adalah lelucon. "Eh, suamiku kerja jadi researcher. Kalau kamu, kerja jadi apa, Tama?"

Tergenggam dalam Nyaris | ✓Where stories live. Discover now