4

284 74 0
                                    

Saat ini.

Kepergian ayah meninggalkan duka yang mendalam pada keluarga kami, terlebih pada ibu.

Ibu tidak sanggup lagi tinggal di rumah, di mana banyak kenangan ayah tertinggal. Hingga aku pun memutuskan resign dari tempatku bekerja dan pindah ke kampung ibu semasa kecil sebelum diboyong ayah ke Jakarta.

Aku melihat hidupku berjalan mundur di usia yang sudah kepala tiga ini. Namun, aku ikhlas jika harus menemani ibu di kampung halaman. Meski bukan tempat yang kuinginkan untuk melanjutkan hidup, selama bersama ibu, aku yakin duniaku masih baik – baik saja.

Dari semua orang, Alex lah yang paling sedih dengan kepindahanku. Ia memaksa ingin mengantarkanku ke kampung halaman kami dan kutolak sekuat tenaga. Sudah waktunya kami menjauh, aku ingin Alex menemukan jodohnya dan menikah seperti yang diharapkan kedua orangtuanya. Jika terus bersama, besar kemungkinan Alex tidak memikirkan pernikahan.

Jadi, di sinilah aku sekarang. Desa pesisir yang kecil dan jauh dari hiruk pikuk khas kota besar. Menemani ibu sambil pasrah dinafkahi adik laki – laki semata wayang. Meski begitu, aku masih mendapatkan job freelance dari berbagai website yang menyediakan wadah bekerja secara remote. Selama ada internet, masih banyak cara untuk bekerja, berkarya dan berpenghasilan.

Sebulan pertama aku di sini, Alex masih rajin menghubungi hingga meminta alamat ini berkali – kali dengan dalih ingin mengunjungi aku dan ibu. Permintaannya kutolak terus dan sekarang, ia berhenti menghubungi. Aku masih berkomunikasi dengan Kezia, ia terus membujukku untuk kembali bekerja di Ibukota.

Bekal ilmu ayah tentang tanaman hidroponik, aku coba terapkan selama tinggal di desa. Meski hasilnya jauh dari sempurna, setidaknya kami tidak perlu membeli sayur karena memiliki hasil panen sendiri. Belum bisa dijual, karena aku memang hanya sekedar mencoba.

Usiaku menginjak 32 tahun, namun ibu tidak pernah sekalipun mendesakku untuk segera menikah. Mungkin ibu masih butuh teman, meski di rumah peninggalan nenek ini kami tidak hanya berdua. Masih ada keluarga pamanku yang memang menempati rumah ini sejak lama. Tapi rumah ini besar memanjang dan memiliki banyak kamar.

Rumah yang memang selalu dijadikan tujuan saat momen besar seperti lebaran. Dulu saat nenek dan kakek masih lengkap. Kini, hanya keluarga pamanku saja yang tinggal dan menjaga rumah ini. Namun mereka selalu mengizinkan ibu dan aku tinggal di sini. Katanya, ini tetap rumah ibu juga.

Keluarga ibu memang tidak pernah meributkan rumah peninggalan orangtuanya. Secara, ibu hanya tiga bersaudara. Kakak ibu yang tertua menikah dengan pria asal Malaysia dan menetap di sana. Sementara ibu dan ayahku memiliki rumah di Jakarta, sehingga kebutuhan akan rumah di kampung halaman tidak terlalu mendesak. Dan pamanku, yang kurang beruntung secara finansial, memang hanya bergantung pada hasil Bumi sebagai penghasilan ini pun membuat ibu dan kakaknya tidak pernah mengusik tentang di mana paman tinggal. Mereka justru bersyukur karena paman menjaga rumah nenek, memperbaiki yang sudah usang dan tetap mempersilakan semua keluarganya yang datang untuk menempati beberapa kamar yang justru kosong di hari – hari biasa.

Beautiful SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang