5 || and, she fought (1)

5K 768 19
                                    

| 5 |

and, she fought



WAKTU YANG BENING butuhkan adalah tiga bulan. Dua bulan pertama untuk membiasakan diri pada ritme kehidupan barunya, dan satu bulan untuk memahami alur kerja di Rocket Pop Karaoke ini.

Sepanjang itu, Bening berkonsultasi dua kali seminggu dengan psikiater yang dibayar oleh Balwana. Dia tahu bahwa dia terikat kontrak agar Balwana melindunginya, termasuk membantu memberi pekerjaan. Tapi, dia tak sampai menduga bahwa mereka sampai membayar seorang psikiater untuknya berkonsultasi. Dia pikir Balwana takkan peduli hal semacam ini. Bukankah biasanya organisasi bisnis gelap selalu seperti itu? Mereka berhadapan dengan hal-hal diluar moral tiap harinya. Adalah hal wajar jika mereka menganggap mendatangi psikiater adalah hal tak berguna karena mereka memilih sendiri untuk menyimpang.

"Kalau lo nggak cocok sama psikiaternya, ntar bilang aja biar diganti," begitulah perkataan Rushia, Letnan Balwana yang cukup sering mengunjunginya. Saat itu, Rushia mengajaknya untuk membeli es krim dan crepe dekat Rocket Pop. "Konsul kayak gitu soalnya juga cocok-cocokan, belum tentu sama psikolog atau psikiater yang pertama ditemui langsung cocok."

Dan Bening tak kuasa penasaran, "Apa ... mereka bekerja buat Balwana?"

"Enggak. Nggak secara langsung sih. Para psikiaternya nggak tahu apa-apa tentang Balwana." Rushia menatapnya. "Kami udah percaya kalau lo nggak akan buka mulut tentang Balwana, ya? Jadi, kalau lo cerita soal penyekapan lo, bilang aja kalau pelakunya udah ketangkep."

Bening mengikuti perkataan Rushia. Toh, yang diucapkan juga bukan kebohongan. Nicholas memang sudah tertangkap dan diamankan, walau memang bukan di tangan aparat keamanan negara. Dalam segala kisah tentang penyekapannya kepada, Bening tak menyebut Balwana sama sekali, ataupun memberi petunjuk tentang apa yang organisasi itu lakukan. Dia hanya bilang bahwa dia pada akhirnya berhasil diselamatkan, dan kini mencoba menata kembali hidup yang sempat direnggut.

Juanda, psikiaternya itu manggut-manggut. "Kalau gitu, apa yang biasanya kamu lakukan untuk refreshing?"

"Mmm, olahraga, haha." Bening tertawa canggung. "Kadang masak, nyobain resep baru. Masak sederhana aja, yang tumis-tumis gitu. Atau bikin bekal. Tapi yang rutin itu olahraga. Bikin otak lebih 'lega' gitu, dan badan terasa lebih ringan."

"Olahraga memang bagus untuk kesehatan." Juanda tersenyum. "Biasanya, orang-orang refreshing dengan nonton, baca novel, jalan-jalan, atau sekadar scroll media sosial. Walau saya dulu nggak merekomendasikan untuk membuka media sosial, saya nggak melarang kamu untuk membuatnya."

"Kayaknya untuk sekarang, mending jangan," balas Bening. "Saya juga nggak merasakan kegentingan untuk membuatnya."

"Kalau nonton atau baca, gimana? Ngelakuin juga?"

"Mmm, saya nonton beberapa film. Dan baca beberapa buku walau nggak selesai." Bening terdiam. Menimang-nimang untuk membicarakan ini. "Cuma, dalam fiksi itu, ada adegan-adegan yang sulit untuk dibaca atau ditonton. Bukan karena terlalu kejam, atau terlalu berdarah-darah. Kadang, saya malah merasa kesulitan melanjutkan walau adegannya cuma si tokoh cowok memuji si tokoh cewek. Cerita-cerita manis dan lucu yang cuma untuk pelarian dari realita aja ... rasanya sulit dibaca. Apa karena saya mengalami realita yang berbeda dari di novel atau film? Tapi, saya nggak mau pengalaman yang saya alami malah 'mendikte' bagaimana saya melihat sesuatu. Cerita yang saya baca atau tonton ini cuma fiksi, saya nggak mau trauma saya malah menghalangi saya untuk mengkonsumsi hal-hal yang harmless."

Juanda mengenggam tangan Bening. "Trauma kamu itu nggak mendefinisikan diri kamu, dan nggak bisa mendikte kamu." Dia tersenyum. "Lihat kamu, setelah lepas dari si pelaku, apa yang sekarang kamu lakukan? Kamu olahraga! Olahraga, lho. Konsisten pula. Bukan hal yang mudah itu. Banyak orang yang pengin bisa rajin olahraga, tapi nggak semuanya bergerak untuk memulai, boro-boro konsisten. Tapi kamu bisa olahraga rutin. Itu kamu sendiri lho yang mengerjakan. Nggak dipaksa orang lain kan? Nggak didikte siapa-siapa? Itu menunjukkan bahwa kamulah yang memegang kendali. Bukan trauma kamu."

Tergenggam dalam Nyaris | ✓Where stories live. Discover now