15 || and, she helps him doing plank

4.4K 663 67
                                    

| 15 | 

and, she helps him doing plank



SEMALAMAN, TAMA MENGHABISKAN waktu dengan bekerja di kamar dan membaca buku. Namun saat membaca buku, dia justru sulit fokus karena teringat kejadian di kolam renang tadi sore. Otaknya tanpa diperintah justru memutar ingatan tersebut.

Matanya jeli mengingat tubuh Bening yang basah, air menetes dari rambut ke bulu mata seperti embun, mata yang sayu itu menatapnya khawatir, tetes-tetes air jatuh dari rahang ke leher, lalu turun ke dada dan kaus yang menerawang oleh air, mencetak lekuk tubuh hingga menunjukkan warna bra yang Bening kenakan.

Tama menutup buku dan menarik napas. Dia butuh distraksi.

Langkahnya membawanya ke ruang kerja. Dia menyalakan komputer dan monitor-monitor yang memperlihatkan tangkapan kamera beberapa jam lalu hingga sekarang. Dia mempelajari lagi data para penghuni, data Leoni dan Hansel, serta latar belakang mereka yang sudah digali Tim Penyidik Balwana. Pukul tiga pagi, dia kembali ke kamar untuk tidur.

Sebagai seorang mutan Meliora, Tama hanya butuh waktu tidur tiga jam dalam sehari. Dengan demikian, dia memiliki banyak waktu luang seharian tanpa merasa lelah.

Pukul 5.40, Tama terbangun. Dia segera bangkit dari tempat tidur, merapikan selimut dan posisi bantal, lalu push-up seratus kali sebelum ke kamar mandi. Matahari sudah bangkit dari cakrawala saat Tama selesai sikat gigi. Cuaca sepertinya akan cerah pagi ini.

Dia harus membeli sarapan untuk Bening nanti. Wanita itu sepertinya belum bangun. Tama pun turun ke dapur untuk mengambil air. Setelah menenggak airnya, dia mendengar suara langkah dari tangga.

Bening turun menuju dapur. Dan terlepas dari apa yang Tama inginkan secara rasional, segala ingatan Tama mengenai Bening di kolam renang seketika menyergap.

Stay calm, Tama mengingatkan diri. Ini hanya ketertarikan fisik, bukan hal baru yang dia alami. Dia selalu bisa mengendalikannya. Bening juga tidak mungkin menggodanya terang-terangan. Tama tak perlu khawatir.

"Oh, kamu udah di sini," ujar Bening agak kikuk, lalu dia mengangguk. "Pagi."

"Pagi." Tama tersenyum. "Mau sarapan apa?"

"Saya lagi mau bubur ayam. Tapi, kamu mau olahraga dulu atau sarapan dulu?"

"Biasanya saya olahraga dulu. Tapi, saya bisa beliin buburnya dulu buat kamu."

"Eh, jam segini udah buka ya?"

"Udah. Saya udah riset tempat makan di sekitar sini." Tama bisa yakin menjawabnya karena dia sudah mendata kegiatan para penghuni Swarga Elok seharian. Sebagian dari mereka suka membeli sarapan bubur ayam yang cukup terkenal di komplek ini. Dia hafal jam buka-tutup semua tempat yang sering dikunjungi para penghuni komplek di sekitar Swarga Elok. "Kamu mau buburnya pakai apa aja? Pakai kacang? Daun bawang?"

"Pakai semuanya. Sambal dipisah." Bening mengisi gelas dengan air dispenser, lalu menambahi, "Tunggu saya sikat gigi dan ganti baju dulu. Saya mau ikut ke tempat bubur ayamnya."

"Oh, oke." Mungkin Bening ingin melihat-lihat lokasi. "Kalau gitu, saya olahraga sekitar jam setengah delapan aja."

"Antre banget ya buburnya? Atau lokasinya agak jauh?"

"Mungkin iya, antre. Tapi nggak jauh kok." Tama menatapi Bening yang sedang mencuci gelas. "Saya udah telepon jasa truk tangki air buat isi kolam renang. Mereka bakal datang nanti agak siang."

"Baik." Dia meletakkan gelas bersih ke rak piring. "Berarti kasih hadiah kecil ke tetangga kita, dilakuin abis olahraga ya?"

"Iya. Hadiahnya udah saya simpan di kamar saya. Kamu mau lihat?"

Tergenggam dalam Nyaris | ✓Where stories live. Discover now