9

123 41 0
                                    

Sambil menunggu Nadia, aku memperhatikan tas berwarna biru telur asin yang dibawanya. Terdapat beberapa aksesoris artis Korea yang tidak kukenal. Aku tersenyum, mudah sekali mencari teman yang sama – sama menyukai seputar artis Korea. Aku menyukai drama – dramanya dan beberapa penyanyi yang menurutku suaranya bagus banget.

Pintu bilik terbuka, Nadia tersenyum kecil di sana.

Roknya memang tidak tertolong, makanya aku tetap memakaikan jaketnya untuk menutupi bagian belakang rok Nadia.

"Sementara ditutup pakai jaket ya, Nad. Kalau sudah sampai rumah langsung dicuci saja roknya."

"Nodanya bisa hilang, Kak?" Ia menatapku ngeri.

"Bisa kok, direndam saja pakai detergen. Agak lama rendamnya, nanti pudar sendiri."

"Terima kasih banyak ya, Kak." Ucapnya tulus, aku mengangguk dan menepuk punggungnya.

"Sekarang, Kakak pamit ya."

"Kakak kerja di sini? Nama kantornya apa?"

"Uhm baru mau melamar kerja sih di Matahari Nusantara, tadi Kakak sudah lihat kantornya. Sebelah kanan dari lift tadi."

"Papaku juga kerja di sana."

"Oh. Oke, kita bareng saja kalau gitu."

"Yuk."

Nadia menyampirkan tasnya, kami berjalan menuju kantor dengan tulisan Matahari Nusantara. Kantor yang disebutkan Kezia untuk aku sambangi. Tidak ada resepsionis yang menyambut kami di depannya. Sepertinya Nadia sudah sangat terbiasa keluar masuk kantor ini, ia menarik lenganku melewati pintu depan dan berjalan di lorong menuju ruangan lain.

Sesampainya di sebuah ruangan luas dengan banyak bilik kerja, Nadia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan beberapa ruangan tertutup yang berada di sisi kiri.

Seseorang mendekat dan menyapanya.

"Halo Nadia, mau ke ruangan papa ya?"

"Halo, Om. Iya, papa ada kan?"

"Ada."

Pria itu memandangiku, aku menganggukkan kepala dan teringat pesan Kezia yang memintaku untuk menemui seseorang bernama Debby.

"Maaf, Mas. Yang namanya mbak Debby, yang mana ya? Saya sudah buat janji temu via Kezia."

"Oh, temannya Kezia yang mau ngelamar ya?"

Aku menganggukkan kepala.

"Debby masih meeting kayaknya, Mbak tunggu saja duduk di sana." Ia mengarahkan tangannya ke dua set sofa dan meja yang tampak seperti ruang tunggu. Setelah mengucapkan terima kasih pada pria yang menyapa Nadia ini, aku pun meminta Nadia menemui papanya sementara aku akan menunggu interviewer-ku seperti yang diinstruksikan.

Pria itu berlalu setelah mengatakan pada Nadia untuk langsung menemui papanya.

"Nad, Kakak tunggu di sini saja. Nadia temui papa Nadia saja."

"Itu ruangan papa aku, Kak. Nanti aku balik lagi ya, temani Kakak."

Aku mengangguk dan duduk di atas sofa. Nadia berjingkat memasuki ruangan yang ia tunjuk tadi, ruangan dengan pintu tertutup dan kaca yang ditutupi gorden horizontal blinds. Meski tidak tertutup rapat gordennya, memang kesulitan melihat ke dalam ruangan itu tanpa mendekat.

Tanpa mengetuk, Nadia memasuki kantor papanya sambil berteriak riang.

"Papaaaaa!" Membuatku tersenyum sendiri.

Tentu saja hal itu mengingatkanku pada ayah yang sudah tiada. Menyenangkan rasanya apabila masih memiliki seseorang yang kita panggil 'ayah'.

Beautiful SunsetWhere stories live. Discover now